Gejala Difteri: Ciri-ciri, Penyebab & Cara Mengobatinya (youtube.com)
Ditetapkannya penyakit difteri sebagai kejadian luar biasa 2017 ini membuat semua orang mawas.
Namun, sudahkah kita benar-benar mengenali penyakit difteri yang mematikan ini?
Apa itu difteri? Difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat memengaruhi kulit.
Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf.
Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa.
Difteri umumnya terjadi pada mereka yang tidak memiliki gizi baik, hidup di lingkungan kotor, dan tidak memiliki riwayat imunisasi yang lengkap dan kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan usia berapapun.
Menurut World Health Organization (WHO), tercatat ada 7.097 kasus difteri yang dilaporkan di seluruh dunia pada tahun 2016. Di antara angka tersebut, Indonesia turut menyumbang 342 kasus.
Sejak tahun 2011, kejadian luar biasa (KLB) untuk kasus difteri menjadi masalah di Indonesia. Tercatat 3.353 kasus difteri dilaporkan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 dan angka ini menempatkan Indonesia menjadi urutan ke-2 setelah India dengan jumlah kasus difteri terbanyak. Dari 3.353 orang yang menderita difteri, dan 110 di antaranya meninggal dunia.
Luar biasanya lagi, pemerintah Indonesia kembali menetapkan penyakit difteri sebagai kejadian luar biasa 2017. Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap.
Oleh karena itu, mengenali gejala Difteri, penyebab serta cara penangannya secara dini sangatlah penting bagi kita dan keluarga.
tribunnews.com
Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi.
Namun secara umum berikut gejal difteri yang biasanya terjadi pada orang dewasa dan anak-anak maupun balita;
Ciri-ciri gejala difteri pada orang dewasa meliputi:
Gejala difteri lainnya yang biasa terjadi pada anak maupun balita adalah:
Komplikasi yang dapat disebabkan difteri sangat berbahaya. Termasuk peradangan pada otot dan katup jantung, gangguan irama jantung, hingga saluran pernapasan tertutup oleh selaput di tenggorokan yang dapat mengancam nyawa.
Ada banyak faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena difteri, yaitu:
Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.
Baca Juga: Terlambat Atasi Difteri Sebabkan Kematian, Manfaatkan 4 Bahan Alami Ampuh Menyembuhkannya
Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri.
Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu.
Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri difteri dalam aliran darah. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Sementara itu, pemberian antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter akan mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Apabila terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita difteri dengan gejala ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.
Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
Imunisasi difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapat 3 kali imunisasi DTP.
Selain anak, vaksinasi difteri untuk orang dewasa juga sebaiknya tetap dilakukan. Mengingat sebagian besar kasus difteri dewasa terjadi pada orang yang belum pernah menerima vaksin sama sekali.
Yang perlu diketahui, vaksin difteri hanya bertahan selama 10 tahun, jadi anak Anda perlu vaksinasi lagi sekitar usia 12 tahun. Untuk orang dewasa, disarankan agar Anda mendapat booster difteri, tetanus dan pertusis (DPT) sebanyak satu kali. Kemudian mengulang vaksin difteri tetanus (DT) setiap 10 tahun.
Difteri termasuk kondisi serius dan perlu segera mendapat penanganan dokter. Jangan biarkan gejala berlarut-larut, agar tidak terjadi komplikasi difteri yang berbahaya. Demikian, semoga bermanfaat.