sukarni via erwinedwar.comBerbicara mengenai proses proklamasi kemerdekaan, niscaya tidak memungkiri peran Sukarni Kartodiwirjo. Siapa yang tidak tahu Sukarni pemuda di balik proklamasi? Inilah kisahnya.
Sebagai tokoh bangsa, sosok
Sukarni sangat lekat dengan peristiwa
Rengasdengklok. Ia termasuk dari tokoh muda kala itu, yang mendesak
Soekarno-Hatta untuk lekas
memproklamirkan kemerdekaan.
Kehadiran
Sukarni dalam pentas sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia sebenarnya sudah cukup lama, dimulai tahun 1937 ketika ia memimpin
Partai Indonesia Muda. Namun peristiwa
Rengasdengklok tetaplah mengagetkan banyak pihak.
Masa Kecil dan Remaja
ilustrasi sukarni via miftakhulhuda.wordpress.com
Lahir dengan nama
Sukarni Kartodiwirjo,
14 Juli 1916 di desa Sumberdiren Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, dari pasangan
Kartodiwirjo dan Supiah.
Sukarni adalah anak kelima dari sepuluh bersaudara.
Ayahnya,
Kartodiwirjo adalah pemilik jagal sapi, yang menjual daging di pasar Garum, yang masih keturunan
Eyang Onggomerto, salah satu prajurit Pangeran Diponegoro. Sehingga, dibandingkan pribumi lain kala itu, kehidupan
Sukarni terbilang berkecukupan.
Menurut Ki Purwanto, Budayawan Blitar, eyang Onggomerto lebih dikenal sebagai tabib, karena selain bagian dari Laskar Diponegoro, Eyang Onggomerto juga memiliki keahlian dalam bidang pengobatan, terutama mengobati prajurit yang terluka karena perang.
Sejak masih SR (Sekolah Rakyat) sampai MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) atau setingkat Sekolah Menengah,
Sukarni memang sering membuat masalah dengan Belanda, termasuk seringnya mengajak bertengkar anak-anak Belanda.
Pernah ia menantang duel anak-anak Belanda di dekat Kebun raya Blitar (sekarang Kebonrojo), dan pihak yang kalah harus diceburkan ke kolam dekat mereka duel tersebut. Karena terus berulah,
Sukarni kemudian dikeluarkan dari MULO.
Keluar dari MULO, ia kemudian disekolahkan ke Yogyakarta. Disana Ia dididik oleh seorang guru bernama Moh. Anwar, pendiri Mardisiswo dari Banyumas, yang juga tokoh Pergerakan nasional.
Mardisiswo adalah sebuah lembaga Pendidikan semacam Taman Siswa kala itu, yang mengajarkan tentang nasionalisme dan kebangsaan.
Di usia yang masih belasan tahun ia bergabung dalam sebuah
Partai Politik bernama Partindo (Partai Indonesia) dan atas rekomendasi
Ibu Sukarmini (atau lebih dikenal dengan nama Ibu Wardoyo) dikirim ke Bandung untuk mengikuti kursus
Perkaderan Politik. Disinilah ia bertemu dengan
Soekarno yang kala itu menjadi mentor.
Di Bandung, selain mengikuti Perkaderan Politik,
Sukarni juga sekolah Jurnalistik di Universitas Rakyat. Dari sinilah wawasan Kejurnalistikannya terasah, sehingga pada kemudian hari bekerja di Lembaga berita Antara bersama Adam Malik, dkk.
Di Bandung,
Sukarni indekos di rumah Bu Inggit, Istri Soekarno. Menurut Kiswoto, keponakan
Sukarni, sebenarnya antara Bung Karno dan Bung Karni tidak memiliki hubungan kekerabatan. Hanya karena kedekatan keluarga Pak Karto dengan Ibu Wardoyo kala itu.
Hubungan
Sukarno dan Sukarni pun akhirnya nampak unik, mungkin karena sama-sama putra Blitar dan sekaligus memiliki nama yang hampir serupa.
