Aturan Ketat Rokok Australia, Efektifkah?

Penulis Unknown | Ditayangkan 09 Feb 2017
Aturan Ketat Rokok Australia, Efektifkah?

Rokok memang sudah seperti uang yang bisa ditemui dimana saja dan digandrungi oleh banyak orang. Setali mata uang dengan pembuatnya, untuk memusnahkan rokok sangat sulit apalagi jika menelisik buruh yang bekerja di pabrik penghasil produk tersebut. Mungkin di Indonesia masih berusaha untuk mencari jalan keluar meminimalisir perokok. Akan tetapi bagaimana jika di luar negara kita? Seperti di negara tetangga Australia misalnya.

Tidak mudah menjadi perokok di Australia. Larangan merokok ada di mana-mana, seperti di tempat kerja dan di restoran. Namun, apakah aturan itu efektif menurunkan jumlah perokok? Untuk mempersulit kaum perokok, merokok dilarang dalam radius 10 meter dari taman bermain anak-anak dan dalam jarak empat meter dari pintu masuk gedung umum, peron kereta, antrean taksi, dan halte bus. Aturan itu semula diterapkan hanya di Negara Bagian New South Wales, namun belakangan sejumlah negara bagian mengikuti.

Baca juga : Lebih Berhati-hati, Sering Hamil Bikin Kamu Rentan Penyakit!

Kini, semua negara bagian melarang tindakan merokok di dalam kendaraan jika ada anak-anak. Bahkan sebagian besar negara bagian melarang keberadaan rokok di dalam penjara. Jumlah denda beragam, namun di beberapa tempat perokok yang ketahuan merokok di lokasi yang salah bisa didenda AUD$2.000 atau setara dengan Rp20 juta. Jumlah denda itu direncanakan akan meningkat setiap tahun sampai 2020.

Kemasan polos


Aturan ketat merokok di Australia sejalan dengan kebijakan pemerintah negara tersebut sejak lima tahun lalu untuk mewajibkan produsen rokok menjual produk mereka dalam kemasan polos tanpa merek. Iklan tembakau telah dilarang lebih lama dari itu.

Di Australia, kemasan rokok dijual dalam warna cokelat kelam, tanpa logo produsen, dan menampilkan gambar bahaya merokok yang menakutkan pada bagian depan. Kampanye anti-rokok di Australia sebenarnya bukan hal baru mengingat kampanye serupa telah dijalankan sejak era 1970-an.

Scott Walsberger, selaku kepala pengendali tembakau pada Dewan Kanker di Negara Bagian New South Wales, mengklaim iklan anti-rokok yang menunjukkan gambar bahaya merokok adalah yang paling efektif. Namun, ada kampanye anti-rokok lainnya yang mencoba menggunakan pendekatan lebih lunak, yaitu dengan menekankan imbas positif yang dialami seseorang sejak hari pertama berhenti merokok.

Pendekatan inilah yang ditempuh pencipta aplikasi interaktif bernama My Quit Buddy, yang diluncurkan 2012 lalu. Aplikasi ini menawarkan tips-tips berhenti merokok, pesan memotivasi yang rutin dikirim setiap hari, menyarankan pengalih perhatian guna mengatasi kecanduan, dan tempat untuk berbagi kisah. Aplikasi ini telah diunduh lebih dari 400.000 kali di Australia saja.

"Ini menunjukkan ke orang-orang bahwa dengan berhenti merokok selama lima hari, Anda akan mulai melihat perubahan. Anda akan punya lebih banyak uang di dompet, kulit Anda lebih cerah," ujar Paul Den, salah satu pencipta aplikasi My Quit Buddy.

Efek lanjutannya, forum komunitas orang-orang yang berhenti merokok menunjukkan kepada kaum perokok yang ingin berhenti merokok bahwa mereka tidak sendirian.

"Orang pada umumnya lebih mempercayai orang lain ketimbang pemerintah," kata Den.

Aturan Ketat Rokok Australia, Efektifkah?

Penurunan jumlah perokok


Kombinasi berbagai pendekatan ini membuat jumlah orang merokok turun hampir setengah sejak 1980, kata Henrietta Moore dari Institut Kesejahteraan Global di University College, London. Kini, jumlah perokok di Australia, menurut Moore, mencapai 13%. Jumlah itu berada di bawah rata-rata dunia sekitar 20%. Kemudian, ada pula penurunan hampir 23% orang yang dirawat di rumah sakit akibat merokok

Baca juga : Sering Merasakan Lelah? Jangan Diabaikan, Simak Penyebabnya!

Simone Dennis, seorang profesor di Australian National University, menilai budaya malu turut ambil bagian dalam menurunkan jumlah perokok. Dia mencontohkan kebijakan pembatasan wilayah untuk merokok sehingga para perokok tidak menciptakan gangguan umum.

"Jika Anda berpikir soal merokok di tempat umum, tempat-tempat itu cenderung merupakan wilayah yang dijauhi orang-orang. Dengan demikian, para perokok merasa terpinggirkan karena mereka tidak bisa menjadi warga di tempat umum dan dibatasi di 'tempat kotor'," kata Dennis.

Kini, tambahnya, merokok dilakukan orang-orang di kalangan strata rendah dalam konteks sosio-ekonomi. Dan sulit melihat bagaimana nasib mereka jika rencana pemerintah Australia menaikkan pajak tembakau sehingga sebungkus rokok dihargai AUD$ 40 atau Rp400 ribu.
SHARE ARTIKEL