Merayakan Tahun `Baru` atau Tahun `Haru`
Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 21 Dec 2016
ilustrasi malam tahun baru/tumblr
Sebentar lagi malam pergantian tahun masehi akan tiba. Di mana jutaan manusia berkumpul di pusat kotanya masing-masing menyambut tahun yang baru.
Hal itulah yang seharusnya membuat orang beriman merasa haru. Mengapa? Jika kita turut berhari raya di malam itu berarti ikut merayakan hal-hal yang berikut;
1. Selamat atas kehadiran satu-satunya benda yang pasti baru. Yang lama akan dibuang di tempat sampah dan dipasang dengan yang baru. Ya … kalender masehi yang tergantung di toko, kantor maupun perusahaan.
2. Selamat merayakan jatah umur yang semakin berkurang. Berpesta dan bergembira untuk masa yang semakin dekat dengan kematian.
3. Selamat merayakan pemborosan besar-besaran. Sedangkan pemborosan adalah perbuatan setan. Pada malam itu, berapa milyar uang yang dibakar dalam bentuk kembang api dan petasan? Berapa milyar uang yang dikeluarkan untuk membiyai pesta pora di hotel maupun jalanan? Berapa milyar untuk membayar para penghibur dan biduan?
4. Selamat merayakan merebaknya kemaksiatan. Betapa banyak muda –mudi yang membawa pasangan. Sedangkan mereka belum dihalalkan. Tanpa risih bergandengan tangan, berpelukan, berlanjut di hotel berciuman hingga perzinahan.
Baca Juga: Mari Berbelanja ke Warung Tetangga Kita
5. Selamat merayakan sholat shubuh yang akan ketinggalan karena bangun kesiangan. Gara-gara tak pernah begadang, lalu ikutan. Alasan, cuma setahun sekali tak mau kelewatan.
Padahal kaum muslimin hanya punya dua hari raya. Hari makan dan minum namun tak lupa tetap ingat Allah ta’ala. Keduanya didahului amalan puasa. Keduanya dibarengi amalan berbagi pada sesama. Berbagi zakat fitrah dan daging sembelihan idul adha. Sehingga kaum dhu’afa serta fakir miskin pun turut bergembira. Itu baru hari raya.
Tahun depan mungkin ada, tetapi kita belum tentu ada. Tahun baru mungkin menjelang, tetapi mungkin orang yang kita kasihi ikut berpulang.
Maka marilah menghargai waktu yang masih ada untuk mencari bekal sebaik-baiknya. Mari hargai keberadaan orang yang kita kasihi sebelum ajal menjemput mereka. Jika sudah tiada baru terasa. Minta maaflah jika masih ada keretakan yang tersisa. Maafkanlah meski ucapan belum terucap dari lisan mereka. Sayangi dan cintailah mereka selama masih bisa.
Sungguh kasihan orang-orang yang telah berlalu hari-hari mereka dengan sia-sia. Habiskan masa tidak berada dalam ketaatan kepada Allah ta’ala. Terbitnya matahari disambut dengan perbuatan kemaksiatan. Ketika tenggelam ditutup pula dengan kemaksiatan.
Teringat sebuah nasihat, “Ketahuilah! Umurmu tidak lain hanyalah hari-harimu saja. Maka, ketika maut datang, terputuslah hari-harimu.”
Oleh: Om Koko