Status nikah siri tanpa sepengetahuan keluarga
Meski secara agama sah, nikah siri diperbolehkan karena telah memenuhi syarat. Rukun pernikahan secara agam Islam adalah, wali, dua orang saksi pria, mahar, serta ijab kabul. Tapi bagaimana jika tanpa sepengetahuan dan campur tangan keluarga?
Seperti wanita ini yang menanyakan tentang permasalahn hidupnya, diajak nikah siri dengan lelaki tapi diam-diam tak melibatkan keluarga.
Baca juga : Sekalipun itu Penyakit Pembunuh No 1 di Dunia, Bisa Disembuhkan dengan Sholat Tahajud
Akhirnya ketika suami sudah tak mengurusnya lagi ia bingung harus bagaimana.
Pertanyaan:
Saya pernah menikah siri tanpa sepengetahuan keluarga. Semuanya pihak laki-laki yang mengurus. Itu saya lakukan karena pihak laki-laki berjanji akan mengikuti agama saya, tetapi ternyata tidak. Yang mau saya tanyakan adalah:
Jawaban:
Saudari tidak menyebutkan apa agama Saudari dan pria itu. Dalam cerita Anda juga tidak diuraikan Saudari menikah secara agama apa.
Kami berasumsi bahwa Saudari beragama Islam dan menikah dengan tata cara agama Islam.
Selain itu, walaupun Anda menikah tanpa sepengetahuan keluarga, kami berasumsi bahwa persyaratan mengenai adanya wali nikah dan saksi nikah telah terpenuhi.
Sebagai sesama perempuan saya sungguh berempati terhadap masalah yang tengah Saudari hadapi.
Kami berasumsi menikah siri dengan laki-laki pilihan hati tanpa sepengetahuan keluarga yang Saudari maksud adalah telah melangsungkan pernikahan (ijab qabul) sesuai dengan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (“KUA”) setempat.
Baca juga : Di Kamar Mandi, Tiba-tiba Suami Minta "Itu" Ketahui ini Hukumnya Dalam Islam
Menanggapi pertanyaan Saudari tentang apakah pernikahan Saudari sah menurut hukum,berikut kami kutip bunyi Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):
Pasal 4 KHI:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”
Pasal 2 UU Perkawinan:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini berarti, perkawinan Anda sah apabila telah dilakukan menurut Hukum Islam (menurut hukum agama dan kepercayaan yang sama dari pasangan calon suami istri).
Selain itu, pasangan suami istri tersebut, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, mempunyai kewajiban mencatatkan perkawinannya ke KUA (pegawai Pencatat Nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan.
Bahwa sepanjang belum ada kata talak dari suami kepada Saudari, tentunya Saudari masih merupakan istri sah dari suami Saudari.
Tidak adanya legalitas berupa buku nikah sebagai bukti diakuinya pernikahan Saudari oleh Negara dikarenakan menikah siri, memang akan berdampak pada permasalahan status perkawinan dan bagaimana untuk memproses perceraian bila salah satu pihak tidak menginginkan bersama lagi sebagai suami istri.
Baca juga : Akhir Tahun Banyak Diskon, Bolehkah Memanfaatkan Diskon Natal dan Tahun Baru?
Untuk itu kami menyarankan agar Saudari mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal Saudari. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 KHI:
Pasal 7 KHI:
Pasca itsbat nikah dan mengajukan gugatan cerai, Pengadilan Agama setempat akan memberikan kepada Saudari akta cerai, sebagai bentuk telah putusnya perkawinan karena putusan hakim.
Demikian jawaban dari saya semoga bermanfaat.