Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 25 Jan 2018
Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar diolah via globalradio.co.id

Kawin lari marak, siapa yang salah??

Maraknya kawin lari membuat hati merasa miris, karena pertimbangan tertentu orangtua menolak dan tidak merestui pilihan anaknya (yang paling mungkin adalah anak perempuan), dan bagaimana pula jika anak gadisnya tetap bersikukuh nikah dengan pria yang dicintainya?

Contoh kasus yang terjadi.

Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar via joglosemar.com
Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar via tribunnews.com

KETENTUAN NIKAH

Sebagai pijakan awal perlu dijelaskan lebih dulu tentang syarat-rukun nikah yang menentukan sah-tidaknya suatu pernikahan.

Syarat-rukun nikah secara umum ada empat (walaupun hal ini masih diperselisihkan), yaitu: adanya calon suami dan calon isteri yang saling rela untuk menikah, lafal ijab dan qabul yang jelas, dua orang saksi yang adil dan wali dari calon isteri.

Berikut dalil mengenai keharusan seorang wanita menikah dengan seizin walinya :

  • Hadits Pertama:

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66.)

  • Hadits Kedua:

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. shahih)

Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar menikah via kotabontang.net

Meskipun demikian orang tua tidak boleh semena-mena.

Dalil yang menunjukkan bahwa memilih suami adalah hak penuh wanita adalah Nash-Nash berikut;

صحيح البخاري (21/ 309)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ وَلَا الثَّيِّبُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ إِذَا سَكَتَتْ

dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Gadis tidak boleh dinikahi hingga dimintai izin, dan janda tidak bleh dinikahi hingga dimintai persetujuannya.” Ada yang bertanya; ‘ya Rasulullah, bagaimana tanda izinnya? ‘ Nabi menjawab: “tandanya diam.” (H.R. Bukhari)

Riwayat Muslim berbunyi;

صحيح مسلم (7/ 240)
عَائِشَةَ تَقُولُ
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْجَارِيَةِ يُنْكِحُهَا أَهْلُهَا أَتُسْتَأْمَرُ أَمْ لَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ تُسْتَأْمَرُ فَقَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ لَهُ فَإِنَّهَا تَسْتَحْيِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَلِكَ إِذْنُهَا إِذَا هِيَ سَكَتَتْ

‘Aisyah berkata; “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai seorang gadis yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah harus meminta izin darinya atau tidak?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Ya, dia dimintai izin.” ‘Aisyah berkata; Lalu saya berkata kepada beliau; “Sesungguhnya dia malu (mengemukakannya).” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dia diam, maka itulah izinnya.” (H.R. Muslim)

Riwayat Muslim dari Ibnu Abbas berbunyi;

صحيح مسلم (7/ 242)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا
و حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا وَرُبَّمَا قَالَ وَصَمْتُهَا إِقْرَارُهَا

Dari Ibnu Abbas bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis) harus dimintai izin darinya, dan diamnya adalah izinnya.” Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar telah menceritakan kepada kami Sufyan dengan isnad ini, beliau bersabda: “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan (gadis), maka ayahnya harus meminta persetujuan atas dirinya, dan persetujuannya adalah diamnya.” Atau mungkin beliau bersabda: “Dan diamnya adalah persetujuannya.” (H.R. Muslim)

Bahkan pembangkangan seorang wanita terhadap ayahnya atau ibunya dalam hal pilihan suami, tidak tergolong kedurhakaan. Bukhari meriwayatkan;

صحيح البخاري (21/ 273)
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ الْأَنْصَارِيَّةِ
أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذَلِكَ فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا

Dari Khansa’ binti Khidzam Al Anshariyah; bahwa ayahnya mengawinkannya -ketika itu ia janda-dengan laki-laki yang tidak disukainya, kemudian dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau membatalkan pernikahannya. (H.R.    Bukhari)

Riwayat Ahmad berbunyi;

