kisah Sahabat Mush’ab : Antara Memilih Ibu Dan Keimanannya

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 21 Apr 2017

kisah Sahabat Mush’ab : Antara Memilih Ibu Dan Keimanannya

“Saya  tidak perah melihat seorang pun di Mekah yang berambut panjang melampaui kuping paling bagus, paling halus pakaiannya, dan paling senang karena kemewahan kecuali Mush’ab bin Umair r.a”

Sepenggal pujian Rasulullah saw ditujukan pada Mush’ab bukan tanpa alasan. Ia pemuda paling terkemuka di suku Quraisy, paling brilian, tampan, dan muda diantara mereka Wajahnya sangat lembut, dengan postur tubuh yang sedang. Ia seorang tumbuh pada keluarga yang berpunya, bermartabat sehingga kemewahan mudah didapat.

Saat itu dakwah Islam baru mulai. Tak banyak dari kaum Quraisy yang menjadi pemeluk Islam, Di sore hari yang cerah, Mush’ab sedang berjalan-jalan di dekat Daar al-arqam.

Ia melihat beberapa orang berkumpul untuk mendengarkan wejangan Rasul.Iapun tak ragu untuk masuk dan menemui Rasullulah. Saat Rasul membacakan beberapa ayat, Mush’ab merasa ada kedamaian menyelimuti dirinya, seketika itu juga ia menyatakan masuk Islam.

Namun Mush’ab masih secara sembunyi-sembunyi untuk menjalankan ibadah karena khawatir berbenturan sikap dengan ibunya yang terkenal sangat keras hati dan mempertahankan harga diri dengan teguh, angkuh dan semua orang segan karena tahut kepadanya.

Konfrontasi antara anak dan ibu tak terhindarkan ketika mata-mata dari pihak ibunya mengikuti apa yang selama ini dilakukan oleh anaknya.  Ini dilakukan setelah menyebarnya desas-desus keislaman Mush’ab. Utsman bin Thalhah sebagai sang pelapor.

Panggilan terhadap Mush’ab akhirnya datang juga. Dengan penuh rela atas keimanannya ia membacakan Al-Quran dihadapan ibunya, menyeru pada mereka yang sesat untuk menuju jalan kebenaran, Islam.

Seketika itu juga ibu Mush’ab  berang, hampir saja menampar Mush’ab agar tak lagi membacakan ayat-ayat Illahiyah lagi. Karena seolah nuraninya sudah tertutup rapat untuk menerima Islam. Agar Mush’ab tak leluasa bertemu kaum Muhammad maka ia dipenjarakan disuatu tempat paling ujung dikampungnya.

Memang sebenarnya hubungan ibu dan anak hubungan yang tak usah diperjelas lagi, namun demi pertahankan harga dirinya, ibu Mush’ab rela untuk berbuat tak semestinya pada anak kesayangannya. Hingga pada suatu waktu, Mush’ab berhasil melarikan diri dari penjara karena para penjaganya lengah dan segera hijrah ke Habsyah untuk meminta perlindungan dari perbuatan aniaya kaum musyrikin, bersama-sama dengan muslimin lainnya.

Sepulang dari Habsyah, Mush’ab tampil berbeda. Tak terlihat pakaian mewah menempel ditubuhnya, penampilan yang sangat berubah drastis seperti yang dilihat oleh para kaum muslimin tempo lalu. Sang ibu telah memutuskan semua yang berhubungan dengan keuangan atau menyuplai kebutuhan mewah Mush’ab.

Ini dikarenakan begitu membenci orang yang menyekutukan Tuhan berhala, Tuhan kaum musyrikin. Meski anak kandung yang dulu teramat ia cintai, dinafikannya. Mush’ab tak peduli lagi, dihati dan jiwanya hanya Islam yang bertahta. Ia berjanji suatu saat kejayaan Islam akan datang, menjadi kaum yang tak teraniaya dan ia ada digarda depan sebagai pembela Islam.

BACA JUGA : Mendidik Anak Dengan Al-Qur’an Sejak Dalam Kandungan, Memang Bisa??


