Alasan Logis Menurut Hadist, Kenapa Allah Mengharamkan Nikah Mut`ah

Penulis Alif Hamdan | Ditayangkan 28 Sep 2018

Alasan Logis Menurut Hadist, Kenapa Allah Mengharamkan Nikah Mut`ah
Nikah mut'ah WEBislami.com

Jika kaum muslimin memiliki pandangan bahwa pernikahan yang sah menurut syariat Islam merupakan jalan untuk menjaga kesucian harga diri mereka. Namun beda dengan kaum Syi’ah, mereka memiliki pandangan lain, yang disebut dengan nikah mut’ah.

Lantas mengapa Allah sangat membencinya ? Berikut penjelasannya..

Pada dasarnya semua makhluk diciptakan oleh allah saling berpasang pasangan, namun yang membedakan yaitu cara pernikahannya. seperti yang dilakukan kaum syiah, yang biasa disebut dengan Nikah mut’ah. Lantas, apakah nikah mut'ah itu?

Baca juga :Sebelum Menikah Orangtua yang Baik, Mengingatkan 10 Perkara ini Pada Anak Perempuanya

Apakah nikah mut'ah itu?

Nikah mut'ah ialah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.

Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut'ah dan nikah sunni (syar'i):

1. Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.

2. Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia.

3. Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.

4. Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.

5. Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.

6. Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.

Sudah tahu kan apakah nikah mut'ah itu secara detail, namun yang menjadi pertanyaan, adakah nikah mut'ah dalam al quran? simak pembahasan selanjutnya..

Nikah mut'ah dalam al quran

Syiah menyatakan kalau nikah mut’ah dihalalkan dan terdapat ayat Al Qur’an yang menyebutkannya yaitu An Nisaa’ ayat 24. Salafy yang suka sekali mengatakan nikah mut’ah sebagai zina berusaha menolak klaim Syiah. Mereka mengatakan ayat tersebut bukan tentang nikah mut’ah.


وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan [diharamkan juga kamu mengawini] wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [Allah telah menetapkan hukum itu] sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [yaitu] mencari istri-istri dengan hartamu untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka wanita [istri] yang telah kamu nikmati [istamta’tum] di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajiban dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [An Nisaa’ ayat 24]

Telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa “penggalan” An Nisaa’ ayat 24 ini berbicara tentang nikah mut’ah. 

Hal ini telah diriwayatkan dari sahabat dan tabiin yang dikenal sebagai salafus salih [menurut salafy sendiri]. 

Alangkah lucunya kalau sekarang salafy membuang jauh-jauh versi salafus salih hanya karena bertentangan dengan keyakinan mereka [kalau nikah mut’ah adalah zina].

Itulah penjelasan mengenai nikah mut'ah dalam al quran yang sedetail mungkin. Selanjutnya kita akan bahas apa hukum nikah mut'ah dalam pandangan ulama' akankah timbulkan pertentangan? simak ulasan berikut..

Apa hukum nikah mut'ah ?

Jumhur fuqaha berpendapat, bahwa ada 4 macam nikah fasidah, nikah yang rusak atau tidak sah, yakni nikah syighar (tukar menukar anak perempuan atau saudara perempuan tanpa mahar), nikah mut’ah (dibatasi dengan waktu tertentu yang diucapkan dalam ‘aqd), nikah yang dilakukan terhadap perempuan yang dalam proses khitbah (pinangan) laki-laki lain, dan nikah muhallil (siasat penghalalan menikahi mantan istri yang ditalak bain atau talak yang tidak bisa dirujuk lagi).

Namun ada juga yang menghalalkan nikah mut’ah dengan dasar suat An-Nisa' ayat 24:

فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً

Maka isteri-isteri yang telah kamu campuri di antara mereka, berikanlah kepada mereka biaya kontrak, sebagai suatu kewajiban. 

(“Ujrah” yang umumnya diartikan sebagai mahar ini oleh kalangan yang membolehkan nikah mut’ah diartikan sebagai biaya kontrak).

Selain itu dasar penghalalannya adalah hadis Nabi Muhammd SAW yang diriwayatkan, ketika Perang Tabuk, bahwa para sahabat pernah diperkenankan untuk menikahi perempuan-perempuan dengan sistem kontrak waktu.

Nikah mut’ah menurut ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya mazhab empat, hukumnya haram dan tidak sah (batal).

Dasar pengambilan, antara lain dari kitab Al-Umm Imam Asy-Syafi’i juz V hlm 71, Fatawi Syar'iyyah Syaikh Husain Muhammad Mahluf juz II hlm 7, kitab Rahmatul Ummah hlm 21, I’anatuth Thalibin juz III hlm 278 – 279, Al-Mizan al-Kubraa juz II hlm 113, dan As-Syarwani 'alat Tuhfah juz Vll hlm. 224.

