Allah SWT Sudah Mempersiapkan Anak di Surga Bagi Pasangan yang Mandul, Benarkah?
Namun, ada diantaranya yang sudah lama menginginkan anak tetapi Allah Ta’alaa takdirkan dirinya mandul atau terkena sesuatu hal yang menyebabkan dirinya tidak bisa mempunya keturunan.
Pertanyaan :
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Ustadz, mohon penjelasannya.
Apakah betul jika seorang pasangan suami istri yang selama hidup di dunia belum dikaruniai anak/keturunan, di surga nanti akan dikaruniai anak/keturunan oleh Allah? Dan apakah ada hadist shahih nya?
Jawaban :
Wa’alaikumussalam warohmatullahi wabarokaatuh
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah merajihkan pendapat tidak ada anak di surga
Bismillah
Baca juga : "Pak Ustadz rezeki saya seret, apa karena orangtua saya ikut dalam tanggungan saya?"
Apakah Di surga Kita Bisa Punya Anak Lagi?
Terdapat hadits yang dzahir hadits menunjukkan bahwa jika kita menginginkan anak di surga, maka kita bisa mendapatkannya. Hadits tersebut adalah:Syaikh Muhammad Abdurrahman Al-Mubarakfury rahimahullah menjelaskan hadits,
Terdapat khilaf ulama
Dalam hal ini terdapat khilaf ulama, sebagian ulama mengatakan bahwa penghuni surga akan mendapatkan anak jika ia inginkan karena penghuni surga mendapatkan apapun yang mereka inginkan. Allah Ta’ala berfirman,dan Allah Ta’ala berfirman,
Sebagian ulama lagi mengatakan bahwa tidak ada anak di surga, Imam As-Suyuti rahimahullah berkata,
Muhammad bin Abdul Hadi As-Sindi rahimahullah berkata,
Sebagian lagi menyatakan bahwa hadits penduduk surga menginginkan anak adalah hadits yang gharib, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
Baca juga : Terjadi Perselisihan Antara Istri dan Ibunya, Mana yang Harus Diikuti Suami?
Penduduk surga tidak mempunyai keinginan memiliki anak
Inilah perpaduan dari kedua pendapat, jika hadits tersebut shahih maka tidak bertentangan hadits lain bahwa disurga tidak ada anak.Karena seandainya penghuni surga ingin mempunyai anak maka mereka akan dikabulkan, akan tetapi penduduk surga tidak mempunyai keinginan untuk memiliki anak.
Imam As-Suyuti rahimahullah berkata,
Kata (إذا) “Idza” (jika) dalam hadits ini bermakna (لو) “lau” (seandainya). Sehingga maknanya, seandainya penduduk surga ingin punya anak.
Muhammad bin Abdul Hadi As-Sindi rahimahullah berkata,
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah merajihkan pendapat tidak ada anak di surga dengan beberapa dalil. Beliau berkata memaparkan dalil-dalilnya,
Baca juga : Doa Singkat Nabi Musa untuk Mempermudah Urusan Dunia yang Gampang Diamalkan
Dalil pertama: hadits Ibnu rozin (tidak ada anak disurga, pent)
Dalil kedua: Firman Allah “bagi mereka istri-istri yang suci” maka mereka suci dari haidh, nifas dan gangguan haidh
Dalil ketiga: tidak ada mani atau ovum maka anak hanya bisa dihasilkan melalui mani seorang laki-laki
Dalil keempat: terdapat hadits sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “di surga kelak tersisa ruang kosong, maka Allah menciptakan makhluk yang akan menepatinya”, seandainya disurga ada kelahiran, maka anak-anak penghuni surga lebih layak untuk menempatinya dari yang lain.
Dalil kelima: Allah menjadikan kehamilan dan kelahiran bersama haidh dan mani
Dalil keenam: Allah mentakdirkan berkembang biak keturunan didunia karena mentakdirkan kematian kemudian mengeluarkan mereka dari dunia (sedangkan di surga tidak ada kematian)
Dalil ketujuh: Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang berimana dan diikuti oleh anak keturunan dengan keimanan maka kami akan susulkan mereka (ke surga) dengan anak keturanan mereka.”, Allah mengabarkan bahwa mereka dimuliakan dengan menyusulkan anak keturunan mereka, seandainya ada anak keturunan mereka disurga, tenta Allah akan menyebutnya.[7]
Demikian pembahasan ini semoga bermanfaat.
Catatan kaki 1] Tuhfatul Ahwazy 7/241, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, Syamilah [2] Mihbahuz Zujajah 1/323, 1325 H, Syamilah [3] Hasyiah As-Sindi ‘Ala Sunan Ibni Majah 2/594, Darul Jiil, Beirut, Cet. II, Syamilah [4] Haadil Arwaah hal. 242, Mathba’ul Madani, Koiro, syamilah [5] Mihbahuz Zujajah 1/323, 1325 H, Syamilah [6] Hasyiah As-Sindi ‘Ala Sunan Ibni Majah 2/594, Darul Jiil, Beirut, Cet. II, Syamilah [7] Diringkas dari Haadil Arwaah hal. 247, Mathba’ul Madani, Koiro, Syamilah