Kesimpulan bahwa yang dimaksud haji mabrur adalah haji yang diterima dan diridhai oleh Allah swt. karena ibadah hajinya telah dilakukan dengan baik dan benar serta dengan bekal yang halal, suci dan bersih.
Meskipun pada hakikatnya, bahwa hanya Allah-lah yang menentukan dan mengetahui apakah diterima dan tidaknya haji yang kita tunaikan. Namun melalui penjelasan yang bersumber dari Rasulullah saw.telah dijelaskan kriteria untuk mencapainya, antara lain:
1. Niat Lurus
Tunaikanlah ibadah haji dengan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat yang ikhlas karena Allah swt. Kedudukan niat dalam setiap ibadah dalam Islam menempati posisi yang sangat penting, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah ibadah yang kita yang tunaikan.
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ
Artinya :
“Dan tidaklah mereka disuruh kecuali melainkan untuk menyembah Allah SWT dan mengikhlaskan agama (semata-mata) karena Allah.” (QS. Al-Bayyinah: 5).
Penegasan niat di atas dikuatkan lagi oleh Rasulullah saw. yang dijelaskan dalam sabdanya: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya itu.” (Muttafaq’ Alaihi).
2. Rezeki Halal
Segala biaya dan nafkah yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji haruslah benar-benar bersumber dari yang halal. Rasulullah saw. bersabda:
” Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya, “Labbaikallaahumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkata penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka penyeru dari langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima.” (HR. Tabrani).
3. Mencontoh Manasik Rasulullah saw.
Melakukan manasik hajinya dengan meneladani dan mempedomani manasik haji Rasulullah saw. Ini sudah pasti dan dapat dipahami, karena ibadah haji merupakan ibadah mahdhah yang cara pelaksanaanya mutlak harus mempedomani Rasulullah saw.sebagaimana sabdanya:
“Hendaklah kamu mengambil manasik hajimu dari aku.” (HR. Muslim).
4. Menjaga Lisan
Hendaknya ia menjauhi rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman:
فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
Artinya :
"Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197). (Lihat Syarh Riyâdus Shâlihin oleh Syaikh Ibnu Utsaimin 3/113).
5. Membawa Perbaikan
Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu memperbaiki akhlak dan tingkah laku. Sesudah kembali dari tanah suci. maka itu semua menjadi sarana untuk merefungsionalisasikan tujuan hidup kita agar kembali kepada fitrah yang sebenarnya, yakni menjadi manusia yang memiliki akhlak yang terpuji. Kita harus mengingat bahwa tujuan ibadah dalam Islam, tidak terkecuali ibadah haji adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Hadits Tentang Haji Mabrur
Predikat haji mabrur seperti halnya pahala, hanya Allah swt.yang tahu. Tak ada sertifikat tertulis yang dapat ditunjukkan sebagai bukti keberhasilan meraih “haji mabrur” seperti secarik kertas ijazah pada lembaga-lembaga pendidikan. Namun Informasi dari sumber-sumber agama Islam telah menyebut beberapa indikator kemabruran ibadah haji seseorang, diantaranya:
1. Amalan Paling Utama
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullullah Sallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang amalan apa yang paling utama? Beliau menjawab : ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian beliau ditanya kembali, ‘Setelah itu apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Jihad fi Sabilillah.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Lalu apa lagi? Beliau menjawab, ‘Haji mabrur.’ (HR. Al-Bukhari 1519, Muslim 83).
2. Tanda Mabrur
Dalam sebuah hadisnya Rasulullah Saw bersabada: “dari Jabir r.a., dari Nabi Muhammad Saw berkata, “haji yang mabrur tiada balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasul?” Rasul bersabda, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”. (HR. Ahmad dan Thabraniy, dan lainnya). Imam Nawawi dalam kitabnya “al-Idhah fi Manasik al-hajj wal Umrah” menegaskan: Haji yang mabrur adalah yang mengantarkan pelakunya kepada perubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. (terutama peningkatan ibadah).
