Yatim dalam Gelap, Netizen Heran "Astaghfirullah, Panti Asuhan Dituduh Curi Listrik?"

Penulis Unknown | Ditayangkan 11 Jul 2017

Yatim dalam Gelap, Netizen Heran

Anak yatim di daerah ini terpaksa hidup dalam gelap dan kondisi panti yang memprihatinkan. “Kami dianggap mencuri. Padahal selama ini kami membayar listrik tepat waktu". Lho?

Mungkin seperti itulah apa yang dibagikan oleh akun bernama Fitria Cahyati pada laman Facebook-nya. Tertulis dalam emotikon sedih, dan mendapat ratusan like dan dibagikan sebanyak tujuh ratus kali. Lantas, apa yang membuat banyak orang merespon ulasan tersebut? Ternyata masalah utamanya adalah perihal panti asuhan yang nasibnya tengah terombang ambing.

Also read : Lihat Gambar Ini, Banyak Orang Meneteskan Air Mata, "Mengapa Mereka Pakai Alas Ini untuk Shalat?"

Sebuah panti asuhan di kaki gunung Penanggungan, Villa Doa Yatim Sejahtera, bukit Jubel, desa Kembangbelor, kecamatan Pacet, kebupaten Mojokerto Jawa Timur, seminggu terakhir malam-malam mereka dipaksa hidup dalam gelap gulita sejak Senin 3 Juli 3017 sampai hari ini.

Sebab mushababnya adalah instalasi listrik di panti asuhan ini dipreteli (diputus) oleh pihak PLN, meteran bahkan diangkut, dengan tuduhan pencurian listrik.

Astaghfirullah haladzim... Panti asuhan dituduh mencuri listrik?

Ini tentu bukan tuduhan sembarangan, sebab jika bukan kebenaran maka berarti fitnah yang keji. Panti asuhan ini bahkan menggunakan nama Villa Doa justru demi anak-anak yatim penghuninya tidak merasa minder sebagai penghuni panti. Setidaknya jika mereka mendapat pertanyaan tinggal di mana, mereka bisa menjawab: Villa.

Bukan masalah sekalipun kondisi di dalamnya justru samasekali tidak layak disebut villa, lha wong atap bangunan tempat mereka tinggal bahkan nyaris ambruk, bocor sana-sini. Makan juga sering cuma ketemu lauk sayur (kadang memang lauk yang seadanya seperti jagung goreng tepung, telor dadar dan tahu-tempe pun gak cukup untuk semua penghuni panti, maka ada yang cuma kebagian sayur), atau syukur ketemu ikan yang digoreng sekenanya setelah proses diasinkan (rasanya tentu asin dan teksturnya keras).

Namun nama "Villa Doa" tentu sedikit-banyak telah menyelamatkan anak-anak penghuninya dari rasa malu dan olok-olok. Tapi bagaimana jika mereka ini kemudian dipaksa untuk hidup dalam kegelapan?

  • Penerangan darurat menggunakan lampu ublik (botol berisi minyak dikasih sumbu kain)
  • Jadwal mengaji setelah magrib dan isya sulit dilaksanakan karena kondisi gelap, anak-anak kesulitan baca mushaf alquran
  • Mereka sholat dalam gelap
  • Makan, tidur dan semua aktifitas terpaksa semua dilakukan dalam kegelapan
  • Anak-anak yang masih balita dan takut gelap, mereka dipaksa menyesuaikan diri dengan kondisi, yang menangis malam karena gelap (terutama menjelang tidur dan ke kamar mandi) berusaha ditenangkan oleh yang telah beranjak remaja
  • Jadwal hafalan surah-surah Alquran tetap dilaksanakan setelah jamaah sholat subuh, tentu dalam gelap sampai matahari memberi terang.

Kembali pada tuduhan pencurian arus listrik yang dituduhkan pihak PLN pada panti asuhan ini, kronoginya lebih-kurang sebagai berikut:

1. Pada pertengahan tahun 2013, Kepala Desa Jubel - Kembangbelor, Mochtar Effendi, menginisiasi dinas PU yang akan memasang PJU di jalanan menuju sumber air Jubel untuk dimasukkan saja ke dalam Villa. Maksud beliau baik, yakni daripada PJU menerangi jalanan yang tidak akan dilewati manusia malam-malam, lebih praktis dan bermanfaat jika jalur lampu-lampu itu dimasukkan ke pelataran belakang Villa Doa.

2. Inisiasi tersebut disambut secara positif oleh pihak dinas terkait termasuk PLN dan PJU, namun sayangnya tidak didokumentasikan dalam bukti tertulis sebagai persetujuan minimal bukti diketahui semua pihak yang berwenang.