Dalam kursus perkaderan politik ini pula,
Sukarni berkenalan dengan teman sejawat yang kemudian juga dikenal sebagai tokoh pergerakan Indonesia seperti Wikana, Asmara Adi, dan SK Trimurti.
Sekembalinya dari Bandung, ia mendirikan Organisasi Persatuan Pemuda Kita yang masih satu jaringan dengan Indonesia Muda. Indonesia Muda adalah organisasi kepemudaan yang menyebar ke berbagai daerah, termasuk di Blitar waktu itu. Organisasi ini mendidik anak-anak muda tentang pentingnya nasionalisme, yang salah satu gerakannya menentang pemerintahan kolonial Belanda.
Karena namanya sudah dikenal secara luas,
Sukarni yang kala itu menjadi Ketua Cabang Indonesia Muda Blitar, pada tahun 1935 berhasil menjadi Ketua Pengurus Besar Indonesia Muda (PBIM).
Masa Perjuangan Menghadapi Pemerintahan Kolonial
ilustrasi perjuangan sukarni via kirisosial.blogspot.com
Karena masifnya gerakan Indonesia Muda, maka Belanda pun menjadi resah dan terus memantau aktivitasnya. Sampai pada tahun 1936,
Politieke Inlichtingen Dienst (PID) bentukan Belanda melakukan penggrebekan di kantor PBIM, karena dianggap membahayakan.
Informasi penggrebekan tersebut sudah diketahui
Sukarni sebelumnya, sehingga ia bisa melarikan diri. Sampai pada masa terakhir kekuasaan Belanda,
Sukarni hidup dalam pelarian. Mulanya ia lari ke Kediri, lalu ke Banyuwangi dan kemudian menyebrang ke Kalimantan.
Sayang ia tertangkap di Balikpapan dan dipenjara di Samarinda tahun 1941. Pengadilan kemudian memutuskan ia dibuang ke Boven Digul, Papua. Namun dalam masa tunggu ia dipenjara di Garut, Jawa Barat. Belum sampai dieksekusi ke Boven Digul, kekuasaan Belanda jatuh ke tangan Jepang dan
Sukarni kemudian dibebaskan.
Meski begitu, keinginan besar
Sukarni agar negara Indonesia merdeka tidak pernah surut, apalagi setelah tahu betapa kejamnya Pemerintahan kolonial Jepang. Setelah bebas, ia bekerja di kantor berita antara yang didirikan Adam Malik. Sebelumnya, ia juga sempat bekerja di Sendenbu (departemen propaganda) Pada masa itulah ia berkenalan dengan Tan Malaka, tokoh pergerakan yang sangat mempengaruhi alam berfikirnya.
Aktivitasnya di dunia pergerakan juga terus bergelora. Pada tahun 1943, bersama
Chaerul Shaleh ia memimpin Asrama Pemuda di Menteng 31. Tempat ini kemudian menjadi salah satu basis pergerakan anak muda kala itu, dan melahirkan banyak tokoh penting angkatan 45. Tempat itu sekarang bernama gedung joeang.
Jepang pun memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia, dengan membentuk BPUPKI, yang merupakan hasil dari kongres pemuda seluruh Jawa pada 16 Mei 1945 yang diprakarsai Angkatan Muda Indonesia. Kongres tersebut melahirkan dua resolusi yaitu mempersatukan pemuda di bawah pimpinan nasional dan mempercepat proklamasi kemerdekaan.
Namun kubu
Sukarni nampak tidak puas karena masih ada campur tangan pihak Jepang. Hal tersebut didukung oleh dua kawannya, Harsono Tjokroaminoto yang juga putra H.O.S Tjokroaminoto dan Chaerul Shaleh. Mereka pun menyiapkan gerakan muda tandingan melalui pertemuan rahasia 3 dan 15 Juni 1945, yang mana pada pertemuan ini dibentuklah Gerakan Angkatan Baru Indonesia.
