Perlu Dicontoh, Resep Keluarga harmonis Umar Bin Khattab yang Sangat Toleransi Terhadap Istrinya
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 06 Apr 2017Sahabat, menikah berarti menyatukan dua pribadi yang berbeda. Masing-masing memiliki karakter yang berlainan, kebiasaan yang juga berbeda, pola asuh berbeda, bisa jadi latar belakang kebudayaan pun berbeda. Perbedaan ini bisa menjadi potensi baik, bisa juga menjadi potensi tidak baik. Tergantung pada menyikapi perbedaan tersebut.
Tidak sedikit pasangan yang sering cekcok karena disebabkan perbedaan karakter diantara mereka. Keributan kecil sampai dengan keributan besar, bisa berawal dari perbedaan yang tidak disikapi dengan bijak.
Potensi perbedaan tersebut apabila tidak disikapi dengan sikap toleran (tasamuh) dapat menjadi sumber konflik dan perdebatan. Oleh karena itu suami-istri harus mengenali dan menyadari kelemahan dan kelebihan pasangannya, kemudian berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya.
Al Quran mengumpamakan suami istri sebagai pakaian (Al Baqarah 187). Fungsi pakaian adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai cuaca, menutupi aurat dan sebagai perhiasan. Hal ini bermakna bahwa antara suami istri saling melindungi dari hal-hal yang tidak baik. Jika ada perilaku yang kurang baik, saling menasihati sehingga bisa diperbaiki. Suami istri saling meminimalisir kekurangan masing-masing, dengan lebih melihat potensi positif yang dimiliki oleh pasangan. Dan berusaha untuk meningkatkan kebaikan yang dimiliki.
BACA JUGA : Cara Sederhana Yang Dapat Dilakukan Sang Istri Untuk Bersyukur Kepada Suami
Mengembangkan sikap toleran dalam hubungan suami istri, dapat mencegah timbulnya ketidak harmonisan dalam hubungan suami istri. Masing-masing bisa menerima pasangan apa adanya. Dengan begitu maka jalinan cinta menjadi semakin kokoh.
Kisah indah dilukiskan oleh seorang anak manusia yang istimewa. Pribadi yang teguh terhadap nilai-nilai Islam, menjadikannya suami yang penuh toleran pada istri yang dicintainya. Dialah Umar bin Khattab, orang yang ketika masih hidup, Allah sudah membuatkannya istana putih di surga-Nya.
Pada suatu hari, mentari tepat berada di atas ubun-ubun kepala. Umar sedang berada di rumah. Entah ada sebab apa, istrinya marah dan ngomel. Umar yang saat itu sedang menjahit bajunya yang sobek, tidak meladeni omelan istrinya. Dia biarkan istrinya puas mencurahkan isi hatinya.
Pada saat yang bersamaan, datang ke rumahnya seorang sahabat yang ingin bertamu. Mendengar suara omelan di dalam rumah, sahabat tersebut mengurungkan niatnya.
Ketika sahabat tadi bertemu dengan Umar pada kesempatan yang lain, dia bertanya. “Wahai Ammirul Mukminin, kenapa engkau diam saja ketika istrimu marah, dia sudah berbuat yang keterlaluan terhadapmu.” Dengan tenang Umar menjawab, “Wahai sahabatku, istriku adalah orang yang berjasa dalam hidupku, dia yang melahirkan anak-anakku dengan segala kesusahan dan kesakitan. Dia yang mengurus keperluanku dan anak-anakku, setiap hari keringatnya bercucuran untuk kami. Kalau hanya sekedar ngomel, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pengorbanannya” kata Umar dengan mata berkaca-kaca.
Umar memberi contoh bagaimana bersikap toleransi terhadap kondisi istrinya. Umar tidak meladeni kemarahan istrinya, bukan berarti Umar takut kepada istrinya, tapi Umar memahami kondisi psikologis istrinya yang kelelahan mengurus rumah tangga.
MasyaAllah, semoga kita bisa meneladani beliau dalam bertoleransi terhadap pasangan kita