Sumber gambar arrahmah.comBandingkan Cadar dengan Konde, Adzan Dengan Kidung Ibu, Puisi Sukmawati Jadi Trending Topik
Yang kontra berkata, Sayang sekali, acara yang bagus dan menampilkan kecantikkan wanita-wanita Indonesia ini dirusak oleh pembacaan puisi Ibu Sukma yang menyinggung masalah sara....Baru-baru ini beredar video pembacaan puisi oleh Sukmawati Soekarnoputri yang mendapat kecaman publik.
Puisi yang didalam bagian-bagiannya ini menyinggung syariat islam yang mengenai adzan dan cadar.
Puisi itu dibacakan Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Sukmawati diberi kesempatan maju ke panggung dan membacakan Puisi
'Ibu Indonesia' karyanya sendiri.
Berikut isi lengkap puisi Sukmawati:
Ibu Indonesia
Aku tak tahu Syariat IslamYang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indahLebih cantik dari cadar dirimuGerai tekukan rambutnya suciSesuci kain pembungkus ujudmuRasa ciptanya sangatlah beranekaMenyatu dengan kodrat alam sekitarJari jemarinya berbau getah hutanPeluh tersentuh angin laut
Lihatlah ibu IndonesiaSaat penglihatanmu semakin asingSupaya kau dapat mengingat Kecantikan asli dari bangsamuJika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatifSelamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia
Aku tak tahu syariat IslamYang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elokLebih merdu dari alunan azan muGemulai gerak tarinya adalah ibadahSemurni irama puja kepada IllahiNafas doanya berpadu ciptaHelai demi helai benang tertenunLelehan demi lelehan damar mengalunCanting menggores ayat ayat alam surgawi
Pandanglah Ibu IndonesiaSaat pandanganmu semakin pudarSupaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamuSudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.
A post shared by
NDOROBEII (@ndorobeii) on Apr 2, 2018 at 8:29am PDT
Lihat cuplikan videonya dilansir dari instagram @ndorobeii
Namun perlu kita ketahui dan fahami antara urusan agam dan urusan dunia seperti yang dikutip dari caknun.com, berikut ini.
Antara Urusan Agama dan Urusan Dunia
Istilah “urusan agama” dan “urusan dunia” ini berasal dari sabda Nabi SAW. Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah SAW berjalan dengan beberapa sahabat dan melihat orang-orang berada di pucuk pohon-pohon korma. Rasul bertanya: “apa yang mereka lakukan di sana?”. Dijawab: “mereka sedang mengawinkan bunga-bunga korma agar berbuah”. Nabi berkata: “saya kira itu tidak perlu”. Setelah mendengar perkataan Nabi itu mereka berhenti melakukan pengawinan.
Ternyata pohon korma mereka kurang banyak buahnya. Merekapun mengadukan hal tersebut kepada Nabi. Jawaban Nabi atas pengaduan ini ada beberapa versi riwayat. Menurut riwayat Imam Muslim, bersumber dari Thalhah ibn Ubaidillah, beliau menjawab: “yang aku katakan itu pendapatku, jangan aku dipersalahkan karena pendapatku, tapi kalau aku mengatakan sesuatu yang berasal dari Allah, kalian wajib mengambilnya”.
Sedangkan yang bersumber dari Rafi’ ibn Al-Khadij, Nabi menjawab: “kalau aku perintahkan sesuatu berkaitan dengan agama ambillah, tapi kalau aku berkata berdasarkan pendapatku, maka aku hanyalah seorang manusia (yang bisa salah bisa benar)”. Adapun Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban meriwayatkan jawaban Nabi adalah “Kalian lebih tahu mengenai urusan dunia kalian. Jika berkaitan dengan urusan dunia, itu terserah kalian, tapi kalau berkaitan dengan urusan agama, serahkan kepadaku”.
Beberapa riwayat di atas berbeda tapi tidak bertentangan satu sama lain. Intinya, ada urusan-urusan agama yang otoritasnya milik Allah dan Rasulullah; dan ada urusan-urusan dunia yang otoritasnya “didelegasikan” kepada umat termasuk Muhammad SAW dalam kedudukannya sebagai manusia (basyar). Disini timbul persoalan, apa batasan antara urusan agama dan urusan dunia?. Ada yang berpendapat bahwa “urusan agama” yang merupakan otoritas Allah dan Rasul-Nya adalah yang berkaitan dengan akidah dan ibadah (mahdhah) saja; di luar kedua aspek itu adalah “urusan dunia” yang merupakan otoritas manusia untuk mengaturnya. Yang lain berpendapat bahwa terminologi urusan agama dan urusan dunia tidak ada kaitannya dengan soal otoritas pengaturannya. Dalam kedua urusan itu manusia harus mengikuti dan menjalankan aturan Allah. Pendapat pertama bertentangan dengan hakekat agama Islam yang didefinisikan sebagai “sistem keyakinan dan tata-ketentuan Ilahi yang mengatur segala pri-kehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam berbagai hubungan”. Pendapat kedua tidak sesuai dengan inti pesan dari hadis Nabi SAW diatas.
Jalan tengah dari kedua pendapat ini adalah (1) dalam aspek akidah dan ibadah (yang oleh para ulama disebut sebagai agama dalam arti sempit), ketentuan-ketentuan Allah dan Rasulullah bersifat mutlak. (2) dalam aspek muamalah, Allah dan Rasulullah memberikan patokan-patokan atau prinsip-prinsip, sedangkan penjabaran dan aplikasinya diserahkan kepada ijtihad manusia. (3) dalam aspek Akhlak, Allah dan Rasulullah mengajarkan nilai- nilai kebaikan universal (al-khair) yang bersifat mutlak, sedangkan kebaikan-kebaikan kultural (al-ma’ruf) disesuaikan dengan budaya yang bersifat relatif dan bisa berubah-ubah.
Wallahu a'lam