Gerakan tersebut berjumlah 80 orang dari berbagai unsur, termasuk dari pihak Jepang, golongan Cina, Arab dan Peranakan Eropa. Tanpa sepengetahuan golongan tua dan BPUPKI, mereka melakukan berbagai kampanye dan propaganda agar kemerdekaan Indonesia sepenuhnya lepas dari campur tangan Jepang.
Sementara itu, kekuatan militer Jepang semakin melemah karena
perang dunia II. Disatu sisi pihak Indonesia, terutama BPUPKI terus mendesak agar ada perundingan lebih lanjut soal
Proklamasi Kemerdekaan. Namun justru Jepang membubarkan
BPUPKI dan menggantinya dengan
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal
7 Agustus 1945 yang diketuai oleh
Soekarno, sementara Hatta sebagai wakil dan
Ahmad Subarjo sebagai Penasehat.
Golongan muda semakin tak percaya dengan Jepang dan terus melakukan gerakan yang radikal. Apalagi setelah
Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto mengatakan bahwa PPKI juga dipilih oleh Jenderal Besar Terauci, sehingga Soekarno-Hatta diundang ke Dalat Vietnam Selatan untuk pengangkatan.
ilustrasi ppki via sumbersejarah1.blogspot.comKeinginan kaum muda itu semakin berkobar setelah tahu bahwa Jepang kalah dalam
perang dunia II dan menyerah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945. Sementara
Soekarno-Hatta baru kembali dari Vietnam dan belum mengetahui kabar tersebut.
Kaum muda pimpinan
Sukarni, didukung oleh pergerakan bawah tanah pimpinan
Sutan Syahrir, kemudian mendesak agar Proklamasi dipercepat, sebelum Indonesia dikuasai oleh sekutu yaitu Inggris dan Amerika. Hal ini berkaca pada pengalaman ketika Belanda kalah dari Jepang dan dengan cepat Indonesia dikuasai Jepang, meskipun taktik Jepang waktu itu sebagai suadara tua.
Golongan muda pun mengutus
Wikana dan Darwis untuk menyampaikan hal tersebut kepada Soekarno-Hatta. Sekitar pukul 22.30 keduanya menemui
Soekarno. Disana ada Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subarjo dan Iwa Kusumaningrat.
Golongan muda mendesak malam itu juga lekas diadakan
Proklamasi, namun golongan tua menolak, karena besok harinya baru akan diadakan rapat PPKI.
Menurut Ki Purwanto, kala itu terjadi ketegangan antara golongan tua, terutama tim
PPKI dengan golongan muda. Bahkan
Wikana mengancam akan terjadi pertumpahan darah, namun
Soekarno justru menantang dan menyerahkan lehernya jika ingin menghabisinya.
Golongan muda ingin Indonesia lekas merdeka tanpa campur tangan Jepang, sementara golongan tua anggota PPKI yang diketuai Soekarno tetap ingin menghormati hasil perundingan dengan pihak Jepang. Sehingga rapat bersama tanggal 16 Agustus tersebut perlu diadakan.
Karena mengalami kebuntuan, dan khawatir
PPKI akan dicurangi Jepang, maka golongan muda melakukan tindakan sangat radikal dengan menculik
Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya untuk mengamankan
Soekarno-Hatta dan agar terhindar bisikan dari Jepang untuk menunda
Proklamasi.
Masih menurut
Ki Purwanto, tindakan ini sengaja dilakukan untuk memecah suara PPKI atau agar rapat PPKI tidak bisa berjalan. Shudanco Singgih mendapatkan tugas “penculikan” tersebut dibantu oleh Cudanco Latief Hendraningrat yang kala itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang juga merupakan anggota PPKI.
Pertemuan PPKI pun tanpa dihadiri oleh Soekarno-Hatta, sehingga membuat anggota lain bertanya-tanya. PPKI kemudian diwakili oleh
Ahmad Subarjo dan meminta kaum muda agar memulangkan Soekarno-Hatta, namun golongan muda menolak, sampai Ahmad Subarjo kemudian menegaskan, bahkan mempertaruhkan nyawanya bahwa Proklamasi akan dilaksanakan selambat-lambatnya besok pukul 12.00.
