Lahirkan Diatas Gerobak, Bayi ini Penuh Tanah dan Pasir, Hingga Mau Dijual Karena ibu Depresi

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 10 Feb 2018

Lahirkan Diatas Gerobak,  Bayi ini Penuh Tanah dan Pasir, Hingga Mau Dijual Karena ibu Depresi
Foto diolah via wajibbaca.com dari tribunnews.com

Sempat bungkam anaknya

Awalnya, hidup terlantar di jalanan, seorang wanita hampir melahirkan di pinggir jalan. Selama berhari-hari, ia dan suaminya hidup tanpa memiliki tempat berteduh. Akhirnya dengan terpaksa melahirkan digerobak, tanpa pertolonga siapapun. Hingga ibunya mengalami depresi dan gangguan kejiwaan yang akhirnya berniat menjual anaknya.

Sanudin (36) kebingungan saat istrinya Rosidah (35) tiba waktunya untuk melahirkan.

Lelaki yang berprofesi sebagai pemulung itu akhirnya hanya bisa pasrah. Sang istri terpaksa melahirkan di gerobak rongsokan miliknya.

Baca juga : Wahai Bunda Jangan Biarkan Orang Lain yang Mengajarkan Al Fatihah untuk Anakmu, Karena ini Alasannya

"Iya, anak saya lahir di gerobak, habis subuh, sekitar jam 05.00. (Saya) Bingung, mau minta tolong sama siapa jam segitu," kata Sanudin dikutip dari tribunnews.com saat ditemui di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, Kedoya, Jakarta Barat, Jumat (9/2/2017).

Bayi berjenis kelamin laki-laki itu lahir ke dunia kurang lebih sebulan lalu dalam kondisi sehat dan normal tanpa bantuan bidan, apalagi dokter.

Bayi itu kemudian diberi nama Taufik Hidayat oleh Eneng (42), anggota PKK Kelurahan Grogol, Jakarta Barat.

"Waktu itu saya dinasihati supaya kasih nama anak dengan nama yang Islami. Akhirnya, Ibu Eneng kasih nama Taufik Hidayat," tutur Sanudin.

Eneng pula yang akhirnya membawa Rosidah dan bayinya ke Rumah Sakit Ibnu Sina di kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, untuk mendapat perawatan.

Baik ibu maupun sang bayi saat itu dalam kondisi sehat.

Sementara itu Eneng Aditagore (42) menceritakan kesaksiannya kepada Warta Kota mengenai pertolongan yang diberikannya saat menyelamatkan keluarga pemulung yang melahirkan di gerobak rongsokan.

Eneng merupakan seorang guru PAUD Aisyiah dan anggota PKK Kelurahan Grogol, Jakarta Barat.

Eneng pertama kali melihat Rosidah dan suaminya, Sanudin di Jalan Muwardi Raya, Grogol, Jakarta Barat, 5 Januari 2018.

"Saat itu lagi ada pemberantasan sarang nyamuk bersama Bu Lurah, Satpol PP dan warga lainnya," kata Eneng.

Baca  juga : Belajar dari Semangat Anak ini yang Buat Kita Malu, Meski Dalam Kesusahan Masih Menghafal Al-Qur'an

Eneng melihat pasangan suami-istri itu sedang makan di gerobak rongsokan.

"Saya nggak nyangka kalau dia sedang hamil tua, perutnya kelihatan kecil," ujar Eneng.

Pada tanggal 8 Januari, Mukmin, seorang anggota PPSU Kelurahan Grogol, mendengar suara tangisan bayi dari dalam gerobak milik Rosidah dan Sanudin.

"Mukmin ini lagi nyapu, dengar suara tangis bayi, lalu dia laporan sama Bu Lurah," tutur Eneng.

Ketika itu, Sanudin dan gerobaknya ditemukan di Jalan Susilo 1, di depan bengkel AC Mobil.

"Bu Lurah ngasih instruksi supaya kader PKK terdekat, yakni RT 004 RW 04, melihat langsung ke lokasi," jelas Eneng.

Eneng datang bersama seorang bidan puskesmas setempat yang merangkap sebagai Ketua RT 004.

"Bayinya kotor karena pasir dan tanah, ibunya juga pendarahan hebat," ungkap Eneng.

Eneng lantas membawa Rosidah dan bayinya ke Rumah Sakit Ibnu Sina, Grogol, Jakarta Barat, Senin (08/01).

