Jika Menitipkan Tas Berisi Uang Jutaan Ke Pembantu Saja Tidak Percaya Tapi Kenapa Bunda Titipkan Aku?

Penulis Penulis | Ditayangkan 19 Jan 2018

Jika Menitipkan Tas Berisi Uang Jutaan Ke Pembantu Saja Tidak Percaya Tapi Kenapa Bunda Titipkan Aku?
image source: islamidia.com

Sebuah pertanyaan yang harusnya direnungkan untuk setiap orang tua yang hanya beralasan mengejar karir, tega menitipkan kasih sayangnya kepada pembantu untuk sang buah hati.

Bagaimana anda akan menjawab pertanyaan seperti ini?

Di zaman saat ini ini, tak sedikit para ibu yang punyai pekerjaan di luar tempat tinggal menitipkan anaknya kepada kakek atau neneknya, entah semata-mata memberi sebagai bentuk bakti atau serupa gaji karena anak dititipi.

Ilustrasi kisah menyedihkan kisah menitipkan anak ini, semoga dapat menyadarkan kita.

“ma, kenapa tega titipka aku ke pembantu?“

Seorang anak kecil yang polos bertanya kepada Ibunya.

A: Ma.. Apakah mau menitipkan tas mama yang berisi uang dan perhiasan kepada pembantu?

M: Tentu saja tidak, Nak. Mama gak percaya dia

A: Tapi Ma.. Kenapa Mama menitipkan aku ke dia?

Ya. Apa yang patut menjadi bahan perenungan, terutama bagi saya yang baru belajar menjadi orang tua. Tentu saja hal ini akan menjadi pro kontra, wajar, karena memang tidak semua orang sependapat dengan hal tersebut. Namun demikian, tetap saja tak butuh pembenaran atas pendapat masing-masing orang, karena jawaban yang terbaik adalah yang sebenarnya tersimpan dalam hati yang paling dalam.

Saya pernah mendengar cerita, perempuan teman sekerja dengan saya yang keluar dari pekerjaan karena merasa tidak sanggup melihat “perlakuan” anaknya. Sejak masih bayi, si anak diasuh oleh pembantu, karena kedua orang tuanya semua bekerja. Berangkat pagi, pulang malam, adalah hal yang biasa. Sehingga si anak tak sempat merasakan kasih sayang seorang ibu sepenuhnya.

Hari demi hari berlalu, beberapa tahun si anak diasuh oleh pembantu. Yang membuat teman saya tersebut merasa tidak kuat adalah “perlakuan” si anak, karena lebih menganggap si pembantu sebagai orang tuanya. Ketika pembantu pulang atau hendak pergi, si anak menangis, padahal ada ibunya.

Ketika si anak menangis, pembantu yang bisa menenangkannya. Demikian, termasuk dalam hal-hal lainnya. Hal tersebut yang membuat teman saya akhirnya tidak kuat, dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan. Untuk beberapa waktu dia lebih memilih untuk merawat anaknya.

Cerita yang saya utarakan diatas barangkali hanya sebuah contoh, dan mungkin saja tidak sama dengan anak-anak serta orang tua lainnya. Melihat anak yang merasa lebih “memilih” ibu pembantu dibanding dengan ibu kandungnya bisa jadi merupakan hal lumrah, bukan?.

Karena hampir sepanjang hari si anak diasuh oleh pembantu, apalagi kalau si pembantu merawat si anak seperti anaknya sendiri.

Mohon jangan diperdebatkan, mari kita renungkan saja maksud yang terkandung dalam kata-kata diatas, ingatkan kalau saya keliru. Saya yakin dan saya percaya, sebagian besar (hampir) semua orang tua menganggap anak lebih berharga dibanding dengan harta. Demikian, bukan?
SHARE ARTIKEL