Cara Mandi Wajib Bagi Wanita Setelah Haid yang Benar dan Lengkap
Penulis duwi Pebrianti | Ditayangkan 29 Jun 2018Ilustrasi via lasdipo.co
Artikel ini berisi tentang cara mandi wajib setelah haid lengkap dengan tata cara, niat, apa itu haid, larangan bagi wanita haid.
Setelah selesai haid kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid/mandi besar.
Kali ini wajibbaca.com akan membahas tentang cara mandi wajib setelah haid beserta niatnya sesuai dengan tuntunan nabi.
Setelah masa haid selesai, kita diwajibkan untuk bersuci.
Karena darah haid merupakan darah yang najis, jadi bagi para wanita yang sedang mengalami haid banyak larangan yang harus mereka hindari.
Dalam melakukan mandi wajib, terdapat tata cara mandi wajib agar kita benar-benar suci dari hadas besar.
Berniat mandi wajib setelah haid harus di dalam hati, tetapi bila ditambahkan ucapan lisan tidak apa-apa.
Artikel ini akan membahas tentang larangan haid, cara mandi wajib, dan niat mandi wajib. Inilah niat dan cara mandi wajib bagi wanita haid.
Tetapi sebelum itu, kita akan membahas tentang pengertian haid menurut islam.
Pengertian Haid
Dalam Islam darah haid adalah najis yang dapat menghalangi wanita untuk melakukan ibadah-ibadah seperti sholat, puasa, tilawah, dan lain-lain.
Oleh karenanya setelah haid wanita diwajibkan mensucikan diri dengan cara mandi wajib.
Kewajiban ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bunda Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda kepada Fathimah binti Abi Hubaisy:
فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِى الصَّلاَةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِى عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّى
“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub.” Riwayat bu Dawud dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Niat Mandi Besar/Mandi Wajib
Niat terletak di dalam hati sehingga tidak harus dilafalkan. Adapun jika dilafalkan juga boleh.
Niat yang dilafalkan bertujuan membantu seseorang untuk fokus memurnikan tujuan amalnya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Berikut ini lafal niat mandi wajib setelah haid bagi yang ingin mengamalkannya:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul Ghusla Lifrafil Hadatsil Haid Lillahi Ta’ala
Artinya :
”Saya niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast haid karena Allah Ta’ala”.
Tata Cara Mandi Wajib Sesuai Sunnah
1. Membasuh tangan
Membasuh tangan dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebanyak tiga kali.
Hikmahnya, tangan benar-benar terbebas dari kotoran, debu dan berbagai macam najis setelah beraktivitas.
2. Membersihkan organ tubuh yang kotor
Membersihkan organ tubuh yang kotor seperti kemaluan, dubur, ketiak dan lain-lain dengan tangan kiri.
Bagi wanita setelah haid kebersihan daerah kewanitaan merupakan hal paling diperhatikan.
3. Mencuci tangan kembali
Mencuci kembali tangan yang digunakan untuk membersihkan organ-organ tubuh yang kotor, yaitu dengan mengusap-usapkan ke tanah atau menggunakan sabun.
4. Berwudhu seperti biasa
Karena di dalam mandi wajib setelah haid sudah ada aktifitas wudhu sehingga mandi wajib telah menggantikan wudhu.
Seseorang yang telah mandi wajib setelah haid tidak harus wudhu untuk beribadah.
5. Mengguyurkan air ke seluruh tubuh
Menguyurkan air ke seluruh tubuh dimulai dari kepala bagian kanan kemudian kiri. Hendaknya dipastikan seluruh anggota badan terguyur oleh air terutama (mohon maaf) yang berbadan gemuk.
Biasanya orang gemuk ada lipatan-lipatan di bagian bawah sehingga tidak terkena air.
6. Menyela-nyela rambut
Menyela-nyala rambut menyilang dengan jari jemari tangan. Karena kulit kepala sering kali tidak terbasahi oleh air sebab tertutup kulit kepala.
Hal ini berdasarkan hadist Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat jinabat. Oleh karena itu cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnya.”
Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dan keduanya menganggap hadits ini lemah, dan wanita dilarang memakai penutup kepala saat mandi wajib setelah haid.
7. Mengguyur seluruh tubuh
Mengguyur seluruh bagian tubuh dimulai dari kanan lalu ke kiri.
8. Mandi menggunakan sabun dan shampo
Jika ingin lebih bersih maka boleh dilanjutkan menggunakan sabun dan shampo.
Tidak disarankan menggunakan sabun atau shampo sejak awal mandi karena sabun atau shampo dapat bercampur dengan air sehingga status air menjadi tidak mutlak.
Mandi wajib harus menggunakan air mutlak. Yaitu air yang masih murni warnanya, baunya dan rasanya.
9. Menggunakan wewangian
Setelah mandi wajib setelah haid wanita disarankan mengusapkan wewangian ke daerah kewanitaan.
Seperti yang dijelaskan dalam hadist berikut ini:
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid.
Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim).
Kita sudah mengetahui cara mandi wajib, sekarang kita juga akan membahas larangan bagi wanita haid sebelum mereka melakukan mandi wajib, kita sebagai wanita muslim harus mematuhi larangan bagi wanita haid.
Larangan Bagi Wanita Haid
1. Shalat
“Dari Aisyah RA, “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadist tersebut, para ulama bersepakat bahwa pada saat wanita mendapatkan haidh, maka wanita tidak boleh shalat dan tidak boleh berpuasa.
Disadari bahwa saat haidh yang mengeluarkan darah kotor secara terus menerus, sama seperti mengeluarkan najis secara terus menerus. Untuk itu tidak diperkenankan shalat.
“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari).