Imam Syafi’i mengatakan, semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui ataupun yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun talak antara kedua pasangan suami istri. (Al-Umm V/71)

Syaikh Husain Muhammad Mahluf ketika ditanya mekenai pernikahan dengan akad dan saksi untuk masa tertentu mengatakan bahwa seandainya ada laki-laki mengawini perempuan untuk diceraikan lagi pada waktu yang telah ditentukan, maka perkawinannya tidak sah karena adanya syarat tersebut telah mengalangi kelanggengan perkawinan, dan itulah yang disebut dengan nikah mut’ah. (Fatawi Syar'iyyah II/7)

Para ulama bersepakat, bahwa nikah mut’ah itu tidak sah, dan hampir tidak ada perselisihan pendapat. Bentuknya adalah, misalnya seseorang mengawini perempuan untuk masa tertentu dengan berkata: “Saya mengawini kamu untuk masa satu bulan, setahun dan semisalnya.”

Perkawinan seperti ini tidak sah dan telah dihapus kebolehannya oleh kesepakatan para ulama sejak dulu. Apalagi praktik nikah mut'ah sekarang ini hanya dimaksudkan untuk menghalalkan prostitusi.

Itulah penjelasan mengenai apa hukum nikah mut'ah dalam pandangan para ulama'. Selanjutnya kita akan bahas mengenai kenapa nikah mut'ah dilarang ? Simak penjelasan berikut..

Baca juga : Jangan Sampai Zina Seumur Hidup Karena Melakukan Pernikahan Semacam Ini!

Kenapa nikah mut'ah dilarang ?

Alasan Logis Menurut Hadist, Kenapa Allah Mengharamkan Nikah Mut`ah
Nikah mut'ah fiqihmenjawab.com

Nikah mut’ah, pada awal Islam -saat kondisi darurat- diperbolehkan, kemudian datang nash-nash yang melarang hingga hari Kiamat.

Di antara hadits yang menyebutkan dibolehkannya nikah mut’ah pada awal Islam ialah :

عَن الرَّبيِْع بن سَبْرَة عَنْ أَبِيْه ِرضى الله عنه أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : ياَ أَيَّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتاَعِ مِنَ النِّسَاءِ , وَ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ , فَمَنْ كاَنَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخْلِ سَبِيْلَهُ , وَ لَا تَأْخُذُوْا مِمَّا آتَيْتمُوْهُنَّ شَيْئاً ” .

Dari Rabi` bin Sabrah, dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: “Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut’ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barangsiapa yang mempunyai sesuatu pada mereka , maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan”.(HR Muslim, 9/159, (1406).)


وَ عَنْهُ قَالَ : أَََمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم باِلْمُتْعَةِ عَامَ اْلفَتْحِ حِيْنَ دَخَلْنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ حَتَّى نَهَاناَ عَنْهَا

Dari beliau, juga berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mut’ah pada masa penaklukan kota Mekkah, ketika kami memasuki Mekkah. Belum kami keluar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkannya atas kami”. (HR Muslim, 9/159, (1406).)


عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلَأكْوَع ِرضى الله عنه قَالَ: رَخَّصَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ أَوْطاَس فِي اْلمُتْعَةِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ثُمَّ نَهَى عَنْهَا

Dari Salamah bin Akwa`Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keringanan dalam mut’ah selama tiga hari pada masa perang Awthas (juga dikenal dengan perang Hunain), kemudian beliau melarang kami”. (HR Muslim, 9/157, (1405)).

Muncul pertanyaan, semenjak kapan Islam melarang mut’ah? Untuk menjawabnya, kita dapatkan riwayat-riwayat yang menerangkan masalah ini terkesan simpang-siur, disebabkan tempat dan waktu pengharaman mut’ah berbeda-beda.

Berikut kami sebutkan secara ringkas waktu pengharaman mut’ah, sesuai dengan urutan waktunya:

1. Ada riwayat yang mengatakan, bahwa larangan mut’ah dimulai ketika perang Khaibar (Muharram 7H).
2. Ada riwayat yang mengatakakan pada umrah qadha (Dzul Qa`dah 7H).
3. Ada riwayat yang mengatakan pada masa penaklukan Mekkah (Ramadhan 8H).
4. Ada riwayat yang mengatakan pada perang Awthas, dikenal juga dengan perang Hunain (Syawal 8H).
5. Ada riwayat yang mengatakan pada perang Tabuk (Rajab 9H).
6. Ada riwayat yang mengatakan pada Haji Wada` (Zul Hijjah 10H).
7. Ada riwayat yang mengatakan, bahwa yang melarangnya secara mutlak adalah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu.