3. Maka sejak saat itu ada dua titik lampu PJU di dalam panti asuhan Villa Doa Yatim Sejahtera, agar kondisi tempat mereka tinggal yang memang lokasinya tepat berbatasan dengan hutan pinus tanpa tetangga itu tidak terlalu gelap. Itupun lampunya sudah diganti dengan ukuran Watt-nya yang jauh lebih kecil.

4. Ini tentu dianggap berkah solusi oleh pihak pengelola panti, minimal bisa mengurangi segala yang tidak diharapkan karena faktor gelap misalnya anak-anak jatuh kesandung, atau kontak tidak sengaja dengan satwa hutan yang kebetulan masuk area panti.

5. Tetapi bertahun-tahun kemudian, setelah mutasi sana-sini pegawai dalam pihak instansi PLN dan PJU, dan tentu saja kepala dinasnya juga bergonta-ganti, diadakanlah semacam operasi penertiban oleh PLN pada tanggal 11 April 2017. Dan panti asuhan Villa Doa ini dicatat secara tegas kedapatan memiliki jaringan kabel listrik PJU dan itu dianggap pencurian listrik.

Kami dianggap mencuri. Padahal Selama ini kami membayar listrik tepat waktu dengan tarif reguler ketika kami sebenarnya memiliki hak untuk membayarnya dengan tarif sosial."

Pihak PLN juga tidak pernah merekomendasikan kami pada tarif sosial


"Kami pun patuh membayarnya secara rutin dengan tarif yang sama dengan masyarakat umum. Jaringan kabel PJU itu juga bukan kami yang meminta untuk dimasukkan ke pekarangan Villa Doa. Semua bisa dilacak sebab saksi dan sumber-sumber yang terkait masih hidup dan aktif di bidangnya masing-masing." Pengelola panti asuhan Ustadz Mukhiddin (45 thn) menjelaskan.

Sementara versi dari pihak PLN setempat yakni Rayon Pacet:

  • Telah melakukan 3 kali pemanggilan untuk pengelola panti asuhan terkait persoalan ini
  • Pada pemanggilan pertama April 2017 istri ustadz Mukhiddin yakni ustadzah Sutik (41 thn) di kantor PLN beliau diminta untuk membuat surat pernyataan.
  • Pihak PLN dengan keyakinannya memberi sanksi denda Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
  • Denda ini wajib disetujui oleh pihak pengelola panti asuhan, dengan sebuah bukti SURAT PERNYATAAN yang ditandatangani oleh pengelola panti

Saat itu ustadzah Sutik mohon diri sebab merasa bahwa surat pernyataan semacam itu harus diketik terlebih dahulu. Tapi oleh staff yang bersangkutan dikatakan suratnya boleh ditulis tangan saja. Maka surat pernyataan yang berupa tulisan tangan itu ditinggal di kantor PLN.

  1. Pemanggilan kedua Mei 2017 adalah buah dari surat pernyataan yang ditulis tangan tersebut. Staff yang sama menyebut bahwa dengan membuat surat pernyataan yang tidak diketik, pihak villa tidak serius menyelesaikan masalah ini.
  2. Pemanggilan ketiga Juni 2017 tampaknya menghasilkan kesalahpahaman sebab ada pihak ketiga yang berusaha membantu menyelesaikan persoalan, ternyata terjadi miss komuniskasi dengan pihak PLN.

Analisa Kasus


Ada beberapa hal mendasar pada persoalan ini:

Pertama


Tuduhan pencurian arus listrik pihak PLN Rayon Pacet Mojokerto Jawa Timur kepada pengelola panti asuhan Villa Doa Yatim Sejahtera bisa dilihat sebagai indikasi kesewenang-wenangan:

1. Mengapa yang disalahkan adalah pihak pengelola panti asuhan?

Kabel PJU yang dimasukkan ke area panti bukan kemauan pihak pengelola panti, itu juga justru atas inisiatif kepala desa Jubel Kembangbelor, dan ide sekaligus realisasi tambahan penerangan ini dilakukan bukan oleh pengelola panti.

2. Pihak PLN dan PJU saat itu 2013 telah mengetahui dan memaklumi upaya ini, tapi tidak mereka wujudkan dalam pernyataan hitam di atas putih, mengapa kesalahan ini kemudian ditimpakan pada pengelola panti asuhan?

3. Penggunaan lampu tambahan ke dalam area panti asuhan dari fasilitas PJU, padahal PJU tetap membayar tagihan listrik ke PLN. Tidak mungkin dinas PU menunggak pembayaran listrik. Maka dalam kasus ini, mestinya yang dirugikan dinas Pekerjaa Umum (PU), bukan PLN.

Penerangan Jalan Umum adalah aset dinas PU. Dan dalam operasionalnya listrik lampu-lampu jalan itu tanggungjawab pembayaran ada pada pihak dinas PU dengan uang pajak dari masyarakat. PLN adalah korporasi yang setiap bulan menagih dinas PU atas biaya arus listrik lampu jalan itu.