Karena jaminan tersebut
Soekarno-Hatta pun dikembalikan ke Jakarta dan hari itu juga Proklamasi dipersiapkan, salah satu yang paling penting adalah naskah proklamasi. Soekarno ingin semua yang terlibat menandatangani naskah tersebut, namun
Sukarni memberi usul cukup diwakilkan
Soekarno-Hatta saja.
Soekarno sempat menolak sampai akhirnya forum menyepakati hal tersebut. Setelah itu, Soekarno-Hatta pun memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dimana
Soekarno-Hatta mewakili bangsa Indonesia, sebagaimana usul dari
Sukarni.
Kiprah Pasca Kemerdekaan
ilustrasi pasca kemerdekaan via wajibbaca.com
Peran penting
Sukarni selepas kemerdekaan antara lain membentuk
Comite van aksi sehari setelah kemerdekaan yang bertujuan mengabarkan kemerdekaan ke seluruh pelosok Indonesia. Melalui jaringannya di kalangan pemuda, dibentuklah
Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan karena sebagian besar rakyat Indonesia kala itu sebagai buruh, maka dibentuk pula
Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang kemudian melahirkan
Laskar Buruh dan Laskar Buruh Wanita.
Pada 3 September 1945, ia menginisiasi pengambilalih jawatan Kereta Api, bengkel manggarai, stasiun-stasiun kereta api, angkutan umum, dan stasiun radio yang sebelumnya dikuasahi oleh Jepang, sehingga fasilitas publik tersebut menjadi milik
Republik Indonesia.
Ia juga salah satu aktor yang menggelar rapat raksasa di
lapangan Ikada yang dihadiri ribuan warga. Rapat ini terjadi 19 September 1945, sebagai bentuk dukungan rakyat terhadap kemerdekaan sekaligus menunjukkan ke dunia International bahwa Indonesia telah sah sebagai negara yang merdeka.
Tahun 1946
Sukarni terpilih menjadi anggota
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) dibawah Tan Malaka, yang mana ia sangat keras menentang perundingan antara RI dengan Belanda. Karena sikapnya inilah ia dipenjara, meski tidak berlangsung lama.
Setelah kemerdekaan,
Sukarni beberapa kali pulang ke kampung halamannya di Blitar. Menurut keponakannya, Kiswanto, yang juga putra dari
Suparti, adik kandung
Sukarni,
Sukarni biasanya pulang pada hari raya idul fitri. Kegiatan yang pasti dilakukan ketika pulang adalah berziarah ke makam orang tuanya, yang berjarak sekitar 3,5 kilometer dari rumahnya.
Waktu itu
Kiswanto masih kecil dan sering menemani
Sukarni berziarah ke makam orang tua. Yang menarik,
Sukarni lebih memilih jalan kaki, sembari membawa sembako atau uang untuk dibagikan kepada warga yang kurang mampu ketika bertemu di jalan.
Pada awal kemerdekaan, setiap kali pulang ke Blitar
Sukarni masih sering diincar Belanda yang kala itu berhasrat untuk menguasahi kembali. Karena itu
Sukarni tidak pernah tenang, dan harus bersembunyi. Kalau di Blitar,
Sukarni sering menepi di lereng gunung kelud untuk menghindari Belanda.
Ketika bersembunyi tersebut,
Sukarni sering mendapati penjual minyak tanah yang dipanggul dan lalu menjualkannya, sementara pemiliknya diminta mengikuti dari belakang. Tak hanya penjual tanah, begitu pun dengan penjual klotong. Dahulu banyak yang berjualan dengan cara dipanggul lalu berkeliling jalan kaki.
Selain itu, hal yang selalu dirindukan
Sukarni tiap kali pulang ke Blitar adalah pecel. Ia selalu meminta keponakannya untuk membelikan pecel sebagai menu sarapan pagi. Hal-hal unik inilah yang selalu dikenang Kiswanto, tiap kali mengingat sosok Pamannya tersebut.
ilustrasi partai murba via republika.co.idHubungan dekatnya dengan
Tan Malaka kemudian membuahkan sebuah gagasan bersama untuk mendirikan Partai Politik yang disebut
Partai Murba (Musyawarah rakyat banyak) tahun 1948. Tokoh lain yang juga terlibat pendirian partai ini adalah
Adam Malik dan Chaerul Shaleh. Namun Tan Malaka menghilang 3 bulan setelah Partai berdiri, yang konon ditembak mati di Kediri.