مسند أحمد (5/ 372)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ ابْنَةَ خِذَامٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Ibnu Abbas; bahwasannya anak perempuan Khidzam menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan bahwa ayahnya telah menikahkan dirinya, padahal ia tidak menyukainya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya hak untuk memilih. (H.R. Ahmad)

Lebih jauh dari itu, aktivitas menghalang-halangi wanita untuk menikah dengan lelaki yang telah menjadi pilihannya adalah kezaliman yang diharamkan oleh Islam  dan disebut dalam pembahasan Fikih Islam dengan istilah ‘Adhl. Adhl hukumnya haram dan pelakunya dihukumi fasik yang gugur hak perwaliannya dan tidak diterima persaksiannya. Allah berfirman ketika mengharamkan ‘Adhl;

{فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 232]

Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya apabila telah ada saling ridha di antara mereka dengan cara yang ma’ruf (Al-Baqoroh; 232)

Alasan Orang Tua Menolak Memberi Restu

Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar via konsultasisyariah.com

Restu orang tua sifatnya personal yang terkait hubungannya dengan anak-anaknya.

Baca juga: Ya Allah, Apakah Kesusahan Tanpa Henti ini Ujian DariMu Ataukah Azab DariMU

Orang tua memiliki hak terhadap anak-anaknya dan masih tanggung jawab mereka sebelum anak-anaknya menikah.

Orang tua pasti memiliki alasan mengapa mereka menolak memberikan restu anaknya menikahi atau dinikahi seseorang.

Diantara alasan tersebut bisa saja :

1. Karena berbeda agama.

Wanita muslimah tidak diperbolehkan dinikahi oleh pria yang bukan muslim.

Demikian pula pria muslim dilarang untuk menikahi wanita musyrik. Karena suamilah yang nanti akan mendidik istrinya dan membawa keluarganya menuju syurga.

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dibanding orang musyrik, meskipun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran" (Q.S. Al Baqarah : 221). Orang tua sangat paham dengan ayat ini, mereka takut dengan azab Allah dan pertanggung jawaban di hari pembalasan nanti.

2. Karena ahlaknya kurang baik.

Orang tua memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak dari anak-anaknya.

Mereka bisa menilai mana orang yang berahlak baik dan mana yang berahlak buruk, mereka takut anaknya akan menderita jika menikahi / dinikahi orang yang perangainya buruk.

3. Karena ibadahnya tidak bagus.

Orang tua bisa menilai apa seseorang itu ibadahnya baik atau tidak. Logikanya jika ibadahnya tidak bagus bagaimana bisa dia bisa membimbing keluarganya nanti? Orang tua takut anaknya menjadi jauh dari Allah setelah menikah.

4. Karena tidak takut pada Allah

Orang tua bisa menilai seorang pria / wanita yang akan menjadi pasangan anak-anaknya. Mereka berfikir jika seseorang tidak takut pada Allah bagaimana dia bisa memperlakukan isterinya / suaminya dengan baik?

5. Karena dianggap tidak bisa mensupport keluarga dengan baik.

Orang tua tidak berani mengambil resiko menikahkan anak perempuannya dengan seorang pria pengangguran yang malas, meskipun gantengnya selangit ataupun orang tuanya kaya raya. Karena suamilah yang akan mensupport rumah tangganya kelak.

6. Menilai ada yang tidak beres dengan calon menantunya.

Orang tua punya indera keenam atau insting yang kuat terkait dengan bahaya yang akan menimpa anak-anaknya.

Mereka tidak akan mengambil resiko menikahkan anaknya dengan seorang pecandu / pengedar narkoba, peminum khamar (minuman keras), pezina, koruptor atau orang yang mata pencahariannya dari sumber yang haram.

Mereka juga tidak akan mengambil resiko menikahkan anaknya dengan seorang yang dinilai tidak jujur dengan latar belakangnya (misalnya merahasiakan kalau sebelumnya sudah menikah, berbohong dengan jenis kelaminya - ada wanita yang menikahi wanita dengan membohongi calon istrinya kalau ia lelaki tulen bukan?)

