Menjamak Sholat Tak Hanya Karena Perjalanan atau Sakit, Benarkah Boleh Jamak Tanpa Uzur?

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 07 Mar 2018

Menjamak Sholat Tak Hanya Karena Perjalanan atau Sakit, Benarkah Boleh Jamak Tanpa Uzur?

Benarkah boleh menjamak sholat tanpa uzur?

Keluar dari sebelum magrib, pulang malam akhirnya dua sholat wajib ditinggalkan, atau karena yang lain yang sekiranya memang tidak masuk dalam kategori boleh menjamak sholat, namun ada presepsi yang mengatakan tanpa uzur atau kerepotan apapun boleh menjamak sholat, benarkah?

Tentu mengetahui tentang shalat jamak, yakni menggabungkan 2 shalat dalam satu waktu.

Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar digabung pelaksanaannya, atau shalat Maghrib dan Isya' digabung pelaksanaannya.

Umat muslim paham hal menjamak shalat ini boleh dilakukan ketika dalam perjalanan atau sakit berat, baik shalat jamak taqdim (awal) maupun jamak takhir (akhir).

Baca juga : Siapa yang Suka Menyebar Hoax, Meskipun Amalannya Baik, Nanti Masuk Surga, Tapi Surganya juga Hoax

Akan tetapi benarkah Rasulullah pernah menjamak shalat meskipun tanpa uzdur berpergian, ketakutan (perang), ataupun hujan? Simak pembahasan berikut:

Menjamak shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya – baik musafir atau bukan- dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur.

Artinya boleh dilakukan ketika diperlukan saja (Lihat Taudhîhul Ahkâm, al-Bassâm, 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah, 1/316-317)

Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Sebagian imam (Ulama) berpendapat bahwa seorang yang muqim (tidak sedang bepergian) boleh menjama’ shalatnya apabila diperlukan asal tidak dijadikan kebiasaan.” (Lihat Syarh Muslim, Imam Nawawi 5/219 dan al-Wajîz fi Fiqhis Sunnah wal Kitâbil Azîz, hlm. 141) 

Ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍقِيْلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama antara Zhuhur dengan Ashar dan antara Maghrib dengan Isya’ di Madinah tanpa sebab takut dan hujan.” Ketika ditanyakan hal itu kepada Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Agar tidak memberatkan ummatnya.” (Hadits shahih riwayat Muslim dll) 

Dengan demikian, kita tahu bahwa pensyari’atan jamak dalam shalat bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada umat ini dalam masalah-masalah yang menyusahkan mereka.

Baca juga : Cara Meruqyah dan Ikhtiar untuk Melembutkan Hati Anak yang Keras Agar Jadi Baik

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa para pekerja industri dan petani apabila pada waktu tertentu mengalami kesulitan (masyaqqah) , seperti lokasi air yang jauh dari tempat pelaksanaan shalat.

Sehingga jika mereka pergi ke lokasi air dan bersuci bisa mengakibatkan hilangnya pekerjaan yang dibutuhkan.

Jika demikian kondisinya, maka mereka boleh shalat di waktu musytarak (waktu yang diperbolehkan melaksanakan dua shalat)  lalu menjamak (menggabungkan) dua shalat. (Majmû’ al-Fatâwâ, 21/458).

Maka, semoga hal ini bisa dipahami dengan baik, kebolehan menjamak shalat tanpa udzur sakit atau musafir, tidak lantas membolehkan kita terus-terusan menjamak shalat setiap harinya.

Allah dan RasulNya tidak pernah memberatkan kita dengan syariatNya, jangan sampai kita menggampangkannya. Wallaahualam.
SHARE ARTIKEL