12 Amalan Berpahala Besar di Setiap Pagi Bulan Ramadhan Mulai dari Bangun Sahur
Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 04 May 2017google.co.id
Tentunya kita semua sepakat bahwa pada bulan suci Ramadhan, semua setan dibelenggu, dan sekecil apapun amal ibadah yang kita lakukan akan diberi pahala yang berlipat ganda. Oleh karena itu jangan sampai lewatkan aktifitas-aktifitas ibadah berikut ini yang dikutip dari rumaysho.com, karena akan memberikan keberkahan ibadah kita.
Selain kewajiban bagi yang berpuasa untuk menahan diri dari makan dan minum. Berikut amalan yang mesti kita lakukan, agar mendapatkan dalam ibadah kita di bulan Ramadhan. Amii Ya... Rabbal Allamin.... Apa sajakah amalan di pagi hari itu? Berikut ulasanya.
1. Bangun tidur dan segera berwudhu, tujuannya agar terlepas dari ikatan setan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ
“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari, no. 1142 dan Muslim, no. 776)
2. Lakukan shalat tahajud walaupun hanya dua rakaat. Lalu menutup dengan shalat witir jika belum melakukan shalat witir ketika shalat tarawih.
Masih boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah raka’at shalat malam tidak ada batasannya. Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah raka’atnya, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749; dari Ibnu ‘Umar). Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
Yang penting tidak ada dua witir dalam satu malam. Dari Thalq bin ‘Ali, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
“Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi, no. 470; Abu Daud, no. 1439; An-Nasa’i, no. 1679. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
3. Setelah shalat, berdoa sesuai dengan hajat yang diinginkan karena sepertiga malam terakhir (waktu sahur) adalah waktu terkabulnya doa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di atas dengan berkata, “Do’a dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan.” (Fath Al-Bari, 3: 32).
4. Melakukan persiapan untuk makan sahur lalu menyantapnya. Ingatlah, dalam makan sahur terdapat keberkahan.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Baca Juga: Viral! Sajadah dan Mukena yang Tiba-tiba Tegak Berdiri Seperti Orang Sholat
5. Waktu makan sahur berakhir ketika azan Shubuh berkumandang (masuknya fajar Shubuh).
Dalilnya disebutkan bahwa aktivitas makan dan minum berhenti ketika terbit fajar Shubuh (ditandai dengan azan Shubuh yang tepat waktu) sebagaimana dalam ayat,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Kami katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan makanan masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah masuk fajar, maka batallah puasanya. Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama.
Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhum bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Sungguh Bilal mengumandangkan azan di malam hari. Tetaplah kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan.” (HR. Bukhari dan Muslim. Dalam kitab Shahih terdapat beberapa hadits lainnya yang semakna)
Adapun hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya.” Dalam riwayat lain disebutkan,
وكان المؤذن يؤذن إذا بزغ الفجر
“Sampai muadzin mengumandangkan azan ketika terbit fajar.” Al-Hakim Abu ‘Abdillah meriwayatkan riwayat yang pertama. Al-Hakim katakan bahwa hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim. Kedua riwayat tadi dikeluarkan pula oleh Al-Baihaqi.
Kemudian Al-Baihaqi mengatakan, “Jika hadits tersebut shahih, maka mayoritas ulama memahaminya bahwa azan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah azan sebelum terbit fajar shubuh (untuk membangunkan shalat malam, pen.), yaitu maksudnya ketika itu masih boleh minum karena waktu itu adalah beberapa saat sebelum masuk shubuh. Sedangkan maksud hadits “ketika terbit fajar” bisa dipahami bahwa hadits tersebut bukan perkataan Abu Hurairah, atau bisa jadi pula yang dimaksudkan adalah azan kedua. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian”, yang dimaksud adalah ketika mendengar azan pertama. Dari sini jadilah ada kecocokan antara hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah.” Dari sini, sinkronlah antara hadits-hadits yang ada. Wabiilahit taufiq, wallahu a’lam.” (Al-Majmu’, 6: 312)
6. Sambil menunggu Shubuh, perbanyak istighfar dan sempatkan membaca Al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.” (QS. Ali Imran: 17).
Aktivitas baca Al-Qur’an dapat dilihat dari aktivitas makan sahur berikut ini.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ – رضى الله عنه – تَسَحَّرَا ، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِىُّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى . قُلْنَا لأَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِى الصَّلاَةِ قَالَ كَقَدْرِ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً
“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an).’ (HR. Bukhari, no. 1134 dan Muslim, no. 1097).