7. Berbeda status sosial.

Misalnya kaya dan miskin, keturunan bangsawan atau tidak, anak pejabat dan orang biasa, cantik dan jelek atau sebaliknya, postur yang tidak serasi, cacat fisik dan cacat mental pada salah satunya, berbeda tingkat pendidikan.

Karena orang tua paham pasti akan sulit saling beradaptasi orang yang berbeda status sosial dan itu akan menimbulkan gesekan dalam rumah tangga.

Namun seorang anak juga tidak boleh memaksakan kehendak.

Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Gambar via grid.id

Berbakti pada orangtua bisa menguak langit dan memanggil rezeki, Mengapa?

1. Karena doa-doa orang tua makbul.

Doa orang tua itu menguak langit, menembus cakrawala dan memberikan efek segera pada anak-anaknya. Termasuk doa kelimpahan rezeki untuk anak-anaknya. Doa orangtua akan membuat rezeki kita tercurah.

2. Ridha Allah terletak pada ridha orang tua.

Demikian pula kebencian Allah terletak pada kebencian orang tua pada sikap anaknya.

Berbakti pada orang tua adalah salah satu amalan utama yang disukai Allah.

"Aku bertanya kepada Nabi SAW tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah, Nabi SAW menjawab, pertama shalat di awal waktu, berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah." (H.R.Bukhari-Muslim).

3. Kata-kata orang tua itu mujarab.

Bisa menjadi rahmat atau kutukan tergantung sikap kita. Jika kita berbakti padanya, orangtua akan mengangkat tangannya mendoakan keselamatan dan keberkahan rezeki kita.

Sebaliknya jika kita durhaka dan menyakiti hati mereka, bisa saja kepedihan dan tangis orangtua membuat Allah murka dan membuat hidup kita sengsara.

4. Berbakti pada orang tua adalah investasi terbaik yang dimiliki oleh seorang anak.

Jika kita menginvestasikan uang pada suatu jenis usaha hasilnya ada dua, bisa untung dan bisa rugi.

Tetapi jika kita menginvestasikan uang untuk membahagiakan orang tua (menafkahi, memenuhi kebutuhan dan menyenangkan hatinya), menginvestasikan waktu untuk menemani dan merawatnya, menginvestasikan umur untuk berbuat baik padanya sampai ajal memanggil kita atau orang tua kita maka hasilnya pastilah UNTUNG. Berbakti pada orang tua adalah investasi yang selalu untung, memberikan hasil berlipat karena sumbernya dari Zat yang Maha Kaya, Allah SWT.

Syarat Sah Menikah menurut islam

Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Syarat nikah gambar via hipwee.com

Syarat Nikah Untuk Mempelai Pria

  • Memeluk agama islam
  • Laki-laki yang tertentu
  • Bukan Lelaki Mahram Dengan Calon Isti ( masih saudara kandung )
  • Calon mempelai Pria Mengatahui Wali nikah asli yang akan menjadi wali di pernikahan
  • Tidak dalam Ihram umrah atau haji
  • Menikah dengan kerelaan/kemauan sendiri bukan dengan paksaan
  • Tidak memiliki 4 (empat) orang istri pada waktu menikah
  • Mengetahui perempuan yang akan dijadikan dinikahi dan dijadikan istri

Syarat Untuk Mempelai Wanita

  • Memeluk agama islam
  • Wanita yang tertentu
  • Bukan wanita mahram dengan calon suami (saudara kandung calon suami)
  • Wanita bukan seorang kuntsa ( menyukai sesama jenis )
  • Tidak dalam Ihram umrah atau haji
  • Calon mempelai wanita tidak boleh didalam Iddah
  • Tidak berposisi sebagai istri orang

Syarat Wali Nikah

  • Beragama islam (bukanlah seoarnag yang kafir )
  • Wali Nikah laki-laki bukan wanita
  • Sudah Baligh
  • Menjadi wali dengan kerelaan sendiri bukan dengan paksaan
  • Tidak dalam ihram umroh atau haji
  • Tidak Gila atau cacat fikiran, sudah terlalu tua sehingga sulit berfikir
  • Sudah Merdeka

