Dalam ajaran Islam diwajibkan kepada umatnya untuk hidup bersih, suci. Bersih adalah dasar peraturan Islam. Bagi orang yang tidak bisa menjaga kebersihan salah satu anggota tubuhnya misalnya saja kebersihan hidung dan telinga, maka bisa saja kadar imannya berkurang karena hal itu. Ingat bahwa Allah SWT sangat menyukai kebersihan, dan juga keindahan. Oleh karena itulah kebersihan adalah sebagian dari iman.
Membersihkan hidung dan telinga dengan cara memasukkan air ke dalam hidung ataupun mengupil, serta mengorek kuping memang dibolehkan. Lantas bagaimana jika sedang berpuasa? Banyak yang mengatakan bahwa puasa seseorang dapat batal ketika mengupil dan mengorek telinga, benarkah itu?
Ulasan terkait : Benarkah Siksa Kubur Akan Berhenti Ketika Ramadhan Tiba?Mengenai hukum mengupil atau mengorek telinga, apakah bisa membatalkan puasa. Kami yakin ini bagian dari semangat kaum muslimin agar puasanya sah dan diterima oleh Allah. Sampai hal kecil semacam ini dikhawatirkan bisa membatalkan puasa.
Meskipun kekhawatiran ini unik, namun patut kita syukuri, karena tidak mungkin ini muncul selain karena kesadaran agar ibadahnya sah dan diterima oleh Allah.
Bukan sebagi pembatal puasa
Bagian dari kaidah yang perlu kita beri garis tebal, bahwa tidak ada perbuatan yang statusnya membatalkan puasa kecuali jika ada dalil yang menegaskan hal itu. Atau dengan ungkapan lain, kita tidak boleh menganggap bahwa suatu perbuatan tertentu bisa membatalkan puasa tanpa ada dalilnya. Karena semua pembatal ibadah telah dijelaskan oleh Dzat yang membuat syariat, melalui lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, siapa yang mengklaim bahwa perbuatan X bisa membatalkan puasa, sementara dia tidak memiliki dalilnya maka berarti dia telah bebicara atas nama Allah tanpa ilmu. Dan tentu saja ini hukumnya terlarang. Allah berfirman:
“
Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, pengihatan, dan hati, semua itu akan dipertanggung-jawabkan,” (QS. Al-Isra’: 36).
Terkait hukum mengorek hidung atau telinga, kami belum menjumpai ada satu dalil-pun yang menunjukkan bahwa itu membatalkan puasa. Baik dalil khusus, maupun dalil umum.
Andaipun kita analogikan dengan pembatal puasa yang kita kenal, seperti makan, minum, atau hubungan badan, tidak ada yang sesuai. Karena kita juga sepakat bahwa mengorek-ngorek hidung dan telinga tidak identik dengan makan, minum, apalagi hubungan badan. Karena dengan tegas bisa kita pastikan bahwa semua ini sama sekali bukan pembaatal puasa.
Tanpa kita sadari, bukan mengupil ataupun mengorek telinga yang harus dihindari
Sebagaimana yang kita saksikan, kaum muslimin sangat semangat untuk menghindari pembatal puasa. Sampai yang sejatinya bukan pembatal sekalipun, mereka anggap sebagai pembatal puasa. Sekali lagi, ini karena semangat mereka agar puasanya diterima oleh Allah dan menjadi pahala.
Ulasan terkait : Meski Tak Ngapa-Ngapain, Benarkah Jika Pacaran Bisa Batalkan Puasa?Namun sayang, semangat semacam ini tidak diiringi dengan semangat untuk menghindari pembatal yang lebih berbahaya. Itulah pembatal puasa. Kita sepakat bahwa ketika kita puasa, kita tidak mungkin bisa sempurna 100%. Artinya, puasa kita pasti ada yang kurang. Sebab utamanya, kita masih rajin melakukan pembatal pahala puasa. Apa itu? Itulah dosa dan maksiat.
Satu hadis yang patut kita taruh di depan pelupuk mata kita: dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“
Siapa yang tidak bisa meninggalkan ucapan Zur, dan mengamalkan Zur, maka Allah tidak butuh amalnya berupa meninggalkan makan dan minumnya (puasa),” (HR. Ahmda, Bukhari, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan yang lainnya).
Masya Allah, Allah tidak butuh puasa kita… bagaimana mungkin kita bisa berharap pahala dari-Nya?
Apa makna ucapan Zur dan perbuatan Zur?
Zur adalah kedustaan dan penyimpangan dari kebenaran. Ucapan zur adalah ucapan dusta dan semua ucapan yang menyimpang dari kebenaran. Sementara perbuatan Zur adalah semua tindakan maksiat yang Allah larang, yang merupakan konsekuensi dari penyimpangan terhadap kebenaran. (Syarh Dr. Dib Bagha untuk Shahih Bukhari, 3:26).
Ini jauh lebih berbahaya dari pada pembatal puasa biasa. Ini bisa menggerogoti pahala puasa yang kita lakukan. Semoga di bulan Ramadhan kali ini, kita bisa memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi bukan hanya di bulan suci saja, namun juga pada bulan-bulan berikutnya.