Hasil Rapat MUI : Vaksin MR Boleh Digunakan Meski Mengandung Babi

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 21 Aug 2018
Hasil Rapat MUI : Vaksin MR Boleh Digunakan Meski Mengandung Babi
Petugas kesehatan memberikan tanda usai menyuntikan vaksin Measles and Rubella (MR) kepada balita di rumah penitipan anak Al-Amanah, Kelurahan Pesantren, Kota Kediri, Rabu (23/8/2017). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani.

Komisi fatwa MUI sudah menggelar rapat untuk menentukan hukum penggunaan Vaksin measles rubella.

Hasil rapat tersebut menyatakan bahwa Vaksin MR mengandung babi, namun masih boleh dipergunakan dengan alasan-berikut ini.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin measless dan rubella untuk imunisasi.

MUI menyatakan, pada dasarnya vaksin yang diimpor dari Serum Institute of India itu haram karena mengandung babi.

Namun, penggunaannya saat ini dibolehkan karena keterpaksaan.

"Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin malam.

"Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India, pada saat ini, dibolehkan (mubah)," ucapnya, seperti dilansir dari kompas.com.

Ada tiga alasan kenapa MUI untuk sementara ini membolehkan penggunaan vaksin MR.

Pertama, adanya kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah).

Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.

Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi vaksin MR.

"Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci," ucap Hasanuddin.

BACA JUGA: Bagaimana Hukumnya Ketika Orang Memakan Dading Qurbannya Sendiri? Ini Penjelasan UAS

Fatwa MUI ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Jika di kemudian hari ternyata fatwa ini membutuhkan perbaikan, maka MUI akan memperbaiki dan menyempurnakan sebagaimana mestinya.

"Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini," kata Hasanuddin.

Selain itu, Komisi Fatwa MUI juga memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah berkaitan dengan penyediaan Vaksin MR yang halal.

Seperti dikutip dari tirto.id, empat rekomendasi tersebut adalah:

1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.

2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.

4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

Fatwa ini dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 20 Agustus 2018. Keputusan mengenai fatwa ini diteken oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh.

Berikut petikan Fatwa MUI Nomor 33 tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk Dari SII untuk Imunisasi, seperti dilansir dari website resmi MUI (mui.or.id)

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 33 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI

Dengan bertawakal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI

Pertama : Ketentuan Hukum

1. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.

2. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.

3. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena :

a. Ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar’iyyah)

b. Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci

c. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.

4. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.

Kedua : Rekomendasi

1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.

2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.

4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

Ketiga : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
08 Dzulhijjah 1439 H
20 Agustus 2018 M

KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

PROF.DR.H. HASANUDDIN AF., MA
Ketua

DR.H. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
Sekretaris
SHARE ARTIKEL