Ilustrasi 7 bulanan - Image from id.pinterest.com
Ritual dan Hukum Syariat dalam Acara 7 Bulanan Adat Jawa - Ketahui lebih lanjut mengenai tradisi 7 bulanan disini.
Pada masa kehamilan, pada umumnya masyarakat Jawa melakukan beberapa syukuran, salah satunya yaitu syukuran 7 bulanan atau yang sering disebut sebagai mitoni (hamil 7 bulan).
Lalu haruskah melaksanakannya? Dan bagaimana pandangan agama Islam tentang acara tersebut? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Umumnya, syukuran 7 bulanan bayi merupakan acara selamatan yang bertujuan untuk menolak bala dan memohon keselamatan bagi anak yang sedang dikandung sekaligus Ibu yang mengandung. Selain Mitoni, tradisi ini juga disebut dengan Tingkeban.
Bun, sebelum Anda melaksanakan acara 7 bulanan, Anda harus tahu dulu kapan waktu yang tepat dan apa yang menjadi dasar diadakannya acara tersebut.
7 bulanan berapa minggu, sih? Nah, umumnya acara ini diadakan ketika kandungan menginjak usia 29-32 minggu, atau menginjak trimester ketiga.
Pada usia kehamilan itu, si Kecil di dalam kandungan mengalami banyak perkembangan yang lebih pesat dari pada usia 4 bulan, karena usia kandungan 7 bulan merupakan usia persiapan awal menuju ke proses kelahiran. Adapun perkembangan yang dialami si Kecil antara lain:
Nah, dengan banyaknya perkembangan dan pertumbuhan penting yang dialami oleh si Kecil pada usia 7 bulan kehamilan ini, maka syukuran 7 bulan dilakukan untuk mendoakan kesehatan dan keselamatan Ibu hamil beserta bayi.
Selain itu, kandungan yang menginjak usia 7 bulan juga memiliki pantangan tersendiri bagi sang Ibu dan ayah biologisnya, baik secara syariat agama maupun secara adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
Ilustrasi ritual 7 bulanan - Image from id.pinterest.com
Apa aja sih, susunan acara dalam 7 bulanan anak? Nah, berikut 4 prosesi yang biasa dilakukan dalam acara mitoni:
Oh iya, jika mitoni untuk calon Ibu yang akan mempunyai anak pertama dilakukan dengan tambahan siraman, maka acara mitoni atau acara 7 bulanan anak kedua dan seterusnya hanya dilakukan dengan prosesi selamatan kenduri saja.
Baca Juga :
1. 200+ Referensi Nama Anak Perempuan Jawa Modern
2. 6 Arti Mimpi Melahirkan Anak Perempuan Padahal Belum Menikah
3. 9 Tanda Bayi Sehat Dalam Kandungan, Bunda Wajib Tahu!
Meskipun 7 bulanan merupakan adat turun temurun, namun tetap saja acara ini menjadi perdebatan bagi beberapa ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada pula yang tidak, hal ini karena adanya indikasi bid’ah dari ritual-ritual yang dilakukan selama prosesi 7 bulanan.
Persoalan mengenai ibadah dan adat istiadat ini telah dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah, beliau berkata bahwasanya:
“Pada asalnya ibadah itu tidak disyariatkan untuk mengerjakannya kecuali apa yang telah disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan adat itu pada asalnya tidak dilarang untuk mengerjakannya kecuali apa yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa yang wajib dilakukan sebagai ibadah adalah hal-hal yang memang jelas telah disyariatkan dalam agama Islam.
Sedangkan untuk kegiatan yang termasuk adat istiadat yang secara turun temurun terjaga dalam suatu masyarakat, hukumnya adalah boleh-boleh saja, selama kegiatan tersebut tidak melanggar syariat yang ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Dalam hal ini, Imam Asy- Syafi’i menjelaskan bahwa:
“Hal-hal yang baru yang menyalahi Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ (kesepakatan ulama), atau atsar maka itu bid’ah yang menyesatkan. Sedangkan suatu hal yang baru yang tidak menyalahi salah satu dari keempatnya maka itu (bid’ah) yang terpuji.”
Jadi, semua kembali dan tergantung pada niat serta tujuan apa yang kita miliki untuk melaksanakan acara syukuran 7 bulanan tersebut. Apakah sebagai suatu keharusan karena cemas akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada calon bayi dan Ibu yang mengandungnya.
Atau sebagai salah satu upaya untuk memperbanyak doa dan sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar dengan cara mengadakan syukuran dan menjamu mereka dengan makanan dan minuman.
Dalam agama Islam, acara syukuran atau peringatan memang bukanlah hal yang wajib. Akan tetapi, acara yang dilakukan dengan mewah dan menghambur-hamburkan uang juga tidak diperbolehkan dalam Islam.
Oleh karena itu, sebaiknya adakan acara 7 bulanan sederhana, jangan yang terlalu mewah, apalagi jika niatnya adalah sebagai ajang menyombongkan diri bahwa Anda mampu dan kaya untuk membagikan banyak makanan kepada tetangga sekitar.
Namun, perihal membagi-bagikan makanan kepada para tamu undangan ini menurut Madzhab Syafi’i adalah sunnah, selama hal tersebut diniatkan untuk menunjukkan rasa syukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan sebagai bentuk bersedekah kepada saudara atau para tamu undangan.
Yang mana dalam proses acara tersebut, juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling mempererat tali silaturahmi antar tamu undangan.
Nah, mengenai hal ini, Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Lau du’iitu ila kuraa la ajabtu
Artinya:
“Seandainya aku diundang untuk jamuan makan sebesar satu paha belakang (kambing), pasti akan aku penuhi” (HR. Bukhari)
Selain itu, acara syukuran 7 bulanan yang memberikan suguhan kepada para tamu undangan juga termasuk sedekah, yang mana perihal sedekah tersebut adalah ibadah yang sangat besar pahalanya.
Demikianlah penjelasan tentang acara 7 bulanan ini. Semoga bermanfaat.