Ketika Pasangan Hidup Jauh dari Harapan, Haruskah Ada Penyesalan??
Penulis Cang Karna | Ditayangkan 24 Apr 2017“Kok, suamiku jauh banget dari kriteria yang dulu kuharapkan?”
“Aduh, istriku cerewet sekali. Enggak bisa mengurus rumah!”
No body's perfect
Sahabat, tak sedikit orang yang mengeluhkan pasangannya. Alasannya, suami atau istri mereka bukanlah pasangan ideal. Bagaimana menyikapi hal ini? Menurut Ustazah Dra Ru'fah Abdullah, MM, seharusnya tidak ada kata-kata pasangan tidak ideal.
Mengapa? Karena setiap orang memiliki kekurangan. Jika ada yang menganggap pasangannya tidak ideal, berarti dia menganggap dirinya sudah ideal alias tak memiliki kekurangan. Impossible, kan?
Makanya, tambah Ru’fah dalam Islam ada taaruf. Saat taaruf, calon suami atau istri harus menggali pemahaman keislaman, karakter, prinsip dan sikap hidup yang dimiliki calon pasangan. Jika ada hal-hal yang memang sangat bertentangan secara karakter atau prinsip hidup, ya, boleh saja taaruf tersebut tidak berlanjut. Sebaliknya, jika proses berlanjut ke jenjang pernikahan, harapannya, muncul kesiapan menghadapi kekurangan pasangan sejak dini.
Lalu bagaimana jika kekurangan-kekurangan pasangan tak terungkap saat taaruf, dan baru terlihat setelah menikah? Tentu hal ini tak bisa dihindarkan. Proses taaruf yang umumnya tidak lebih dari beberapa bulan, tak mungkin bisa mengungkap semua sisi kehidupan pasangan.
Psikolog Dra Juliani Prasetyaningrum, MSi, Psi memiliki tips untuk mengatasinya. Yakni dengan memunculkan positive thinking dengan cara mengingat-ingat kebaikan yang dimiliki pasangan. Ketika dulu kita memilih atau menerima dia untuk menjadi pendamping hidup, tentu karena ada kelebihan yang ada pada dirinya, kan?
BACA JUGA : Inilah Alasan Kenapa Menikah Disebut Menyempurnakan Separuh Agama
Biasanya, pikiran yang didominasi hal-hal positif akan mendorong perilaku yang positif juga. Berlaku pula sebaliknya.“Kita harus meyakini bahwa no body''s perfect,” tambahnya.
Juliani juga mengingatkan agar kita tidak terjebak bayang-bayang 'jikalau'. Kalau saya menikah dengan dia (perempuan atau laki-laki selain pasangan) pasti tidak begini, demikian pikiran yang terkadang muncul.
Padahal, ungkap Juliani, jika kita bersuamikan atau beristrikan orang lain, belum tentu orang lain itu lebih baik dari pasangan kita saat ini. Karena setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan.
“Rumput tetangga itu hanya seolah-olah lebih indah, tapi faktanya tidak, sama saja. Bahkan kita harus punya keyakinan bahwa rumput kita itu lebih baik,” urai Juliani.
Sabar dan syukur
Islam juga memiliki konsep yang sangat indah, yakni sabar dan syukur. Jika ternyata pasangan memiliki kekurangan yang menurut kita besar dan berat, mungkin itu saatnya kita harus bersabar.
Sabar secara bahasa berarti menahan. Sedangkan menurut syariat berarti menahan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak marah menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan, misalnya dengan merobek-robek sesuatu, membanting barang dan semacamnya.
Namun, sabar juga tak berarti hanya berdiam diri dan menunggu masalah selesai dengan sendirinya. Demikian juga dalam mengatasi masalah dalam rumah tangga.
Kunci mengatasinya, kata Ru'fah, mengomunikasikan dengan pasangan. Namun masing-masing harus menyadari bahwa diri sendiri pun memiliki kekurangan sehingga muncul kerendahan hati untuk bersedia menerima nasehat. Sisi lain, yang memberi nasehat juga tak boleh sombong. Lalu lakukan kompromi dan proses bersama untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik.
“Namun jangan sekali-kali membicarakan aib rumah tangga kepada orang lain,” pesan Ru'fah. Karena hal ini tak bermanfaat dan mendorong terjadi ghibah. Kecuali, tentu saja, membicarakan dengan keluarga atau orang yang diharapkan dapat memberi solusi.
Lalu bagaimana memunculkan rasa syukur? Salah satu caranya, membandingkan dengan keluarga lain yang menghadapi masalah yang lebih berat. Ada banyak masalah yang sepertinya besar dan berat sekali tetapi setelah kita pikirkan dan renungkan dalam-dalam, tidak demikian.
Syukur juga bisa kita munculkan dengan selalu memandang masalah dari sisi positif. Misalnya, perasaan bahwa Allah akan menaikkan derajat keimanan kita melalui ujian tersebut. Atau bahkan jika kita sudah melalakukan berbagai cara dan masalah tersebut tetap tidak selesai, yakinlah, bahwa Allah akan mengganti segala usaha yang kita lakukan tersebut dengan pahala yang besar.
Pasangan Selalu Ideal ala Sahabat Rasul
Saat seseorang hendak mengadukan masalah rumah tangganya Khalifah Umar bin Khathab, tanpa sengaja ia malah mendengar sang Khalifah tengah dimarahi istrinya.
“Khalifah Umar, tadi aku mendengar engkau diomeli istrimu sedemikian rupa. Dan engkau hanya diam saja, tak marah, ataupun menegumya, bagaimana engkau mampu berbuat demikian?“ tanyanya.
Dengan tenang, Umar menjawab, ”Itu aku lakukan karena aku menghormatinya. Dia yang mengurusku, anak-anakku dan rumahku. Ia mencucikan bajuku, membuatkan roti untukku, memasak untukku, dan pekerjaan lain. Sementara semua itu tidak pernah kuperintahkan padanya. Jadi sudah sepantasnya aku memuliakannya.”
Begitulah. Jika sang Khalifah saja bisa demikian bersabar, kenapa kita justru banyak mengeluh?