Waduh Bayi yang Baru Lahir Harus Tanggung Utang BPJS ke Rumah Sakit, Ini Penjelasannya

Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 16 Jan 2020

Waduh Bayi yang Baru Lahir Harus Tanggung Utang BPJS ke Rumah Sakit, Ini Penjelasannya

Image from asianparent-assets-id.dexecure.net

BPJS genjot pemasukan

Demi menutupi defisit anggaran dan untuk menambah pemasukan pada BPJS kesehatan, selain menaikkan iuran per 1 Januari 2020. Tak main-main BPJS bebankan iuran kepada bayi yang baru dilahirkan.

BPJS Kesehatan terus menggenjot pemasukannya mulai dari menaikan iuran peserta hingga membebankan iuran kepada bayi yang baru dilahirkan.

Bayi yang baru lahir ini seolah sudah menanggung utang BPJS Kesehatan lantaran defisit anggaran yang dialami BPJS.

Hal ini terjadi lantaran asuransi kesehatan plat merah tersebut tak sanggup menutupi defisit anggaran sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu digulirkan.

Tak hanya itu, untuk menambah pemasukannya ditubuh BPJS Kesehatan, pemerintah telah manaikan tarif iuran peserta per-tanggal 1 januari 2020.

Tak main-main, kenaikan tarif iuran peserta BPJS Kesehatan ini meroket hingga 100 persen.

Menurut Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Peserta (KPP) BPJS Kesehatan Cabang Bogor, Betty Ully Indria Sari Parapat menjelaskan, bayi yang baru dilahirkan harus segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan.

"Bayi yang baru lahir itu wajib terdaftar," kata Betty saat ditemui kantor BPJS Kesehatan Cabang Bogor yang berlokasi di Jalan Ahmad Tani, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Selasa (14/1/2020).

Menurutnya, jika bayi tersebut tidak segera di daftarkan, maka tagihannya akan tetap dihitung sejak bayi tersebut terlahir dari rahim ibunya.

Dengan kata lain, bayi yang baru lahir ini harus menanggung hutang BPJS Kesehatan dengan cara membayar iuran kepesertaannya sejak dilahirkan.

"Tagihannya dihitung sejak dilahirkan, misalnya baru didaftarkan beberapa bulan kemudian, maka tagihannya akan diakumulasi sejak bayi dilahirkan," terangnya.

Baca Juga:

Betty menuturkan, aturan tersebut sesuai Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Harapannya semua yang lahir sudah memiliki jaminan kesehatan. Penduduk Indonesia seharusnya per-1 Januari 2019 semuanya sudah terdaftar," katanya menambahkan.

Bety kembali mengatakan, untuk peserta pekerja penerima upah seperti PNS, TNI/Polri hingga badan usaha tidak ada pengaruh iurannya hingga anak ke-tiga.

"Untuk peserta mandiri, bagi bayi baru lahir iurannya sejak bayi dilahirkan," tegasnya.

Sementara itu, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menegaskan penyebab defisit makin bengkak, karena jumlah peserta terus meningkat hingga mencapai 222 juta jiwa.

Fahmi Idris mengatakan, jumlah peserta tersebut jadi yang terbanyak di dunia untuk kategori jaminan kesehatan.

"Nah yang buat persoalan defisit makin besar, karena peserta makin banyak sudah 222 juta. Ini jaminan sosial terbesar se-dunia dalam single paying system," ujarnya di Gedung Kominfo, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Kemudian, beberapa pekan setelahnya, pemerintah telah resmi menaikkan Iuran BPJS Kesehatan setelah Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ditandatangani.

Pihak BPJS Kesehatan pun mengapresiasi langkah pemerintah menaikan Iuran BPJS Kesehatan karena membantu jalannya pelayanan jaminan kesehatan kepada masyarakat.

“Alhamdulillah, perpres ini menjadi bukti bahwa pemerintah berkomitmen memastikan jaminan kesehatan nasional ini tetap berjalan dan diakses masyarakat,” ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Annas Ma’aruf, Selasa (29/10/2019).

Pemerintah tak lagi suntikan dana

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, tidak lagi memberikan suntikan dana ke BPJS Kesehatan pada 2020.

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pemberian dana ke BPJS Kesehatan terakhir pada 2019 yakni sebesar Rp 13 triliun untuk membayar sisa iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI).

"Estimasinya 2020 tidak ada lagi suntikan dana dibanding pada 2019 dan sebelumnya," ujar dia di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.

Menurut Askolani, kenaikan iuran peserta mulai pada tahun ini sudah mencukupi biaya operasional dari BPJS Kesehatan, sehingga tidak perlu tambahan dari alokasi yang ditetapkan.

"Mengenai BPJS, pada 2020 sesuai kebijakan penyesuaian tarif penerima bantuan iuran (PBI), pemerintah telah menyiapkan Rp 20 triliun untuk PBI. Sementara, total belanja JKN mencapai Rp 40 triliun lebih," katanya.

Selain itu, Askolani menjelaskan, pemerintah terus memperbaiki pelayanan dari BPJS Kesehatan melalui Kementerian Kesehatan.

"Kebijakannya lakukan perbaikan kesehatan. Melalui Kementerian Kesehatan perbaiki layanan kesehatan," katanya.

BPJS Optimis Bisa Bayar Hutang

BPJS Kesehatan Optimis bisa melunasi hutang ke rumah sakit.

Kenaikan iuran dilakukan untuk memperbaiki keuangan BPJS Kesehatan yang selama ini mengalami defisit.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, keputusan untuk menaikkan iuran merupakan hasil dari perhitungan para ahli.

"Jangan ragu iuran (BPPJS Kesehatan) naik, defisit tak tertangani. Ini sudah dihitung hati-hati oleh para ahli," ujar Iqbal Anas Ma'ruf dikutip dari Kompas.com.

Sementara itu, dengan kenaikan iuran ini, BPJS Kesehatan yakin bisa melunasi hutang-hutangnya ke rumah sakit pada tahun ini.

Dilansir dari kanal YouTube Tvonenews, Senin (6/1/2020), total hutang BPJS Kesehatan terhadap rumah sakit yakni Rp 14 triliun per tahun 2019.

Sebelumnya, pelunasan hutang BPJS Kesehatan ke rumah sakit mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Namun, tahun ini, BPJS Keseheatan optimis akan melunasi hutangnya sendiri tanpa bantuan pemerintah.

Lebih jauh, dilansir Kompas.com, setelah beredar kabar iuran BPJS naik pada 2020, sejak November-Desember 2019 terdapat 372.924 peserta yang memutuskan untuk turun kelas.

Angka tersebut terdiri dari 153.466 peserta kelas I atau 3,35 persen turun ke kelas II, dan di kelas II ada 219.458 peserta atau 3,32 persen turun ke kelas III.

Menurut Iqbal Anas Ma'ruf, peserta memang diperbolehkan untuk melakukan penurunan kelas BPJS Kesehatan.

Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kemampuan bayar peserta dengan besaran iuran.

"Mengubah kelas itu dalam rangka untuk memastikan bahwa mereka membayar dengan rutin dan program ini bisa sustain dan dapat diakses oleh masyarakat seperti itu diperbolehkan," ujar Iqbal Anas Ma'ruf.

Berikut detail kenaikan iuran peserta bukan penerima upah (mandiri) BPJS Kesehatan.

Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa

Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa

Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa

SHARE ARTIKEL