3. Penghapus Dosa
Ibadah haji sebagai penghapus dosa, berdasarkan hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Barangsiapa yang mengerjakan ibadah haji dan dia tidak melakukan jima' dan tidak pula melakukan perbuatan dosa, dia akan kembali dari dosa-dosanya seperti pada hari ketika ia dilahirkan ibunya."(HR. Al-Bukhari, Muslim, an-Nasa-i, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
4. Jihad Bagi Wanita dan Kaum Lemah
Haji adalah jihad bagi para wanita dan setiap orang yang lemah, berdasarkan hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ ، قُلْتُ: يَارَسُوْلَ الله نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ اْلأَعْمَالِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ ؟ فَقَالَ: لَكُنَّ أَفْضَلُ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
"Dari 'Aisyah r.a.,ia berkata, aku bertutur: 'Ya Rasulullah kami melihat bahwasanya berjihad adalah amal ibadah yang paling utama, apakah kami (para wanita, -pent) tidak berjihad? Maka beliau bersabda: 'Bagi kalian (kaum wanita,-Pent), jihad yang paling utama adalah haji mabrur'."
Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah, 'Aisyah berkata :
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ عَلَى النِّسَاءِ مِنْ جِهَادٍ؟ قَالَ: (عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيْهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ)
"Aku bertutur: 'Ya Rasulullah, apakah ada kewajiban berjihad bagi kaum wanita?' Beliau berkata: 'Bagi wanita adalah jihad yang tidak ada peperangan padanya (yaitu) haji dan umrah.'" (Dishahihkan oleh al-Albani, lihat Shahih at-Targhiib No. 1099).
Dan dari Abu Hurairah r.a. , dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , beliau bersabda :
جِهَادُ الْكَبِيْرِ وَالضَّعِيْفِ وَالْمَرْأَةِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ
"Jihad orang yang tua, orang yang lemah dan wanita adalah haji dan umrah."
7. Makbul Do'anya
Orang yang melaksanakan haji dan umrah adalah tamu Allah, dan permohonan mereka dikabulkan, berdasarkan hadits 'Abdullah Ibnu 'Umar Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
الْغَازِي فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللهِ ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ وَسَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ
"Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang haji dan orang yang umrah, adalah tamu Allah. Dia memanggil mereka, maka mereka pun menjawab (panggilan)-Nya dan mereka memohon kepada-Nya. Dia-pun memberikan permohonan mereka."
8. Keutamaan Perjalanan Haji
Keutamaan orang yang mati dalam perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji, dan keutamaan orang yang mati dalam keadaan berihram (di tengah pelaksanaan ibadah haji dan/atau umrah) Semuanya termaktub dalam hadits-hadits dibawah ini :
a. Dari 'Abdullah bin 'Umar r.a.u ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda :
مَاتَرْفَعُ إِبِلُ الْحَجِّ رِجْلاً ، وَلاَ يَدًا إِلاَّ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً أَوْ رَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
"Tidaklah unta (yang dikendarai) seseorang yang melaksanakan haji mengangkat kaki(nya) dan tidak pula meletakkan tangan(nya) melainkan Allah mencatat bagi orang itu satu kebaikan atau menghapus darinya satu kejelekan atau mengangkatnya satu derajat."
b. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda :
مَنْ خَرَجَ حَاجًّا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْحاَجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ خَرَجَ مُعْتَمِرًا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْمُعْتَمِرِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ خَرَجَ غَازِيًا فَمَاتَ كُتِبَ لَهُ أَجْرُ الْغَازِى إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Barangsiapa keluar dalam melaksanakan haji lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang haji hingga hari Kiamat. Barangsiapa keluar dalam melaksanakan umrah lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang yang melaksanakan umrah sampai hari Kiamat, dan barangsiapa keluar dalam berperang di jalan Allah lalu ia mati, niscaya dicatat baginya pahala seorang yang berperang di jalan Allah sampai hari Kiamat."
c. Dari 'Abdullah Ibnu 'Abbas Radhiallaahuanhu, ia berkata:
بَيْنَمَا رَجُلٌ وَاقِفٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ بِعَرَفَةَ إِذْ وَقَعَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَأَقْعَصَتْهُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ( اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ بِثَوْبَيْهِ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ وَلاَ تُحَنِّطُوْهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَلَبِّيًا )
"Tatkala seseorang sedang wukuf bersama Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam di padang 'Arafah, tiba-tiba ia dijatuhkan oleh binatang (unta) yang dikendarainya dan mematahkan lehernya, maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda: 'Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, kafanilah dia dengan dua helai (kain) ihramnya dan jangan kalian menutup kepalanya serta jangan pula kalian beri wangi-wangian padanya, karena sesungguhnya dia akan dibangkitkan di hari Kiamat dalam keadaan mengucapkan talbiyah.'"