Fakta Dibalik Aliran Syiah yang Dianggap Sesat
Penulis Nadiah Ratna | Ditayangkan 13 Sep 2018aliran syiah via pikiran-rakyat.com
Sudah tidak asing bagi kita mendengar kata Syi'ah. Menurut pandangan masyarakat, aliran Syiah identik dengan kesesatan. Jika benar, lalu adakah aliran syiah yang benar?
Apa aliran syiah itu? Syiah adalah suatu aliran yang ada dalam Islam diantara sekian banyaknya aliran yang terdapat di Islam. Sebagian orang menganggap bahwa Syiah termasuk aliran yang meyimpang dari ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Syiah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Talib dan keturunannya sebagai pemimpin Islam setelah Nabi saw wafat.
Siapa pendiri aliran syiah? Para penulis sejarah serta penulis kitab-kitab tentang aliran-aliran telah sepakat bahwa pendiri aliran syiah ialah Abdullah bin Saba yang memiliki julukan Ibnu Sauda.
Peran yang ia mainkan telah menanamkan bibit kerusakan di kalangan orang-orang munafiqin dan orang-orang sukuisme serta orang-orang yang di dalam hatinya berakar hawa nafsu dan keinginan-keinginan buruk lainnya. Andullah bin Saba memperlihatkan keislamannya pada masa kekhilafahan Utsman. Dia juga mempertontonkan pribadi yang shalih, kemudian berusaha menjalin kedekatan dengan Ali.
ilustrasi aliran syiah via moslem-eagle.blogspot.com
Ada berapa macam aliran syiah? Syiah telah terbagi dalam kelompok yang jumlahnya hampir tak terhitung. Namun menurut Al-Baghdadi, pengarang kitab Al-Farqu baina Al-Firaq, secara umum mereka terbagi menjadi empat kelompok. Setiap kelompok tadi, terdiri dari beberapa kelompok kecil.
1. Syiah Ghulat
Seorang ulama Ahlussunnah, Muhammad Abu Zahrah, mengatakan kelompok Syiah ektremis ini hampir dapat dikatakan telah punah.
Di dalam Syiah Ghulat terdapat beberapa golongan, yakni As-Sabaiyah, Al-Khaththabiyah, Al-Ghurabiyah, Al-Qaramithah, Al-Manshuriyah, An-Nushaiziyah, Al-Kayyaliyah, Al-Kaisaniyah, dan lainnya.
Menurut Asy-Syahrastany, As-Sabaiyah adalah pengikut Abdullah bin Saba' yang konon pernah berkata kepada Sayyidina Ali: “Anta Anta,” yang berarti "Engkau adalah Tuhan". Ia juga menyatakan sahabat Nabi ini memiliki tetesan ketuhanan.
Sementara Al-Khaththabiyah adalah penganut aliran Abu Al-Khaththab Al-Asady yang menyatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq dan leluhurnya adalah Tuhan. Sementara Imam Ja'far mengingkari dan mengutuk kelompok ini. Lantaran sikap tersebut, pemimpin kelompok ini, Abu Al-Khaththab, mengangkat dirinya sebagai imam.
Golongan Al-Ghurabiyah percaya malaikat Jibril diutus Allah untuk Ali bin Ali Thalib ra. Namun, mereka menilai malaikat Jibril keliru dan berkhianat sehingga menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad.
Sementara Syiah Qaramithah dikenal sangat ekstrem karena menyatakan Syyidina Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan. Kelompok ini pernah berkuasa di Bahrain dan Yaman, serta menguasai Mekah pada 930 Masehi.
2. Syiah Ismailiyah
Kelompok ini tersebar di banyak negara, seperti Afganistan, India, Pakistan, Suriah, Yaman, serta beberapa negara barat, yakni Inggris dan Amerika Utara.
Kelompok ini meyakini Ismail, putra Imam Ja'far Ash-Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya, yang merupakan imam keenam dari aliran Syiah secara umum. Ismail dikabarkan wafat lima tahun sebelum ayahnya (Imam Ja'far) meninggal dunia.
Namun menurut kelompok ini, Ismail belum wafat. Syiah Ismailiyah meyakini kelak Ismail akan tampil kembali di bumi sebagai Imam Mahdi.
3. Syiah Az-Zaidiyah
Ini adalah kelompok Syiah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a. Zaid lahir pada 80 H dan terbunuh pada 122 H. Zaid dikenal sebagai tokoh yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan semena-mena yang diterapkan Yazid, putra Muawiyah pada zaman Bani Umayyah.
Kendati golongan ini yakin kedudukan Ali bin Abi Thalib ra lebih mulia ketimbang Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka tetap mengakui ketiganya sebagai khalifah yang sah. Lantaran masih menganggap tiga sahabat nabi yang lain, Syiah Az-Zaidiyah dinamakan Ar-Rafidhah, yakni penolak untuk menyalahkan dan mencaci.
