Ini Pertanyaan yang Membuat Rasulullah Marah
Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 15 May 2017
islamidia.com
Bertanya untuk menambah ilmu adalah hal yang baik. Namun hati-hati saat bertanya, hal-hal yang seperti ini.
Banyak bertanya terhadap sesuatu yang tidak terjadi atau tidak dibutuhkan adalah satu hal yang dibenci di dalam Islam. Terlebih ketika pertanyaan tersebut berujung pada sebuah jawaban yang bisa memperberat dirinya atau orang lain yang ada di sekitarnya. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW pernah mengingatkan bahwa, “Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering menyelisihi para Nabi mereka.” (HR. Muslim)
Karena hal ini pula, Rasulullah SAW suatu ketika pernah marah karena salah seorang lelaki bertanya tentang perihal beliau dalam melaksanakan puasa. Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi SAW dan bertanya, “Bagaimana Anda berpuasa?” Seketika itu, Rasulullah pun marah. Melihat kemarahan Nabi, Umar berkata, “Aku ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai nabi. Aku berlindung kepada Allah dari murka Allah dan Rasul-Nya.”
Umar selalu mengulangi kata-kata ini hingga murka beliau mereda. Umar lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana orang yang puasa sepanjang masa?”
Beliau menjawab, “Ia hakikatnya tidaklah berpuasa dan tidak pula berbuka.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana hukum orang yang berpuasa dua hari dan berbuka sehari?”
Beliau balik bertanya, “Apakah ada yang mampu melaksanakannya?”
Ia bertanya, “Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari?”
Beliau menjawab, “Itu adalah puasanya Dawud.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka dua hari?”
Beliau menjawab, “Aku ingin mampu melaksanakannya.”
Rasulullah SAW lalu bersabda:
ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Tiga hari dalam setiap bulan, Ramadhan hingga Ramadhan, merupakan puasa sepanjang masa. Adapun puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar puasa itu menghapuskan (dosa) selama setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya. Sedangkan puasa `Asyura’, aku berharap kepada Allah agar puasa itu menghapuskan dosa setahun setelahnya.” (HR Muslim)
Baca Juga: Begitu Wajibnya Istri Melayani HASRAT Suami, Bahkan Bila Sedang Duduk di Punggung Untapun Lakukan Saja!
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi berkata, “Para ulama berkata bahwa penyebab marahnya Rasulullah SAW adalah beliau tidak suka dengan pertanyaan itu, sebab beliau takut jawaban beliau malah memberatkan. Sang penanya akan menganggap wajibnya puasa tersebut, atau malah mengurangi dan memendekkannya, padahal ada kemungkinan ia menginginkan yang lebih daripada itu.“
Beliau menyingkat jawaban karena kesibukan beliau dalam kepentingan kaum muslimin dan hak-hak mereka, urusan istri-istri beliau, tamu-tamu beliau, dan utusan-utusan yang datang kepada beliau. Hal itu agar beliau tidak terlalu memerhatikan pada salah seorang saja sehingga menyebabkan terbengkalainya hak-hak yang lain.
Sebaiknya sang penanya bertanya, “Berapa kali bagusnya aku berpuasa?” Atau, “Bagaimana aku baiknya berpuasa?” Hendaklah ia mengkhususkan pertanyaan kepada dirinya sehingga beliau menjawab menurut keadaan dirinya. Sebagaimana beliau juga menjawab pertanyaan lainnya menurut keadaan diri mereka masing-masing. Wallâhu a`lam.
Al-Qadhi berkata, “Maksud sabda beliau, ‘Aku ingin mampu melaksanakannya,’ adalah aku ingin umatku mampu melaksanakannya, karena beliau sendiri kuat melaksanakan lebih daripada hal tersebut. Beliau juga sering memanjangkan puasa dan bersabda, ‘Aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya aku menghadap Tuhanku, Dia yang memberi makan dan minum kepadaku.’ Penafsiran ini sesuai dengan redaksi sabda beliau dalam riwayat yang kedua (di buku Shahih Muslim), ‘Andaikata Allah menguatkan kita untuk melaksanakannya.’ Atau ada kemungkinan hal tersebut dikatakan untuk istri-istri beliau dan selainnya dari kaum muslimin yang ingin melaksanakannya.”
Sabda beliau, “Puasa Arafah, aku berharap kepada Allah, menghapuskan dosa setahun sebelum dan sesudahnya,” maksudnya adalah selama dua tahun. Mereka berkata, “Yang diampuni adalah dosa-dosa kecil, Kami juga telah menyebutkan bahwa penghapusan dosa-dosa kecil diharapkan dapat meringankan dosa-dosa besar walaupun dosa tersebut tidak hilang semuanya.” (Syarhun Nawawi, juz VIII hal. 41)
Selain memahami petunjuk Nabi saw dalam menjalankan puasa sunnah, hadis di atas juga mengajarkan kita bagaimana adab seorang murid ketika bertanya kepada gurunya. Dan salah satu adabnya adalah bertanya dengan menggunakan pilihan kata dan bahasa yang sopan, karena tidak jarang kemarahan itu muncul berawal dari pertanyaan yang salah. Wallahu a’lam bis shawab!
Oleh : Fakhruddin
Diringkas dari buku “Jangan Bikin Rasul Marah” karya Ali Utsman Mujahid, penerbit Aqwam, Solo.