Masih Jarang Diperhatikan, Beginilah Hukum Darah yang Tercampur Daging Hewan Sembelihan
Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 23 Aug 2018
Hukum daging hewan sembelihan yang bercampur darah, dilansir dari rumaysho.com
Hari raya Qurban telah selesai, biasanya banyak daging yang dibagikan kepada masyarakat...
Hanyasaja sebagian dari mereka masih menanyakan kebolehan memakan daging yang masih terdapat sisa darah ataupun darah yang masih menempel di tulang.
Bagaimana syariat Islam memandang masalah ini ?
Ulama sepakat bahwa darah hukumnya haram, tidak boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa darah hukumnya haram tanpa ada keterangan darah yang bagaimanakah yang statusnya haram itu. Kata semacam ini dalam istilah usul fiqh disebut kata mutlak.
Namun dalam keterangan lebih spesifik lagi, Allah sebutkan di surat Al-An’am:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang memancar atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 145)
Pada ayat kedua ini, Allah memberikan keterangan tambahan bahwa darah yang haram itu adalah darah yang memancar. Keterangan tambahan “darah yang memancar” dalam istilah usul disebut muqayyad.
BACA JUGA: Hasil Rapat MUI : Vaksin MR Boleh Digunakan Meski Mengandung Babi
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, “Darah yang memancar adalah darah yang keluar dari binatang sebelum dia mati.” (Asy-Syarhul Mumti’, 15:8), seperti dilansir dari rumaysho.com.
Darah yang diharamkan itu darah yang keuar dari binatang yang boleh dimakan dagingnya atau yang tidak boleh dimakan dagingnya kalau darah itu sampai mengalir baik itu diminum langsung atau dibekukan dulu kemudian digoreng dan dimakan.
Tetapi kalau darah itu sedikit dan tidak sampai mengalir seperti darah yang tersisa di daging, gajih atau tulang dari hewan yang boleh dimakan dagingnya itu termasuk najis yang diampuni (ma’fu anhu).
Syekh Nawawi al-Jawi al-Banteny menjelaskan,
“Dan adapun darah yang tersisa di daging, tulang dan gajih dari hewan sembelihan maka itu najis yang dimaafkan. Demikian itu jika tidak bercampur dengan sesuatu, seperti jika kambing disembelih kemudian dipotong dagingnya dan tersisa bekas darah walaupun kuahnya berwarna dengan warna darah.” (Nihayatuzzen : 40)
Dalam hal ini solusinya untuk mengatasi najis dari sedikit darah yang masih tersisa di daging, tulang maupun gajih adalah dengan membersihkan daging tersebut sampai suci sebelum dimasak.
Jika tidak begitu dapat juga dilakukan dengan tidak sama sekali mencuci daging tersebut sehingga sedikit darah yang ada di daging atau tulang masih murni dan dima'fu karena kadarnya sedikit.
Demikian lah penjelasan tentang hukum daging yang masih ada darahnya, semoga bermanfaat. Wallahu A'lam.