Dalam menetapkan hukum, kelompok ini menggunakan Al-Quran, sunah, dan nalar. Mereka tidak membatasi penerimaan hadis dari keluarga Nabi semata, tetapi mengandalkan juga riwayat dari sahabat-sahabat Nabi lainnya.
4. Syiah Istna Asyariah
Kelompok ini dikenal juga dengan nama Imamiyah atau Ja'fariyah yang percaya 12 imam dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW.
Syiah Istna Asyariah merupakan mayoritas penduduk Iran, Irak, dan ditemukan juga di beberapa daerah di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, Saudi Arabia, dan beberapa daerah bekas Uni Sovyet. Ini adalah kelompok Syiah mayoritas.
Fakta Aliran Syiah
ilustrasi aliran syiah via islamkafah.com
1. Manusia tidak bisa melihat Allah di akhirat
Kelompok Zaidiyah tidak meyakini bahwa orang-orang yang beriman dapat melihat Allah ta’ala di akhirat, seperti keyakinan kaum Mu’tazilah.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah tegas meyakini hal ini. Orang mukmin di surga akan melihat Allah yang suci dari bentuk dan rupa serta konsekwensi keduanya, seperti arah, tempat dan lain-lain.
Dalilnya adalah Allah Ta’ala juga berfirman,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Muka mereka (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 24-25)
2. Allah tidak menciptakan kemaksiatan
Kaum Zaidiyah berkeyakinan bahwa Allah tidak menciptakan maksiat. Mereka juga beranggapan bahwa maksiat yang dilakukan manusia bukan bagian dari qadar Allah. Keyakinan ini sama seperti keyakinan kelompok Mu’tazilah.
Sementara Ahlus Sunnah beri’tiqad bahwa Allah adalah pencipta bagi setiap sesuatu. Tidak ada benda yang wujud, dan tidak ada kejadian yang terjadi kecuali diciptakan oleh Allah ta’ala. Perbuatan maksiatpun diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Pelaku dosa besar kekal di neraka
Syiah Zaidiyah menyakini bahwa orang yang terjatuh dalam perbuatan dosa besar disebut sebagai orang yang fasiq, dan saat dia mati dalam keadaan tidak bertaubat, maka ia disiksa di neraka selama-lamanya.
Menurut Ahlussunnah, orang yang seperti itu masih berada dalam kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, Allah akan mengampuninya, membebaskan semua kesalahannya dan memasukkannya ke surga tanpa harus mendekam di neraka. Sebaliknya, jika Allah menghendaki, ia akan disiksa di neraka, tetapi tidak kekal, selama ia masih beriman dan bertauhid kepada Allah ta’ala.
Dalam Shahih Bukhari, dengan sanad sampai Ubadah, diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa (yang terjadi dengan) kalimat-Nya, yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah haq (benar) dan neraka haq, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan amalan apa pun yang telah ia perbuat.”
4. Al Quran adalah makhluk
Firqah Zaidiyah dalam maslah kalamullah berpendangan sama dengan kaum mu’tazilah. Mereka mengatakan bahwa kalam adalah makhluk, bukan bagian dari sifat-sifat Allah.
Sedangkan Ahlus Sunnah berpendapat bahwa kalam adalah sifat Allah seperti sifat-sifat Allah yang lain. Kalam adalah sifat dzat yang suci dan qadim (tidak ada permulaannya).
Dalilnya, Allah berfirman,
ومن أصْدَق من الله حديثا
“Siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah.” (An-Nisaa’ : 87)
5. Tidak ada syafa’at Rasulllah
Zaidiyah mengingkari adanya syafaah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bagi umat beliau yang menjadi ahli maksiat. Kelompok ini berpendapat bahwa syafaat Rasulullah hanya khusus bagi mukminin sebagai tambahan nikmat saja. Oleh sebab itu, menurut mereka para pelaku maksiat dan ahli dosa besar tidak akan diberi syafaat. Mereka akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir dan kaum munafiqin.
Imam Ahlus Sunnah, Ash-Shabuni rahimahullah berkata: “Ahli agama dan Ahlus Sunnah mengimani syafaat Rasulullah n bagi pelaku dosa dari kalangan orang-orang yang bertauhid dan pelaku dosa besar (lainnya), sebagaimana telah diberitakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.”
6. Amal adalah syarat keshahihan iman
Zaidiyah berpendapat bahwa amal adalah syarat bagi keshahihan iman. Barang siapa mengikrarkan dua syahadat, tetapi tidak mau melakukan amal shaleh, atau menerjang maksiat meski seperti melakukan ifthar di siang ramadlan atau mengkonsumsi khamr, maka ia tidak dianggap sebagai orang yang beriman. Jika ia mati dalam keadaan tidak bertaubat, maka ia kekal di neraka. Ini adalah seperti pendapat Murji’ah.