Syarat Saksi Nikah

  • Saksi harus berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
  • Memeluk Ajaran Agama Islam
  • Memiliki Akal Yang Sehat
  • Sudah Baligh
  • Berjenis Kelamin Laki-laki
  • Sudah memahami sepenuhnya kandungan yang ada dalam Ijab dan juga Qobul
  • Saksi Harus bisa melihat, berbicara, dan juga mendengar
  • Adil ( Bukanlah orang yang melakukan dosa besar dan juga melakukan berbagai macam dosa kecil)
  • Sudah Merdeka

Syarat Ijab Nikah

  • Pernikahan Yang akan dilakukan ini harus pernikahan yang tepat
  • Tidak boleh merubah atau menggunakan perkataan yang dikarang sendiri
  • Ijab harus diucapkan oleh wali atau wakil yang ada dalam pernikahan
  • Ijab tidak boleh diikatkan dalam jangka waktu tertentu atau nikah kontrak ( contoh pernikahan ini sah dalam jangka waktu sekian sekian )
  • Ijab Tidak boleh memiliki persyaratan ketika ijab ini di lafazkan

Syarat Qobul

  • Perkataan Qobul haruslah sesuai dengan ucapan ijab
  • Tidak mengandung kata-kata sindiran
  • Diucapkan oleh calon suami atau wakilnya ( jika benar-benar calon suami tidak bisa berbicara atau yang lain )
  •  Tidak Dikaitkan dalam waktu tertentu atau nikah kontrak (mutaah)
  • Tidak memiliki persyaratan pada saat Qobul diucapkan
  • Harus Menyebutkan Nama Calon istinya


Lalu bagaimana sarat nikah menurut hukum Negara?
Ayah Bunda Aku Sungguh Mencintainya, Tolong Berikan Restu Pernikahan Kami
Buku nikah via harianriau.com

1. Perlu diketahui bahwa menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) 

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kemudian, di dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan disebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perlu juga diketahui bahwa syarat-syarat perkawinan antara lain adalah:

  • Harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;


  • Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua/salah satu, bila ternyata orang tua ada yang sudah meninggal atau wali bila ternyata kedua orang tua sudah tidak ada.

2. lihat Pasal 6 ayat [1] dan ayat [2] UU Perkawinan)

Ketiga, pihak kelurahan tidak dibenarkan mempersulit Anda memperoleh surat keterangan untuk melakukan perkawinan. Sikap pihak kelurahan itu melanggar asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (“UU 25/2009”), khususnya asas kepastian hukum, kesamaan hak, keprofesionalan, dan persamaan perlakuan/tidak diskriminatif (lihat Pasal 17 jo Pasal 4). Sayangnya, sanksi atas pelanggaran tersebut hanya berupa teguran tertulis (lihat Pasal 17 jo Pasal 54 ayat [1] UU 25/2009).

Semua aktivitas menghalang-halangi pernikahan wanita dengan calon suami pernikahannya secara zalim termasuk ‘Adhl yang hukumnya haram.

Tidak boleh menghalang-halangi pernikahan wanita dengan alasan misalnya calon suaminya kurang ganteng, kurang kaya, kurang punya kedudukan sosial, tidak bisa dibanggakan, bukan keturunan ningrat, sudah menikah, keluarganya tidak terkenal, bukan satu ras/kabilah/keluarga/marga/kelompok/partai/harokah/organisasi, belum menyelesaikan studi dan mengamankan masa depan, dll.

Adapun jika alasannya Syar’I seperti calon suaminya kafir, fasik (tidak/jarang sholat, mabuk-mabukan, penjudi, pezina, rusak akhlaknya-penipu-), termasuk mahrom, wanita masih di masa iddah, wanita pernah berzina dan blm melakukan istibro’ dll maka menghalangi demikian tidak teramsuk ‘Adhl karena bukan kezaliman.

SHARE ARTIKEL