5 Cara Menumbuhkan Kesadaran Bertauhid pada Anak
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 03 May 2017Sahabat, mengacu pada model pendidikan Lukman Al Hakim (Q.S. Luqman: 13-18), pondasi pertama yang ditegakkan adalah tauhid. Iman kepada Allah Swt. Inilah benih yang wajib ditumbuhsuburkan oleh orangtua. Bukankah fitrah keimanan sudah laten tertanam dalam jiwa anak.
Pendidikan bukanlah sekedar dimana dan bagaimana anak sekolah. Peran dan fungsi mendidik tetap menjadi tanggungjawab orangtua. Sekolah merupakan institusi yang (hanya) dititipi dan diajak bekerja sama oleh orangtua.
Menumpahkan tanggung jawab pendidikan sepenuhnya pada sekolah bukanlah sikap yang tepat. Mengembangkan fitrah anak tetap menjadi tanggungjawab orangtua – bukan sekolah.
Oleh karena itu, Sahabat, mendidik anak perlu dibingkai oleh rasa syukur kepada Allah (Q.S. Luqman: 12). Rasa syukur bahwa kita dianugerahi putra-putri yang pasti memiliki potensi dan kelebihan.
Upaya discovering ability tidak boleh terhenti oleh sangka buruk yang kita ciptakan sendiri pada anak. Pendidikan tauhid pun dikembangkan dengan cara pandang bahwa setiap anak dianugerahi potensi dan keunggulan.
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar,” demikian nasehat yang pertama kali disampaikan Luqman kepada anaknya. Bagaimana upaya menumbuhkan fitrah keimanan anak? Sahabat, lima cara berikut ini dapat dijalankan dan disimulasi sesuai kondisi lingkungan keluarga kita masing-masing.
1. Memperdengarkan adzan
Melantunkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri ketika bayi lahir merupakan anjuran sunah Rasul. Imam an-Nawawi (631-676 H) rahimahulloh di dalam kitab al-Adzkar menyatakan: Kami telah meriwayatkan di dalam Kitab Sunan Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan selain keduanya dari Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Saya telah melihat Rasulullah Saw meng-adzani di telinganya Hasan bin Ali tatkala Fathimah baru saja melahirkannya dengan adzan shalat semoga Allah meridlai mereka semua”. Imam at-Tirmidzi berkata: Ini adalah hadits yang hasan lagi shahih. (Al-Adzkar, hal : 298).
Menurut Imam Musbikin dalam buku “Ajaibnya Adzan untuk Mencerdaskan Otak Anak sejak Lahir,” suara adzan dan iqomah merupakan software penginstal God Spot. Tidak diragukan lagi, adzan dan iqomah merupakan langkah ampuh menumbuhkan sikap tauhid pada anak di masa yang akan datang.
2. Memanfaatkan waktu menjelang tidur
Matikan televisi menjelang waktu anak tidur. Membaca cerita tentang sifat-sifat Allah, kisah nabi dan rasul, atau memperdengarkan murotal ayat Al-Quran bisa menjadi pengantar anak sebelum tidur. Kita memvariasi aktivitas itu menurut kebutuhan dan situasi di rumah.
BACA JUGA : Bunda, Inilah 3 Cara Melatih Anak Untuk Berpikir Mandiri
Mengapa menjelang tidur? Kedekatan kita dengan anak yang membuahkan rasa aman dan tenteram sangat efektif dibangun menjelang tidur. Anak merasa damai. Aman. Ketika positive feeling kita dan anak sudah terjalin, inilah saatnya menanam nilai-nilai ketauhidan.
3. Merenungkan ciptaan Allah Swt
Saya masih teringat momen bersama putra pertama yang berusia enam tahun ketika duduk memandangi langit malam. Bintang berserakan. Bulan menjelang purnama. Berbincang ringan dan sederhana saja. Lalu di tengah obrolan anak saya mendongak ke atas.
“Ada bintang. Ada bulan. Allah dimana?” tanya anak saya. Kami pun lantas saling bertanya jawab. Saya punya kebiasaan, setiap pertanyaan dari anak saya jawab dengan pertanyaan balik.
Merenungkan kebesaran Allah dengan mempelajari ciptaan-Nya bisa menumbuhkan benih-benih tauhid dalam jiwanya. Membaca alam di lingkungan sekitar, seraya mengaitkannya dengan Asma Allah, akan menjadi jangkar bagi memori jangka panjang anak.
4. Mensyukuri nikmat Allah
Tidak perlu rumit memberi contoh bagaimana mensyukuri nikmat. Saya kerap memanfaatkan panca indera atau anggota tubuh menjadi bahan simulasi bagi anak-anak. Simulasinya juga gampang.
Cukup dengan pertanyaan sederhana, misalnya mengapa mata kita menghadap ke depan? Apa yang terjadi seandainya satu mata menghadap ke belakang satu ke depan? Beragam jawaban yang aneh dan lucu meluncur dari bibir anak. Perlahan kita memandu cara berpikirnya. Ujungnya adalah membawa anak mensyukuri nikmat panca indera.
Apa hubungannya dengan menanamkan nilai tauhid? Dengan mensyukuri setiap nikmat, sesungguhnya kita sedang menunjukkan sifat Kasih Sayang Allah. Sifat Rahman-Rahim Allah. Kesadaran iman dibangun oleh pilar, salah satunya, menyadari betapa sangat sayang Allah kepada kita.
5. Membiasakan menyebut Asma-Nya
Bacaan Basmalah untuk mengawali setiap pekerjaan baik perlu dibiasakan. Habituasi ini dimulai sejak dini mengingat hampir setiap aktivitas yang baik selalu ada doa untuk mengawalinya. Mulai doa sebelum tidur, bangun tidur, masuk kamar mandi sampai tidur kembali. Untuk itu, anak dilatih dari tahap paling mudah, membaca basmalah, sampai mengamalkan doa-doa harian.
Tentu bukan sekedar menghafal dan mengamalkannya. Dialog ringan mengapa saat masuk kamar mandi, memakai baju, atau keluar rumah kita membaca doa, akan menumbuhkan benih keimanan. Bahwa kita selalu memerlukan pertolongan dari Allah. Tentunya dengan berdialog secara terbuka, fair, dan masuk di akal pemahaman anak.
Sahabat, lima langkah di atas dapat dikembangkan lebih lanjut. Variasi dan simulasi yang menarik minat anak akan berpengaruh pada memori jangka panjang. Bukan sekedar menakuti anak dengan dosa dan siksa neraka tanpa diimbangi pemaparan yang jernih.
Kisah Nabi ibrahim menemukan Tuhan, anjuran mengamati bagaimana unta diciptakan, gunung-gunung ditinggikan menunjukkan iman dan tauhid bukan semata dogma. Menanamkan tauhid dan iman perlu mendayagunakan akal, sesuai dengan usia perkembangan anak.