Ahlus Sunnah berpendapat bahwa iman itu adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan. Amal termasuk bagian dari iman, dan ia (amal) adalah iman itu sendiri. Amal bukan sebagai syarat dari syarat-syarat keshahihan iman atau syarat kesempurnaan iman atau perkataan lainnya yang banyak menyebar dewasa ini. Iman itu adalah perkataan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amal dengan anggota badan. Bisa bertambah (dengan ketaatan) dan berkurang dengan kemaksiatan.
7. Imamah lebih berhak diambil dari keturunan Ali bin Abi Thalib
Dalam masalah Imamah, kaum Zaidiyah beri’tikad bahwa orang yang lebih berhak setelah kepemimpinan Rasulullah adalah Ali. Beliau dianggap sebagai pemegang wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Setelah Ali, imamah dilanjutkan oleh putra-putra Fatimah, seperti Al-Hasan dan Al-Husein, sesuai dengan pedoman mereka dalam hal ini.
Dengan dasar ini, kelompok Zaidiyah menganggap apa yang dilakukan oleh para sahabat ketika mengangkat Abu Bakar As-Shidiq dan khalifah sesudahnya adalah sebuah kesalahan. Namun demikian, kelompok Zaidiyah tidak sampai mengkafirkan para sahabat akibat “kesalahan” ini. Dalam masalah ini Zaidiyah terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama ridha dengan kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, sementara kelompok yang lain memilih diam tanpa ada pernyataan ridho dan tanpa ada penghujatan.
Sementara Ahlus Sunnah wal Jamaah berpendapat bahwa imamah tidak berdasarkan warisan akan tetapi syura dan kesepakatan ahlul hali wal aqdi.
8. Wajibnya memberontak pada pemerintah Muslim yang Zhalim
Syiah Zaidiyah memperbolehkan dan membenarkan pemberontakan kepada pemerintahan Muslim yang zalim, bahkan wajib.
Sementara Ahlus Sunnah mengharamkan pemberontakan atau keluar dari taat pemerintah Muslim yang sah, meskipun bersikap fasik dan bertindak zalim. Namun tetap membolehkan menggantinya jika memungkinkan.
Perbedaan Aliran Syiah Khawarij dan Murji'ah
ilustrasi aliran syiah via konfrontasi.com
Tidak sedikit orang yang bertanya-tanya mengenai perbedaan aliran syiah Khawarij dan Murji'ah. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Khawarij berarti orang-orang yang keluar barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk berjuang di jalan Allah. Meskipun pada awalnya khawarij muncul karena persoalan politik, tetapi dalam teapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis. Alasan mendaar yang membuat golongan ini keluar dari barisan Ali adalh ketidak setujuan mereka terhadap arbitrasi atau tahkim yang dijalankan Ali dalam menyelesaikan masalah dengan Mu’awiyah.
Menurut keyakinan Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu’awiyah harus diselesaikan dengan merujuk kepada hokum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-Maidah Ayat 44 yang artinya,” Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir”. Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk Al-Qur’an.
Dalam aliran Khawarij terdapat enam sekte penting, yaitu al-Muhakkimah, al-Azariqah, an-Najdat, al-Ajaridah, asy-Syufriyah dan al-Ibadiyah.
Intinya, aliran Khawarij adalah aliran yang gampang mengkafirkan orang.
Aliran Murji’ah
Aliran ini disebut juga Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda persoalan konflik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan kaum Khawarij pada hari perhitungan kelak. Oleh karena itu, mereka tidak ingin smengeluarkan pendapat entang siapa syang benar dan dan siapa yang kafir di antara ketiga kelompok yang bertikai itu.
Dalam perkembangannya, aliran ini ternyata tidak dapat melepaskan diri dari persoalan teologis yang muncul pada waktu itu. Ketika itu terjadi perdebatan mengenai hukum orang yang berdosa besar. Kaum Murji’ah berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia tetap mengakui Allah sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Pendapat ini merupakan lawan dari pendapat kaum Khawarij yang menyatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar hukumnya kafir.
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Kelompok ekstrem terbagu dalam beberapa kelompok, diantaranya adalah al-Jahamiyah, as-Salihiyah, al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, al-Gailaniyah, as-Saubariyah, al-Marisiyah dan al-Karamiyah.
Baca Juga : Siapakah Syekh Siti Jenar? Mengapa Ajarannya Tidak Disetujui Para Wali Songo
Demikian informasi tentang fakta aliran syiah yang dapat kami bagikan. Mohon maaf jika ada kesalahan ataupun kekurangan. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.