Palestina Luapkan Amarahnya Dengan Cara ini yang Tak Terima Dengan Keputusan Donald Trump

Penulis Unknown | Ditayangkan 08 Dec 2017

Palestina Luapkan Amarahnya Dengan Cara ini yang Tak Terima Dengan Keputusan Donald Trump

gambar voaindonesia

Bentuk kekecewaan masyarakat Palestina....

Dengan keputusan yang dibuat Donald Trump dengan meresmikan Yerussalem sebagai ibu kota Israel membuat masyarakat Palestina Marah besar. Sampai Mereka Lakukan ini.

Mengutip bbc, Warga Palestina terus mengirimkan pesan mereka kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sejak dia memutuskan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, pada Rabu (06/12).

Dalam rangkaian protes di Tepi Barat dan Jalur Gaza, mereka membakar bendera AS dan meneriakkan yel-yel mengenai klaim Palestina terhadap Yerusalem.

“Dia membuat keputusan ini secara sepihak, mengambil pendapat orang Israel dan mengabaikan fakta-fakta mengenai Palestina,” kata Carla Birkat, salah seorang warga Palestina dalam aksi protes di Ramallah, Tepi Barat.

Baca Juga : Tanpa Ada Perundingan, Donald Trump "Nekat Akui Yerussalem Sebagai Ibu Kota Israel

Di sekitar Ramallah, toko dan kantor ditutup dalam aksi mogok. Sekolah dan universitas juga menghentikan aktivitasnya. Kemuraman dan amarah jelas terasa.

Melalui perbincangan dengan banyak orang di Ramallah, saya memperoleh tanggapan bahwa Washington telah merusak peluang Palestina meraih kemerdekaan sebagai negara dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.

“Kami mengecam keputusan Amerika yang mengakhiri mimpi kami, warga Palestina. Keputusan itu menyudahi solusi dua negara,” ujar Abed Jayussi, warga Ramallah lainnya.

Sebagian Kota Ramallah direbut Israel dari Yordania pada Perang 1967 dan belakangan mendudukinya dalam langkah yang tidak mendapat pengakuan internasional. Belakangan, beberapa negara menyerukan agar Palestina dan Israel menjadi dua negara yang berdampingan secara damai—atau disebut solusi dua negara.

Palestina Luapkan Amarahnya Dengan Cara ini yang Tak Terima Dengan Keputusan Donald Trump

Solusi itu mencakup pembentukan negara merdeka Palestina di dalam garis perbatasan sebelum Perang 1967 yang terdiri dari Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.

Pada hari yang sama ketika dia mengakui Yerusalem merupakan ibu kota Israel, Trump menyebutkan dia bakal mendukung formula perdamaiann tersebut jika Israel dan Palestina menyepakatinya. Dia menekankan bahwa dia tidak merinci secara spesifik mengenai perbatasan Yerusalem.

Akan tetapi, Abed Jayussi menepis bahwa Trump bisa menjadi penengah perdamaian.

“Saat ini kami tidak ingin ada perundingan damai apapun dengan Israel dan kami meminta Presiden Palestina memutus semua hubungan dengan Trump,” cetusnya.

Baca Juga : Dunia Mengecam Trump Soal Yerusalem, Arab Saudi Malah Bikin Pernyataan Begini

“Kami ingin komunitas internasional berdiri di sebelah kami.”

Kegembiraan warga Israel

Ketika kemuraman dan amarah melanda Tepi Barat dan Jalur Gaza, yang terjadi di Yerusalem Barat justru kebalikannya.

Di ruas jalan yang penuh berjajar toko-toko, warga Israel mengaku gembira dengan keputusan Trump. Mereka meyakini bahwa pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan pelurusan dari ketidakadilan sejarah.

“Trump adalah pria yang dikirim Ilahi. Dia mengatakan hal yang tepat dan pada saat yang tepat,” ujar David Schreider, warga Yerusalem Barat.

Sebagai seorang penganut Yahudi Ortodoks, dia memandang Yerusalem sebagai “pusat Israel dan seluruh dunia” dengan Bukit Bait Suci—tempat tersuci umat Yahudi—sebagai jantungnya.

Masalahnya, lokasi Bukit Bait Suci juga menjadi tempat penting bagi umat Muslim. Di situlah terdapat Kubah Batu dan Masjid Al-Aqsa.

Palestina Luapkan Amarahnya Dengan Cara ini yang Tak Terima Dengan Keputusan Donald Trump

Oleh karena hal tersebut, sejumlah warga Israel mengutarakan kekhawatiran mereka bahwa langkah Trump akan memicu ketegangan agama.

“Perasaan saya campur aduk. Pada dasarnya saya gembira karena (keputusan) itu adalah hal yang benar dan patut dilakukan. Namun, saya ada keraguan karena saya sadar betul imbasnya dan kekerasan yang mungkin terjadi sebagai respons,” ujar Debbie Last, seorang warga Yerusalem Barat.

Prediksi itu nyatanya jitu. Pada Kamis (07/12), sedikitnya 31 warga Palestina luka-luka dalam bentrokan di Jalur Gaza dan beberapa lokasi di Tepi Barat. Pasukan Israel balik melawan dengan melepaskan gas air mata dan mengerahkan ratusan serdadu tambahan di Tepi Barat.

Insiden itu terjadi setelah Pemimpin Hamas, kelompok Islam Palestina yang sangat berpengaruh, Ismail Haniyeh, menyerukan intifada baru atau gerakan perlawanan rakyat, setelah Presiden Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pada saat yang sama, sejumlah menteri Israel mendesak negara-negara lain mengikuti jejak AS dan mulai memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem.
SHARE ARTIKEL