Itulah penjelasan mengenai kenapa nikah mut'ah dilarang secara ringkas dan jelas. Selanjutnya kita akan lanjut ke pembahasan yang lebih mendalam, penasaran? simak penjelasan selanjutnya..

Apa kekurangan nikah mut'ah sehingga diharamkan oleh Allah ?

Alasan Logis Menurut Hadist, Kenapa Allah Mengharamkan Nikah Mut`ah
Nikah mut'ah rumah keluarga indonesia.com

Kenapa Allah sampai mengharamkan nikah mut'ah. Ternyata memang ada 12 hal yang bertentangan dengan nilai islam. Berikut penjelasannya.

1. Akad nikah

Di dalam Al Furu’ Minal Kafi 5/455 karya Al-Kulaini, dia menyatakan bahwa Ja’far Ash-Shadiq pernah ditanya seseorang: “Apa yang aku katakan kepada dia (wanita yang akan dinikahi, pen) bila aku telah berduaan dengannya?” Maka beliau menjawab: “Engkau katakan: Aku menikahimu secara mut’ah berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, namun engkau tidak mendapatkan warisan dariku dan tidak pula memberikan warisan apapun kepadaku selama sehari atau setahun dengan upah senilai dirham demikian dan demikian.” Engkau sebutkan jumlah upah yang telah disepakati baik sedikit maupun banyak.” Apabila wanita tersebut mengatakan: “Ya” berarti dia telah ridha dan halal bagi si pria untuk menggaulinya. (Al-Mut’ah Wa Atsaruha Fil-Ishlahil Ijtima’i hal. 28-29 dan 31)

2. Tanpa disertai wali si wanita

Sebagaimana Ja’far Ash-Shadiq berkata: “Tidak apa-apa menikahi seorang wanita yang masih perawan bila dia ridha walaupun tanpa ijin kedua orang tuanya.” (Tahdzibul Ahkam 7/254)

3. Tanpa disertai saksi (Al-Furu’ Minal Kafi 5/249)

4. Dengan siapa saja nikah mut’ah boleh dilakukan?

Seorang pria boleh mengerjakan nikah mut’ah dengan:
  • wanita Majusi. (Tahdzibul Ahkam 7/254)
  • wanita Nashara dan Yahudi. (Kitabu Syara’i’il Islam hal. 184)
  • wanita pelacur. (Tahdzibul Ahkam 7/253)
  • wanita pezina. (Tahriirul Wasilah hal. 292 karya Al-Khumaini)
  • anita sepersusuan. (Tahriirul Wasilah 2/241 karya Al-Khumaini)
  • wanita yang telah bersuami. (Tahdzibul Ahkam 7/253)
  • istrinya sendiri atau budak wanitanya yang telah digauli. (Al-Ibtishar 3/144)
  • wanita Hasyimiyah atau Ahlul Bait. (Tahdzibul Ahkam 7/272)
  • sesama pria yang dikenal dengan homoseks. (Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 54)

5. Batas usia wanita yang dimut’ah

Diperbolehkan bagi seorang pria untuk menjalani nikah mut’ah dengan seorang wanita walaupun masih berusia sepuluh tahun atau bahkan kurang dari itu. (Tahdzibul Ahkam 7/255 dan Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 37)

6. Jumlah wanita yang dimut’ah

Kaum Rafidhah mengatakan dengan dusta atas nama Abu Ja’far bahwa beliau membolehkan seorang pria menikah walaupun dengan seribu wanita karena wanita-wanita tersebut adalah wanita-wanita upahan. (Al-Ibtishar 3/147)

7. Nilai upah

Adapun nilai upah ketika melakukan nikah mut’ah telah diriwayatkan dari Abu Ja’far dan putranya, Ja’far yaitu sebesar satu dirham atau lebih, gandum, makanan pokok, tepung, tepung gandum, atau kurma sebanyak satu telapak tangan. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/457 dan Tahdzibul Ahkam 7/260)

8. Berapa kali seorang pria melakukan nikah mut’ah dengan seorang wanita?

Boleh bagi seorang pria untuk melakukan mut’ah dengan seorang wanita berkali-kali. (Al-Furu’ Minal Kafi 5/460-461)

9. Bolehkah seorang suami meminjamkan istri atau budak wanitanya kepada orang lain?

Kaum Syi’ah Rafidhah membolehkan adanya perbuatan tersebut dengan dua model:

a. Bila seorang suami ingin bepergian, maka dia menitipkan istri atau budak wanitanya kepada tetangga, kawannya, atau siapa saja yang dia pilih. 