Apabila itu dianggap mencuri, yang merasa kecurian itu harusnya dinas PU. PLN bahkan tidak punya aset apapun dalam PJU. Maka yang dicuri dari PLN itu apa ?

Kedua


Jika pun ada kesalahan dalam bentuk apapun, mengapa pihak PLN harus menghukum anak-anak yatim yang tinggal dalam panti asuhan dengan kegelapan tanpa listrik?

Bahkan instalasi listrik terpisah yang ada pada masjid yang belum selesai dibangun juga ikut diputus? Fasilitas listrik untuk masjid di area panti asuhan bahkan terpisah tagihan listriknya, sistem pembayaran juga beda.

Bentuk hukuman dari pihak PLN dengan merampas fasilitas listrik untuk panti asuhan sekaligus masjid, sungguh tindakan yang sangat tidak bisa disebut "kebijakan", sebab ini telah melampaui batas:

Tidak ada lagi adzan yang bisa terdengar keluar dari masjid
Sholat jamaah magrib - isya' - subuh setiap hari terpaksa dilakukan dalam gelap
Aktifitas membaca alquran di masjid pada malam hari tidak bisa dilakukan karena gelap

Sedangkan dampak kegelapan yang harus ditanggung anak-anak yatim penghuni panti asuhan sudah terurai di atas.

Kamis 6 Juli 2017 salah satu anak penghuni panti yakni Risky (usia 3 thn) bahkan kondisi sakit demam, menangis semalaman dalam gelap. Padahal, Allah SWT dalam Al Quran telah menyebut orang-orang yang melampaui batas sebanyak 26 kali, dengan peringatan balasan untuk mereka yang amat pedih, dunia-akhirat.

Ketiga


Jika pun ada persoalan antara pihak PLN, PJU, pengelola panti asuhan, beserta pihak ketiga yang berusaha membantu menyelesaikan masalah, semua tidak boleh mengorbankan mereka, tidak ada hak dari siapapun untuk Menghukum anak yatim hingga melampaui batas, terlebih atas semua kesalahan yang tidak mereka lakukan.

Ini sebenarnya salah siapa?

Tapi mengapa harus anak yatim yang dihukum dengan cara mereka dipaksa hidup dalam gelap?

Kalian semua pihak yang terkait terutama PLN sebagai eksekutor utama pemberi kegelapan, waspadalah atas hidup kalian: mulai direksi, kepala bagian, sampai petugas di lapanga. Jangan pikir dengan alasan "sekadar menjakankan tugas" kemudian kalian lolos dari tanggung jawab dunia akhirat.

Hentikan hukuman ini segera, sebab ancaman Allah SWT sangat jelas pada siapapun yang berbuat tidak layak pada anak yatim:

Allah SWT berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang mendustakan hari pembalasan?

{ ﻓَﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻳَﺪُﻉُّ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢَ }

Itulah orang yang menghardik anak yatim. (QS. Al-Ma'un: 2)

Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik.

{ ﻭَﻻ ﻳَﺤُﺾُّ ﻋَﻠَﻰ ﻃَﻌَﺎﻡِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴﻦِ }

Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al-Ma'un: 3)


Also read : Terpaksa Tinggal Sekandang dengan Ayam, Kisah Mbah Remi di Usia Senja Sungguh Sesakkan Dada

Dalam surat al-Ma'un ini Allah SWT menggunakan gaya bahasa yang keras terhadap orang-orang yang menghardik anak yatim dan menyebut mereka sebagai pendusta agama di Hari Kiamat. Pada dasarnya, dari pentakbiran al-Quran ini dapat dipahami bahwa prinsip kebenaran agama bukan mengucapkan sesuatu, tapi hakikat iman itu adalah perubahan dalam diri manusia yang kemudian mengajaknya untuk berbuat kebaikan.

Dengan demikian, seseorang yang menghardik anak yatim itu sejatinya tidak ada hakikat iman dalam dirinya, bahkan Allah Swt menyebut orang seperti itu dengan pendusta agama.

(Fi Zhilal al-Quran, jilid 6, hal 3985)

Menghardik (dengan ucapan keras atau penghiaan) pun sudah demikian keras hukumannya, terlebih menghukum anak-anak yatim dipaksa harus hidup dalam kegelapan. Untuk membayar denda sebesar 10jt anak2 warga panti bersedia mengumpulkan uang tabungan mereka.

Kira-kira begitulah apa yang disampaikan oleh Fitria, yang mungkin ingin memberikan sedikit gambaran tentang kondisi panti asuhan yang sungguh memprihatinkan, hingga ada mereka-mereka yang mau menolong dengan tulus, dan mengentaskan mereka dari kegelapan dan kemuraman. Bagaimana tanggapan kalian mengenai hal ini?
SHARE ARTIKEL