Dari penjelasan hadist tersebut bisa kita mengetahui bahwa ketika wanita mengalami haidh.
Maka ia tidak boleh shalat sampai masa haidhnya berhenti, dan shalat yang ditinggalkan semasa haidh tidak perlu diganti atau diqodo oleh wanita muslimah.
Wanita muslimah masih bisa mengingat Allah dan melaksanakan ibadah dengan melakukan dzikir pada Allah, karena ada banyak keutamaan berdzikir pada Allah.
2. Puasa
" Hadist Muadzah bertanya kepada Aisyah RA, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’
Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’
Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’” (HR. Muslim).
Dari hadist diatas bisa kita ketahui bahwa saat haidh maka wanita muslimah yang berhalangan untuk puasa, maka wajib untuk mengqodo atau menggantinya di lain waktu selain dari waktu puasa wajib ramadhan.
Dalam rukun puasa ramadhan, haidh dan nifas adalah salah satu yang bisa membatalkan puasa, dan merubah kewajiban puasa menjadi suatu yang haram dilaksanakan oleh wanita yang mengalaminya.
Jika shalat tidak wajib untuk diganti, berbeda dengan puasa maka wajib untuk diqodo di lain waktu.
Untuk itu perlu wanita muslimah adanya niat puasa ganti ramadhan setelah berlalunya ramadhan.
Bukan hanya diharamkan untuk berpuasa ramadhan, puasa-puasa sunnah pun dilarang tentunya ketika wanita dalam masa haidh dan nifas.
Ada macam-macam puasa sunnah, seluruhnya diharamkan untuk dilaksanakan bagi yang sedang mengalami haidh.
Meskipun diharamkannya puasa saat ramadhan, wanita muslimah tetap bisa menggantinya dengan doa puasa ramadhan yang diucapkan dalam hati. Sehingga ibadah tetap bisa dilakukan.
3. Berhubungan sexual
Berdasarkan QS Al Baqarah : Yang telah diulas diatas, saat wanita muslimah mendapatkan haidh/menstruasi, maka ia diharamkan oleh Syariat Islam untuk melakukan hubungan suami istri atau berjima dengan suaminya.
Dalam sebuah hadist pun disampaikan bahwa, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ “(HR. Muslim).
Dalam hadits disebutkann bahwa bercumbu dengan wanita haidh tidak masalah selagi tidak terjadi proses di kemaluan.
Selain karena alasan agama, dalam ilmu kesehatan pun hal ini menjadi suatu yang dilarang.
Sel telur yang meluruh dalam dinding rahim harus keluar terlebih dahulu dan tidak boleh dibuahi.
Jika terjadi pembuahan, padahal sel telur tersebut sudah mengalami peluruhan maka akan terjadi penyakit pada wanita tersebut.
Sel telur yang sudah meluruh sudah berbeda kondisinya dengan yang belum meluruh.
4. Tawaf
Rasulullah menyampaikan kepada Aisyah, “Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tawaf dalam berhaji juga adalah hal yang dilarang untuk dilaksanakan ketika wanita mengalami haidh.
Untuk itu, aktivitas tawaf dilewatkan bagi wanita yang mengalami haidh.
5. Masuk ke masjid
Dari Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh”
Masuk ke masjid dalam hal ini beberapa ulama mengalami perbedaan pendapat.
Beberapa menyatakan tidak boleh atas dasar hadist tersebut.
Namun beberapa pula mengatakan bahwa tidak masalah selagi tidak melakukan shalat dan berpotensi mengeluarkan najis kotoran haidh yang bisa mengotori kesucian tempat ibadah.
Untuk kehati-hatian, maka wanita muslimah yang sedang mengalami haidh tidaklah boleh untuk masuk ke masjid.
Beberapa pendapat ulama memperbolehkan selagi hanya di pelatarannya saja dan tidak sampai masuk pada area shalat yang berpotensi mengotori kesuciannya.
6. Membaca kitab Al-Quran
Fungsi Al-Quran bagi umat manusia tentunya ada banyak. Namun, membacanya ketika dalam kondisi haidh tentu menjadi persoalan.
Dari pendapat 4 ulama mahdzab ke-empatnya sepakat bahwa wanita muslimah yang sedang dalam kondisi haidh, tidak suci dilarang untuk menyentuh mushaf Al-Quran yang suci.
Sebagaimana diambil dalam QS Al-Waqi’ah : 79 “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”.
Terkait membaca Al-Quran selagi tidak dalam kondisi memegang para ulama menyatakan tidak masalah.
Dalam konteks belajar atau studi, hal ini juga diperbolehkan.
Persoalan ini terdapat perbedaan pendapat, wanita muslimah bisa mengambil pendapat dan periwayatan yang mampu dipertanggungjawabkan saja menurut keyakinan.
Hal ini dikarenakan ada banyak manfaat membaca al-quran yang didapatkan, apalagi Al Quran adalah petunjuk dasar bagi kehidupan umat islam.
Hal-hal tersebut adalah aktivitas yang dilarang oleh Islam untuk dilakukan ketika wanita muslimah dalam kondisi haidh.
Tidak perlu khawatir jika wanita sedang mengalami haidh, meskipun dalam kondisi tidak suci aktivitas ibadah dan amalan shalih masih banyak yang bisa dilakukan.
Sehingga, tidak ada alasan walaupun sedang haidh tidak melakukan amal shalih.
Misalnya saja membaca dan mengingat asmaul husna, karena ada banyak manfaat asmaul husna jika dipahami oleh muslim.
Itulah cara mandi wajib bagi wanita yang sedang haid, beserta larangan dan niatnya.
Sebaiknya wanita yang sedang haid juga menjauhi larangannya agar terhindar dari dosa. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi Anda.