Miris, Wartawan Gejala Covid-19 Meninggal, Usai Ditolak RS Rujukan

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 02 Apr 2020

Miris, Wartawan Gejala Covid-19 Meninggal, Usai Ditolak RS Rujukan

Cerita sang istri yang suaminya meninggal - Image from wajibbaca.com

"Andaikan langsung ditangani, dikasih anti biotik atau segala macam, atau alat pernapasan, mungkin tidak akan seburuk ini," katanya.

Cerita haru sang istri yang melihat kondisi suaminya sesak nafas hingga berkali-kali minta tolong. Begitu susahnya mencari rumah sakit yang pas untuk menangani pasien corona, hingga akhirnya nyawa sang suami tak tertolong. 

Seorang wartawan yang menunjukkan gejala Covid-19 meninggal dunia akibat kesulitan bernafas. Istrinya menceritakan mereka telah ditolak rumah sakit rujukan pemerintah. Rumah sakit rujukan yang menolak tersebut beralasan kapasitasnya sudah penuh, sehingga tidak bisa menerima pasien baru. 

Wartawan berinisial WD, kata istrinya, telah coba mengunjungi lima rumah sakit. Istrinya menyampaikan juga bahwa WD telah ditolak dua rumah sakit rujukan pemerintah. Keduanya adalah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto serta Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso.

Baca juga : Ketua PBNU Angkat Bicara, Soal Warga yang Tolak Jenazah Pasien Corona

Setelah ditolak, WD diterima di RSUD Kabupaten Tangerang, namun, sang istri mengatakan suaminya telah ditelantarkan sekitar lima setengah jam.

Kemudian istrinya membawa sang suami ke RS Eka di Tangerang Selatan. Namun sungguh disayangkan pria tersebut meninggal keesokan harinya.

Rekaman Suara Sang Istri yang Menceritakan Kronologi Ditolaknya RS Rujukan

Sang istri menceritakan awal mulanya kejadian penolakan rumah sakit tersebut. Awalnya, katanya, ia dan suami merasa badan mereka lemas, flu, dan tenggorokan agak sakit. Lalu mereka mengunjungi klinik kesehatan yang berada di dekat rumah. 

Pada Jumat subuh, (20/03), suaminya mengalami batuk terus-menerus. Paginya, sekitar pukul tujuh, ia dan suami menuju ke RS Sari Asih yang berada di Tangerang Selatan. 

Dokter melakukan pemeriksaan darah dan rontgen paru-paru. Hasilnya menunjukkan gejala Covid-19 sehingga mereka disarankan ke rumah sakit rujukan pemerintah yang menangani pasien Covid-19.

"Kenapa tidak bisa di sini (dirawat)? Tidak bisa karena tidak ada penanganan Covid yang harus di RS rujukan," kata perempuan berinisial DR tersebut.

Sang istri juga menceritakan perjuangannya dan suaminya untuk mendapatkan rumah sakit. Hingga bolak balik dari rumah sakit satu ke yang lainnya. 

"Lalu saya ke RSPAD dan saya bilang sudah diperiksa RS sebelumnya, saya kasih hasil labnya. Lalu mereka bilang tidak bisa karena sudah penuh. Lalu saya tanya ke mana? Dijawab, silahkan cari rumah rujukan lain. Lalu saya berangkat ke RSPI Sulianti Saroso, dan sama juga jawabannya. Itu sudah jam tiga sore.

"Karena KTP saya Tangerang, lalu saya membawa ke RSUD Kabupaten Tangerang. Suami saya masuk ruang isolasi dan cuma diperiksa suhu badan, disuruh duduk di kursi yang di tukang bakso dan bukan tidur. Lalu saya bolak-balik tanya dan dijawab 'dokter parunya belum bisa menjawab telepon ataupun WA'." jelas sang istri. 

Setelah itu, kondisi suaminya terus batuk dan semakin memburuk. Akhirnya, DR memutuskan mengeluarkan WD dari ruang isolasi. Kemudian membawanya ke RS Eka yang berada di Tangerang Selatan.

"Pasien sudah lemas dan sulit bernafas, tanpa diapa-apain lima jam, dikasih minum (obat) saja tidak. Saya masuk ruang isolasi dan sudah tidak peduli lagi lalu saya larikan ke RS Eka dan masuk UGD. Besoknya masih dikasih pertolongan pernapasan namun tidak bisa lagi," katanya.

Saat ini, DR sedang menjalani perawatan di salah satu RS rujukan karena diduga dia juga terinfeksi virus corona. Tenggorokannya terasa sedikit sakit, namun badannya tidak demam.

Ia pun sangat sedih atas perlakuan yang didapatkan suaminya, dia juga berandai-andai jika ada penanganan yang baik tentu keadaan tidak separah itu. 

"Andaikan langsung ditangani, dikasih anti biotik atau segala macam, atau alat pernapasan, mungkin tidak akan seburuk ini," katanya.

Ia pun meminta agar pemerintah untuk lebih tegas dan jelas mengenai alur rujukan ke rumah sakit, apalagi bagi orang yang kondisi kesehatannya sedang buruk. Karena bisa berakibat fatal pada yang bersangkutan. 

Ia juga mengungkapkan telah meminta pertolongan pertama untuk suaminya, namun hal tersebut ditolak. 

"Mungkin sepenuh-penuhnya RS, apapun itu, ya pertolongan pertama musti diberikan. Saya sudah mohon-mohon kasih pertolongan pertama dulu, namun ditolak," katanya.

Istrinya juga mengungkapkan banyak orang yang ditolak seperti dirinya padahal kondisi yang dihadapi sedang sangat buruk. Bahkan dia juga menyampaikan kondisi memperburuk bisa dalam hitungan menit saja. 

"Banyak orang seperti kami ditolak di beberapa kali rumah sakit rujukan padahal posisinya sedang terpapar virus, dan hitungan menit pemburukannya. Bayangkan tidak bisa bernapas," katanya.

Sampai saat ini, pihak RSPAD Gatot Subroto dan RSPI Sulianto Saroso belum memberikan tanggapan atas klaim DR, istri wartawan berinisial WD yang telah meninggal dunia tersebut. 

Oleh sebab itu, ayo kita hindari keluar rumah dan berpergian yang tidak penting. Sebab ancaman corona bukan main-main. Melainkan nyata. 

Tetap di rumah artinya menjaga agar diri kita terhindar dari infeksi corona serta melindungi orang lain. Baik keluarga, kerabat, maupun masyarakat di luar sana. 

SHARE ARTIKEL