Dia membolehkan istri atau budak wanitanya tersebut diperlakukan sekehendaknya selama suami tadi bepergian. Alasannya agar istri atau budak wanitanya tersebut tidak berzina sehingga dia tenang selama di perjalanan!!!

b. Bila seseorang kedatangan tamu maka orang tersebut bisa meminjamkan istri atau budak wanitanya kepada tamu tersebut untuk diperlakukan sekehendaknya selama bertamu. Itu semua dalam rangka memuliakan tamu!!!

(Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 47)

10. Nikah mut’ah hanya berlaku bagi wanita-wanita awam. Adapun wanita-wanita milik para pemimpin (sayyid) Syi’ah Rafidhah tidak boleh dinikahi secara mut’ah. (Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 37-38)

11. Diperbolehkan seorang pria menikahi seorang wanita bersama ibunya, saudara kandungnya, atau bibinya dalam keadaan pria tadi tidak mengetahui adanya hubungan kekerabatan di antara wanita tadi. (Lillahi… Tsumma Lit-Tarikh hal. 44)

12. Sebagaimana mereka membolehkan digaulinya seorang wanita oleh sekian orang pria secara bergiliran. Bahkan, di masa Al-‘Allamah Al-Alusi ada pasar mut’ah, yang dipersiapkan padanya para wanita dengan didampingi para penjaganya (germo). (Lihat Kitab Shobbul Adzab hal. 239)

Itulah penjelasan mengenai apa kekurangan nikah mut'ah sehingga diharamkan oleh allah yang begitu mudah dipahami bukan?. Selanjutanya kita akan bahas yang terakhir yakni apa efek nikah mut'ah bagi diri sendiri maupun banyak orang terkhusus bagi kalangan umat muslim. Simak Ulasan singkat ini..

Efek nikah mut'ah yang akan terjadi jika dilakukan

Mudharat atau dampak negatif dari nikah mut`ah ini sangatlah besar dan banyak, di antaranya:

Pertama: Nikah mut`ah sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan dalam Islam, yang telah dirancang oleh Allah SWT untuk mewujudkan sakinah (ketenangan dan ketentraman), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang) sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Ar-Rum [30]: 21. Bagaimana hal ini bisa terwujud jika pernikahan dibatasi hanya beberapa jam atau beberapa hari atau sebulan sekalipun.

Kedua: Nikah mut`ah mengganggu ketentraman dan keharmonisan rumah tangga dan meresahkan masyarakat sehingga dapat mengganggu dan mengusik stabilitas keamanan.

Ketiga: Nikah mut`ah adalah bentuk pelecehan nyata terhadap harkat dan martabat perempuan. Karena perempuan dijadikan seperti barang murahan, pindah dari satu tangan ke tangan yang lain.

Keempat: Nikah mut`ah berpotensi menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin, karena dalam waktu singkat, setahun misalnya atau kurang dari itu, seseorang dapat berganti-ganti pasangan.

Kelima: Nikah mut`ah dapat menelantarkan generasi yang dihasilkan oleh pernikahan padahal menjaga keturunan merupakan salah satu dari Maqashid Syari`ah (tujuan pokok syari`ah).

Keenam: Dalam konteks kehidupan di negara Indonesia, nikah mut`ah jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, pasal 1 dan 2.

Ketujuh: Nikah mut`ah dapat merusak kepribadian dan budaya luhur masyarakat serta mengancam masa depan bangsa.

Kedelapan: Nikah mut`ah jelas-jelas melanggar aturan Allah SWT, seperti dalam QS Al-Maarij [70]: ayat 29-31. Yaitu, bahwasanya Allah SWT menerangkan di dalamnya, sebab disahkan berhubungan badan hanya melalui dua cara, yaitu: nikah shahih dan perbudakan. Sedangkan wanita mut`ah, statusnya bukanlah istri dan bukan pula budak (Mukhtashar Itsna Asyariyah, Mahmud Syukri Al-Alusi, hal.228).

Kesembilan: Nikah mut`ah menyebabkan bercampurnya nasab (keturunan), karena perempuan yang telah dimut`ah oleh seseorang dapat dinikahi lagi oleh anaknya, dan begitu seterusnya, akibatnya nasab menjadi kabur dan tidak jelas.

Karenanya, tidak berlebihan jika ada yang mengatakan, bahwa nikah mut`ah hakekatnya adalah perzinaan yang berhias sampul pernikahan, atau pelacuran memakai baju kehormatan. 

Untuk itu, para ulama, pemerintah, dan seluruh elemen masyarakat harus sigap melarang praktik-praktik nikah mut`ah yang sangat berbahaya ini, demi kebaikan masa depan umat dan bangsa.

Demikian penjelasan mengenai nikah mut'ah secara ringkas dan mudah dipahami, semoga bermanfaat..
SHARE ARTIKEL