Foto via tribunnews.com
Satu keluarga tersambar petir saat berteduh
Sebelum berangkat korban sudah ada merasakan firasat, ada rasa khawatir namun nekat pergi ke sawah, dua orang meninggal dunia, namun masyarakat membiarkan jasad tergeletak seharian dilokasi karena ada alasan ini dibaliknya.Wayan Para alias Jenek (45), duduk termangu di ruang perawatan RSUD Krangasem, Senin (26/2/2018).
Infus melekat di tangan kanannya. Sementara hidungnya terpasang selang oksigen.
Jenek adalah satu di antara sembilan korban sambaran petir di Banjar Beluhu Kauh Desa Tulamben Kecamatan Kubu, Minggu (25/2/2018).
Sebelum kejadian itu, ia mengaku sudah gelisah. Firasat buruknya muncul saat beranjak dari rumah menuju sawah.
Baca juga :
Kehilangan Pekerjaan, Karena Kena Suspen, Curhatan Diver Ojol ini Membuat Menitikan Air MataMeski demikian, ia tetap berangkat membantu orangtuanya, Wayan Tebeng (70) yang tewas disambar petir.
"Sudah ada firasat mulai berangkat. Rasa khawatir dan takut sudah ada sejak pagi hari. Tapi saya tetap berangkat bantu orang tua," ungkap Jenek.
Sebelumnya, sembilan warga asal Banjar Dinas Beluhu Kauh, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu disambar petir dua hari lalu.
Dua orang tewas di lokasi kejadian, tujuh lainnya dirawat di Puskesmas Kubu 1.
Wayan Tebeng (70) dan Ni Nyoman Bawak (35) tewas dalam kejadian tersebut.
Sementara mereka yang dirawat yakni I Ketut Tika (35), Ni Ketut Sari (35), Ni Luh Putu Mei (12), Kadek Denik (8), Komang Erik (3), Nyoman Para (45), Ni Ketut Purnami (13).
Firasat buruknya menjadi nyata. Jenek mengatakan, saat berteduh dari guyuran hujan di gubuk dekat sawah, Jenek bersama orangtua dan saudaranya disambar petir.
Saat kejadian, petir disertai bunyi gemuruh jatuh tepat di depan mereka.
Sontak mereka tumbang. Jerit tangis pun ia dengar.
Beberapa saat kemudian, anaknya, Wayan Sujana datang memberikan mereka pertolongan.
"Lima hari sebelum kejadian, kelapa di sawah disambar petir. Itu hampir kena sapi. Daerah itu sering ada petir saat hujan lebat," imbuh Jenek.
Sementara itu, Wayan Miasa (23), yang merupakan keponakan Jenek juga mengaku hanya ingin cepat-cepat pulang ke ruamahnya.
Pikirannya terus tertuju dengan keluarganya meski ia tidak tahu dengan tragedi tersebut.
"Saya kerja di SPBU Gianyar. Karena ada dorongan untuk pulang, akhirnya pulang sore hari. Baru sampai di rumah, dapat informasi bibi dan kakek saya meninggal disambar petir," kata Miasa.
Sampai di rumah, Miasa langsung menuju lokasi untuk memastikan informasi tersebut.
Baca juga :
Kenyataan Pedih Prostitŭsi Ernai, Mahasiswa yang Jadi Ayam Kampus di ChinaTujuh korban sudah dibawa ke Puskesmas Kubu.
Sedangkan jenazah I Wayan Tebeng (70) dan Bawak (35), dibiarkan di lokasi hingga pagi kemarin.
"Keyakinan di kampung saya, kalau ada orang mati karena disambar petir bisa-bisa hidup kembali. Yang penting jenazah belum disentuh orang. Tadi pagi, jenazah sudah dibawa ke rumah," kata Miasa.
Nah, dua tahun lalu ada yang tersambar petir dan tidak sadarkan diri. Namun, sekitar pukul 24.00, tiba-tiba sadar sehingga peristiwa inilah yang menjadi kepercayaan masyarakat di sini,” katanya.
Meski menurut tim medis, kedua korban ini sudah meninggal dengan ciri-ciri lebam mayat, pihaknya mengaku menghormati keluarga korban yang masih berharap kedua korban bisa kembali hidup.
“Ini kami masih menunggu di TKP sampai pukul 24.00 Wita,” terangnya kepada Jawa Pos Radar Bali.