"Saya langsung hubungi ibu-ibu PKK supaya nyumbang bedong, pakaian bayi dan ibunya," terang Eneng.
Selama 5 hari di rumah sakit, biaya pengobatan Rosidah ditanggung oleh Suku Dinas Sosial Jakarta Barat.

"Surat-surat saya yang urus. Dia nggak punya KTP dan KK," jelas Eneng.

Menurut Eneng, saat Rosidah dan bayinya dirawat di rumah sakit, banyak pihak yang ingin membeli bayi Rosidah.

"Banyak yang mau ngambil, bahkan mau beli, sampai Rosidah depresi," kata Eneng.

Setelah keluar dari rumah sakit, Rosidah, Sanudin dan bayinya tinggal di sebuah kontrakan di Jalan Makaliwe 1, Grogol.

"Ada donatur yang bersedia bantu bayar uang kontrakan, namanya Edi," tutur Eneng.

Kemudian, Sanudin melanjutkan pekerjaannya sebagai pemulung.

"Tanggal 5 Februari dia ke rumah, dia bilang anaknya mau dijual atau saya yang rawat, soalnya Sanudin ini udah nggak sanggup" ujar Eneng.

Eneng terpikir untuk menghubungi Suku Dinas Sosial Jakarta Barat.

Baca juga : Megap-Megap Dalam Kantung Plastik, Balita ini Dihukum Ibunya Untuk Alasan Kedisiplinan

Lalu, ia minta tolong temannya, pegawai Sudinsos untuk meminta bantuan.

"Mak Yoyo ngasih saya nomor Pak Ridwan, lalu saya hubungi beliau," kata Eneng.

Kamis pagi (08/02), Eneng dan beberapa warga setempat bertemu dengan Ridwan, Satuan Pelaksana
Sosial Kecamatan Grogol Petamburan, di Pos RW 07.

"Beliau telpon sana sini, akhirnya orang Sudinsos datang, ada enam orang," ujar Eneng.

Sekitar pukul 10.30 WIB, Kamis (08/02), Rosidah, Sanudin dan bayinya dibawa ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, Kedoya, Jakarta Barat.

Sanudin lahir di Indramayu, Jawa Barat, pada tanggal 7 Januari 1982.

Tahun 1998, ia nekat merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai pemulung.

Tahun 2001, ia dinyatakan mengidap penyakit gula, hingga beberapa jari kakinya membusuk.

"Jempol dan telunjuk kaki kiri sama telunjuk kaki kanan. Saya potong sendiri pakai pisau," ujar Sanudin.

Tahun 2013 ia menikahi Rosidah, wanita yang seprofesi dengannya.

"Dia mulung juga. Kami satu bos," jelas Sanudin.

Menurut Sanudin, Rosidah merupakan warga asli Kebon Pisang, Jelambar, Jakarta Barat.

Rosidah memiliki saudara tiri bernama Nining yang merupakan warga Jelambar.

Sedangkan Sanudin memiliki kakak perempuan di Karawang, Jawa Barat, yang bernama Ruwenah.

"Kakak saya ikut suaminya ke Karawang, punya anak tiga," terang Sanudin.

Diberitakan, bayi laki-laki dari Rosida (35), wanita yang hampir melahirkan di pinggir jalan, Grogol, Jakarta Barat, dibawa ke Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Balita Tunas Bangsa, Cipayung, Jakarta Timur.

Bayi berusia satu bulan tersebut diberi nama Taufik Hidayat.
Sebelumnya, Taufik sempat dibawa ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (8/2/2018)

Taufik terpaksa dibawa ke PSAA Balita lantaran ibunya menderita gangguan kejiwaan. Sedangkan ayahnya, Sanudin (35), memiliki penyakit gula.

"itu anak sampai dibekap mulutnya oleh sang ibu," kata Tarmizi, petugas Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, kepada Warta Kota, Jum'at (09/02).

Menurut Tarmizi, Sanudin tidak bersedia memberikan anaknya kepada negara.

"Dia hanya bersedia dititipkan saja. Jadi, sewaktu-waktu bisa jenguk dan ketemu anaknya," ujar Tarmizi.

Semoga bermanfaat....tak perlu izin jika mau dishare...

NB: 

1. Karena terlalu banyak yang mencopy copywrityng kami. Sebelum copy, izin dulu, setelah dapat izin sertakan link wajibbaca.com.

2. Kalau nggak melakukan point nomor satu INGAT DOSA.

SHARE ARTIKEL