Ketika Anak Bertanya Untuk Apa Kita Shalat, Puasa, Baca Al-Qura`an, Kegiatan Itu Kan Mengganggu Kesenangan Anak-anak, Begini Jawabannya
Penulis Penulis | Ditayangkan 13 Nov 2017PERTANYAAN YANG MEMBUAT HATI BUNDA BINGGUNG MENJAWABNYA
“Ma, kenapa sih kita mesti salat, mesti puasa, mesti baca alquran, dan mesti belajar? Bukankah kegiatan itu mengganggu kesenangan anak-anak? Itu tidak ada gunanya ma, karena tidak membawa keberuntungan bagi kita ma,”
Saya memang sering mengajari anak-anak saya untuk salat sejak dini. Bahkan Felisa yang masih berusia lima tahun sudah saya biasakan untuk selalu salat lima waktu.
Pernah suatu hari anak-anak merasa kesal kepada saya karena sedang asik menonton televisi saya mengajaknya untuk melaksanakan salat karena adzan magrib sudah berkumandang.
“Anak-anak mama sayang, ayo kita salat dulu, itu adzan sudah berbunyi,” kata saya pada anak-anak ketika sedang asik menonton televisi.
“Sebentar lagi dong ma, ini lagi seru-serunya,” jawab salah satu dari anak saya yang berusia delapan tahun.
“Sayang, tidak baik jika kita menunda-nunda salat. Kan hak Allah. Ayo matikan televisinya!” Saya mencoba lebih keras lagi pada anak-anak.
“Iya deh ma,” jawab sang anak sambil bangkit dari tempat duduk.
Anak saya Reza terlihat sangat kecewa, sementara Felisa lebih cenderung menurut karena mungkin masih kecil jadi takut melihat mamanya marah. Tentu Reza sangat kecewa karena harus meninggalkan acara televisi yang paling disukainya.
Selama berada di kamar mandi Reza terus menggerutu. “Ah, tiap hari mama menggangu saja, lagi asik-asiknya nonton televisi disuruh salat, lagi senang-senangnya main disuruh salat, lagi nyenyaknya tidur disuruh salat, harus baca alquran, harus ngaji, harus ini, itu, bikin pusing! Capek!”
Setelah selesai salat berjamaah Reza bertanya dengan nada protes. “Ma, kenapa sih kita mesti salat, mesti puasa, mesti baca alquran, dan mesti belajar? Bukankah kegiatan itu mengganggu kesenangan anak-anak? Itu tidak ada gunanya ma, karena tidak membawa keberuntungan bagi kita ma,”
Saya sangat terkejut ketika mendengar pertanyaan Reza anak pertama saya, tidak menyangka jika dia akan bersikap seperti itu. Saya pun diam beberapa saat, saya sedikit marah pada anak saya, tetapi saya pun menyadari bahwa Reza masihlah kecil, yang belum memahami arti kehidupan ini selain bermain dan bersenang-senang.
Saya pun beranjak mengambil sebuah lampu yang menempel di dinding kamar. Saya pun berkata: “Anakku sayang, kamu lihat lampu ini. Dia begitu indah, bentuknya lonjong dengan dindingnya yang terbuat dari kaca yang bening. Setiap malam kamu bisa belajar, mengerjakan pr dan nonton televisi. Salah satu sebabnya karena diterangi oleh lampu ini.” “Sayang, tahukah kamu mengapa lampu ini bisa menyala dengan indah?”
“Karena ada energi listrik yang telah berubah menjadi cahaya,” jawab Reza.
“Ya, benar sekali jawaban kamu nak, lalu apakah yang menyambungkan lampu ini dengan sumber listrik tadi?” saya pun mencoba bertanya pada Reza anak saya.
“Yang menyambungkan lampu dan sumberlistrik adalah kabel,” jawabnya pasti.
“Pintar sekali kamu nak,”Saya mencoba untuk memberikan pujian.
“Nah, sekarang kamu pasti tahu bila tidak ada kabel lampu ini tidak akan nyala, dan kamar ini pasti gelap. Bila demikian ia tidak ada manfaatnya lagi, kamu tidak bisa belajar dan melihat televisi.” Ujar saya kepada anak saya.
“Apa maksud mama?” Reza masih belum paham dengan penjelasan saya.
“Wahai anakku sayang, Allah itu adalah sumber cahaya dalam hidup kita. Sementara kita adalah lampunya. Ibadah yang telah kita lakukan menjadi kabel atau tali penghubungnya. Ibadah dapat menghubungkan antara Allah manusia. Tepatnya antara Allah dengan kita. Jika kita tidak mau beribadah maka hidup kita akan gelap. Kita akan tersesat dan tidak akan berguna sedikit pun seperti lampu yang tidak ada cahayanya.” Saya mencoba memberikan pengertian.
“Jadi, salat, bersedekah, membaca alquran, dan belajar merupakan kabel yang akan menghubungkan kita kepada Allah nak,” Saya melanjutkan penjelasannya kepada sang anak.
Mendengar penjelasan dari saya maka Reza tampak tertegun. Dalam hatinya dia merasa menyesal karena selalu marah-marah ketika diminta untuk salat kepada saya. Dia pun pada akhirnya berkata: “Maafkan Reza ma, yang selalu marah sama mama ketika disuruh salat, membaca alquran dan mengaji, Reza tidak akan lagi meninggalkan salat dan akan selalu membaca alquran serta pergi mengaji,” Reza pun mencium tangan saya dengan lembut.
Tentu saya sangat terharu, karena dia mampu memahami penjelasan yang telah saya berikan. Saya tentunya sangat bersyukur memiliki anak-anak yang mudah diberi penjelasan dan pemahaman.
Jadilah seorang mama yang pandai untuk anak-anak. Karena apabila seorang mama pandai maka anak-anak pun akan pandai, begitulah yang dikisahkan dari situs sayangianak.com,
Semoga artikel ini bermanfaat.