7. Bagi yang berada dalam keadaan junub, maka segera mandi wajib. Namun masih dibolehkan masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub dan tetap berpuasa. Termasuk juga masih boleh masuk waktu Shubuh belum mandi suci dari haid.
Istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1109)
Hadits di atas diperkuat lagi dengan ayat,
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan mubasyaroh (basyiruhunna) dalam ayat di atas adalah jima’ atau hubungan intim. Dalam lanjutan ayat disebutkan “ikutilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian”. Jika jima’ itu dibolehkan hingga terbit fajar (waktu Shubuh), maka tentu diduga ketika masuk Shubuh masih dalam keadaan junub. Puasa ketika itu pun sah karena Allah perintahkan “sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.” Itulah dalil Al Quran dan juga didukung dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bolehnya masuk Shubuh dalam keadaan junub.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 195).
Catatan: Mandi junub sebelum fajar Shubuh tiba lebih afdhal. Walaupun kalau mandi setelah fajar Shubuh terbit, dibolehkan dan boleh menjalankan puasa di hari tersebut. (Lihat bahasan Syaikh Musthafa Al-Bugha dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 1: 348)
8. Ketika mendengar azan Shubuh lakukanlah lima amalan berikut.
(1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
(2) bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendengar azan: Allahumma sholli ‘ala Muhammad atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.
(3) minta pada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah.
(4) lalu membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
(5) memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa’ Al-Afham, hlm. 329-331)
9. Melaksanakan shalat Sunnah Fajar sebanyak dua raka’at.
Keutamaan shalat tersebut disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at fajar (shalat sunnah qabliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim, no. 725).
Shalat sunnah fajar inilah yang paling Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jaga, dikatakan pula oleh ‘Aisyah,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لَمْ يَكُنْ عَلَى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مُعَاهَدَةً مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الصُّبْحِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menjaga shalat sunnah yang lebih daripada menjaga shalat sunnah dua raka’at sebelum Shubuh” (HR. Muslim, no. 724).
Dalam lafazh lain disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَسْرَعَ مِنْهُ إِلَى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Aku tidaklah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah yang lebih semangat dibanding dengan shalat sunnah dua raka’at sebelum Fajar” (HR. Muslim, no. 724).
Surat yang dibaca ketika shalat sunnah fajar (qabliyah Shubuh) adalah surat Al-Kafirun dan surat Al-Ikhlas, sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika shalat sunnah qobliyah shubuh surat Al-Kafirun dan surat Al-Ikhlas” (HR. Muslim, no. 726).
10. Melaksanakan shalat Shubuh berjamaah di masjid bagi laki-laki dan berusaha mendapatkan takbir pertama bersama imam di masjid. Sedangkan shalat terbaik bagi wanita adalah di rumah, bahkan di dalam kamarnya.
Pahala shalat berjamaah bagi laki-laki di masjid disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama dari shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)
Mengenai shalat Shubuh dikhususkan perintahnya bahkan dinyatakan sebagai shalat yang paling berat bagi orang munafik sebagaimana dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657).
Adapun shalat bagi wanita yang terbaik adalah di rumahnya. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdhal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no. 570. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat pengertian hadits ini dalam ‘Aun Al-Ma’bud, 2: 225). Artinya, tempat shalat wanita di dalam rumah semakin tidak terlihat dan jauh dari ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis), akan semakin utama.
Baca Juga: Anda Harus Tahu, Kenapa Saat Shalat Dzuhur dan Ashar Bacaannya Tak Dikeraskan
11. Setelah melaksanakan shalat sunnah, menyibukkan diri dengan berdoa dan membaca Al-Qur’an. Ingat bahwa doa antara azan dan iqamah adalah doa yang terkabul.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
“Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad 3: 155. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
12. Setelah shalat Shubuh berdiam di masjid untuk berdzikir seperti membaca dzikir pagi-petang, membaca Al-Qur’an dengan tujuan mengkhatamkannya dalam sebulan, atau mendengarkan majelis ilmu hingga matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit).
Ketika matahari meninggi tadi, lalu melaksanakan shalat isyraq dua raka’at yang dijanjikan pahalanya haji dan umrah yang sempurna.
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 174, 181, 209. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1: 189 mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Muhammad Bazmul menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi, hasan dilihat dari jalur lain)
Demikianlah aktifitas dipagi hari yang bisa kita lakukan. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, dan selalu memberikan rahmatNya kepada kita semua. Aamiin...