Tetangga Non-Muslim Meninggal, Apa Wajib Kita Melayat?

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 07 Jan 2019

Tetangga Non-Muslim Meninggal, Apa Wajib Kita Melayat?
Gambar dilansir dari islami.co

Bagaimana hukumnya melayat kepada tetangga yang non muslim?

Apakah hal tersebut wajib atau justru dilarang dalam islam?

Berikut penjelasan masalah tersebut dalam Al-Qur'an...

Sebagai muslim tidak dianjurkan untuk berbuat kasar dan memusuhi umat non-muslim selagi umat non-muslim tersebut tidak memerangi umat muslim. Berlaku baik, menolong non-muslim dalam hal muamalah justru dianjurkan.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 8-9:

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ٨ إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ٩

Dan Allah SWT tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berlaku adil” (8)

Sesungguhnya Allah SWT hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agamamu dana mengusir kamu dari negerimu dan membantu untuk mengusirmu. Dan siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang yang zalim”(9)

Lalu masalahnya bagaimana jika menolong non-muslim misalnya dalam melayat atau mengurus jenazahnya?

Dalam hal ini Allah SWT sudah menyampaikan larangan untuk menolong non-muslim dalam hal akidah dan ibadah. Karena membantu non-muslim ada batasnya.

Memandikan jenazah non-muslim, ikut serta mendoakannya serta ikut dalam membantu ritual pemakamannya termasuk dalam hal ibadah. Apalagi jika memang proses memandikan, mendoakan dan memakamkan tersebut termasuk dalam ritual ibadah dalam agama non-muslim. Maka hal tersebut jelas dilarang.

Akan tetapi, jika hanya melayat (tidak ikut serta dalam ritual pengurusan jenazah) hal tersebut diperbolehkan.

Perihal batasan dalam membantu non-muslim, Allah SWT berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰٓ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِۦٓ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ فَٰسِقُونَ

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan  jenazah seseorang yang sudah mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri mendoakan di kuburnya. Karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah SWT dan RasulNya dan mereka mati dalam keadaan fasik”(al-Taubah:84)

Allah SWT melarang umat muslim mendoakan non-muslim yang sudah meninggal, baik dengan cara doa mereka atau dengan cara doa dalam Islam. Memintakan ampunan untuk umat non-muslim yang telah meninggal juga dilarang, karena Allah SWT telah menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik. Mendoakan non-muslim diperbolehkan jika dalam keadaan masih hidup, sebagaimana kami lansir dari islami.co.

Dalam ritual berdoa untuk jenazah non-muslim, secara tidak langsung hal tersebut sama saja dengan mengakui kebenaran akidah dan ibadah non-muslim. Allah SWT juga pernah menegur Nabi Ibrahim yang mendoakan ampunan untuk ayahnya.

Selain itu, Allah SWT juga pernah menegur Nabi Muhammad SAW saat menyalati jenazah Ubay bin Salul, kalangan pelopor munafik, atas permintaan anaknya. Allah SWT berfirman dalam surat al-Munafiqun ayat 6 yang artinya:

Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan bagi mereka atau kamu tidak mintakan ampun bagi mereka. Allah SWT tidak mengampuni mereka. Karena sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

Ketika Abu Talib meninggal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak megurusi mayatnya sama sekali. Beliau hanya menyuruh Ali bin Abi Talib untuk mennguburkannya.

Padahal kita tahu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap agar Abu Tallib masuk Islam. Sampai ketika pamannya meninggal dalam kondisi kafir, beliau sangat sedih dan ingin memohonkan ampun untuk Abu Talib. Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan petunjuk kepada orang yang kamu cintai, namun Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Qashas: 56).

Begitu juga dari Ali bin Abi Talib radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika pamannya meninggal, dia datang melapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ عَمَّكَ الشَّيْخَ الضَّالَّ قَدْ مَاتَ

Sesungguhnya pamanmu, si tua yang sesat telah mati.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan,

اذْهَبْ فَوَارِ أَبَاكَ

Segera kuburkan bapakmu.” (HR. Abu Daud 3214 dan Nasai 2006).

Imam Malik rahimahullah mengatakan:

لا يغسل المسلم والده إذا مات الوالد كافرا , ولا يتبعه ، ولا يدخله قبره ، إلا أن يخشى أن يضيع : فيواريه

Seorang muslim tidak boleh memandikan ayahnya, jika ayahnya mati kafir, tidak boleh mengiringi mayatnya, dan tidak boleh pula memasukkannya ke kuburan. Kecuali jika dia khawatir mayitnya tidak terurus, maka dia boleh menguburkannya.” (al-Mudawanah, 1:261).

Dalam Syarah Muntaha al-Iradat dijelaskan maksud Imam Malik di atas,

ولا يغسّل مسلم كافرا  للنهي عن موالاة الكفار ، ولأن فيه تعظيما وتطهيرا له ، فلم يجز ؛ كالصلاة عليه

Orang muslim tidak boleh memandikan orang kafir”, karena adanya larangan untuk memberikan loyalitas kepada orang kafir. Karena hal itu termasuk mengagungkan dan mensucikannya, karena itu, perbuatan ini tidak dibolehkan. Sebagaimana tidak boleh menshalati mayatnya.” (Syarh Muntaha al-Iradat, 1:347).

Namun sekali lagi, jika kondisinya tidak ada yang membantu dalam proses pengurusan jenazah, bahkan anggota keluarga tidak ada. umat muslim mengulurkan tangan untuk membantu maka hal tersebut tergolong dalam keadaan uzur, dengan catatan tidak mengimani kebenaran akidah dan ibadah non-muslim.

Demikian, Wallahu a’lam.
SHARE ARTIKEL