Mush’ab datang dengan pribadi yang sangat berbeda, menyebabkan beberapa sahabat memandangnya, juga Nabi saw, sampai beliau bersabda:

“Lihatlah orang yang diberi cahaya oleh Allah! Saya telah mlihat kedua orang tuanya mengasuh dan mmberinya makan dengan sebaik-baik makanan dan minuman. Namun kecintaannya kepada Allah SWT dan RasulNya, ia meninggalkan semua kemewahan itu dengan memilih zuhud sebagaimana yang kalian saksikan..”

Sering berjalannya waktu, Mush’ab  akhirnya diangkat sebagai duta besar Islam pertama. Di Madinah. Ia lakukan dengan sungguh, sampai akhirnya memperoleh hasil yang tak terduga. Karena ia menggunakan dakwah dengan kecerdasannya dipadu dengan tegar, kokoh hatinya yang bersih dan terlihat sangat bercahaya.

Pada suatu riwayat ada kejadian yang tak terduga saat Mush’ab memberikan dakwah, tiba-tiba ada seorang bernama Usaid bin Hudhair dengan menghunus belati seperti akan menyerangnya dan sambil berteriak ia berkata,

“Apa yang membuat kau datang kesini untuk membodoh-bodohi orang-orang dungu itu?! Tinggalkan kami kalau masih ingin hidup..” Semua orang panik, dan menjauh khawatir dengan orang kalap itu, kecuali Mush’ab, yang dengan tenang menghadapi situasi gawat itu.

“Bisakah kau duduk lalu mendengarkannya. Bila kau senang dengan apa yang kuucapkan, berarti kau menerima ucapanku. Namun bila benci, maka kami akan menjauhkan darimu apa yang kau benci itu.”

“Sungguh kau adalah orang yang adil..” kata Usaid sambil meletakkan belatinya ditanah dan duduk memperhatikan ucapan Mush’ab r.a.  Sejurus kemudian Usaid mendengarkan petuah dakwah Mush’ab dengan takjubnya. Ayat-ayat indah Allah mengalir memenuhi relung hati orang musyrik. Belum selesai ayat itu diucap, Usaid sudah berkata,

“Alangkah indah dan baik agama ini.!!!! Apa yang kulakukan bila ingin msuk agama ini?’

“Mandilah dan berpakaian yang rapi, nyatakan shahadat Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah,..” kata Mush’ab dengan berseri.

Keberhasilan Mush’ab dalam berdakwah dengan membawa kembali orang yang akan di baiat Rasulullah  di Mekah dengan respon yang luarbiasa, dulu Nabi saw hanya berhasil dengan 12 orang saja. Sekarang Mush’ab datang dengan 73 laki-laki dan dua orang perempuan! Namun seolah menjadi kurang lengkap karena ia tak berhasil merangkul keluarganya, terutama ibunya.

Demi mendengar anaknya kembali ke Mekah dengan tetap teguh pada pendiriannya, maka ibunya bermaksud mendatanginya dan memenjarakannya kembali, karena tidak mau menuruti kembali menyembah agama berhala,maka inilah jawaban tegas Mush’ab.

“Hai ibu! Jika engkau ingin memenjarakanku, aku bertekad membunuh siapa saja yang merintangiku!” kata Mush’ab tajam bak sembilu menancap didada sang ibu. Sambil terbelalak seolah tak percaya yang didengarkan, serasa mempunyai anak durhaka, sambil menangis ia berkata,”Terserah apa katamu! Mulai sekarang kau tak memiliki seorang ibu..” katanya sambil menangis.

Luluh juga perasaan Mush’ab. Bagaimanapun ia menempati posisi yang sangat sulit. Didalam Islam, berbakti kepada orangtua terutama ibu, menduduki tempat utama. Namun ibu yang taat pada Allah dan Rasullulah yang semestinya dihormati.

“Ibu, sesungguhnya saya hanya memberi nasehat. Hendaklah engkau menaruh belas kasih dan bersaksilah bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusanNya,..”

Namun dengan akuhnya ia berkata,” Saya bersumpah! Demi bintang-bintang yang bersinar, saya tak akan masuk agamamu, yang akan merendahkan pendapatku dan melemahkan kecerdikanku. Saya tetap pada agamaku sendiri, begitupun juga kau..”

Dalam hidup, sebuah dilema seringlah muncul. Mush’ab buktikan ia tidak salah dengan pilihannya. Bahkan pada akhirnya ia gugur sebagai seorang syuhada. Allah menjanjikannya surga. Sebuah renungan yang sangat berharga!

SHARE ARTIKEL