Sementara
Sukarni duduk sebagai ketua Umum.
Partai Murba mengikuti dua kali Pemilu di tahun 1955 dan 1971. Partai Murba termasuk salah satu yang menentang PKI waktu itu, dan berselisih paham tentang peristiwa 1926/1927 sejak era Muso. Bahkan Tan Malaka pernah terlibat perdebatan sengit dengan Muso.
Ki Purwanto menjelaskan, meski sama-sama berhaluan Sosialis, namun
Partai Murba dan juga Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Sutan Syahrir lebih bercorak humanis. Sementara PKI sangat ekstrem, sampai hendak mempersenjatai para buruh dan petani.
Karir politiknya berlanjut, setelah pada pemilu 1955 ia terpilih menjadi anggota
Dewan Konstituante, lalu menjadi diplomat sebagai duta besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia dari tahun 1961-1964. Salah satu keberhasilan
Sukarni sebagai dubes adalah meyakinkan Tiongkok untuk mengakui Irian barat sebagai bagian dari NKRI.
Suhu politik memanas ketika
Sukarni kembali ke Indonesia. Waktu itu ia melihat betapa kuatnya PKI dan betapa condongnya Soekarno kepada Partai yang dipimpin
D.N Aidit tersebut.
Sukarni kemudian menemui Soekarno di Istana Bogor dan memperingatkan agar Soekarno jangan terlalu dekat dengan PKI.
Ternyata Soekarno tidak berkenan, Partai Murba bersama Partai lain termasuk diantaranya
Masyumi dan PSI, dibekukan dan tokoh-tokohnya dipenjara termasuk
Sukarni. Selama sisa kekuasaan Soekarno,
Sukarni mendekam di penjara dan baru dibebaskan setelah gejolak 1965 mereda.
Namun menurut
Dr. Emalia, yang juga anak bungsu
Sukarni, ketika di Bui itulah
Sukarni justru selamat dari penculikan yang ditengarai dilakukan oleh PKI. Waktu itu ada dua tentara
Tjakrabirawa yang hendak menjemput
Sukarni di dalam penjara, namun gagal karena penjagaan dari Polisi militer.
Pada waktu itu sosok
Sukarni tentu sangat penting karena ia pernah mejabat sebagai duta besar untuk Tiongkok, yang merupakan salah satu negara komunis terbesar di dunia setelah
Uni Soviet. Tentu
Sukarni memiliki banyak informasi terkait gerakan Komunis global.
Partai Murba pun direhabilitasi kembali, dan
Sukarni diangkat menjadi
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai penasehat Presiden Soeharto pada 1967. Ki Purwanto menjelaskan, diangkatnya
Sukarni menjadi DPA, selain karena kedekatannya dengan Adam Malik yang saat itu mejabat Wakil Presiden, juga karena
Sukarni menjadi salah satu deklarator fusi partai politik.
Di tahun tersebut,
Sukarni kehilangan istri tercinta,
Nursjiar Machmoed. Perempuan minang tersebut meninggalkan
Sukarni dan lima orang anak.
Sukarni sendiri meninggal di usia 54 tahun pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Menurut informasi dari keluarga,
Sukarni meninggal karena serangan jantung.
Pada tanggal 7 November 2014,
Sukarni mendapatkan gelar
Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo sebagai tokoh pejuang
kemerdekaan Republik Indonesia. Tentu nama
Sukarni sangat layak mendapatkan gelar ini, mengingat kiprahnya dalam mendidik anak-anak muda, serta sumbangsihnya dalam mengabarkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Itulah kisah
Sukarni yang dapat kami dibagikan. Semoga artikel di atas bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi Anda para pembaca.