Pengakuan Orangtua Penderita Rubella, Sang Anak Alami Katarak Hingga Jantung Bocor!

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 14 Sep 2018

Pengakuan Orangtua Penderita Rubella, Sang Anak Alami Katarak Hingga Jantung Bocor!
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dr Andy Jap (foto: tribunnews.com)

Terlepas dari pro dan kontra, penggunaan Vaksin MR memang disarankan oleh para ahli.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, terbukti begitu mengerikannya dampak virus Rubella ini.

Berikut pengakuan orangtua korban virus tersebut, hingga harus bayar ratusan juta untuk pengobatan anaknya.

Dampak campak dan rubella begitu berbahaya bagi kesehatan janin ibu hamil.

Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, infeksi virus itu mengakibatkan anak yang lahir menjadi penderita Congenital Rubella Syndrome (CRS).

Hal yang sama juga dialami Adiansyah, satu diantara ayah dari anak laki-laki penderita CRS mengakui bahwa anaknya telah menjalani berbagai operasi diantaranya pengangkatan lensa mata maupun katarak, serta penutupan dan penambalan jantung bocor.

Sudah banyak cara saya lakukan biar anak saya sembuh. Biayanya besar, puluhan hingga ratusan juta rupiah,” ungkap ayah dari Muhammad Fayas (5,5), Kamis (13/9/2018).

Untuk operasi dan pengobatan itu, ia harus mengeluarkan biaya begitu besar. Terlebih, rumah sakit di Kota Pontianak belum bisa menangani kasus-kasus seperti jantung bocor dan lainnya.

Beban juga kian berat ketika manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya menanggung pelayanan jasa bagi kasus penyakit Rubella.

BPJS hanya meng-cover jasa saja. Kalau ada obat atau berbagai alat-alat lainnya, itu kita beli sendiri. Itu belum termasuk akomodasi dan lain-lain kalau harus berobat ke luar Kalbar,” terangnya.

Penanaman lensa mata, misalnya. Berdasarkan informasi yang didapatkannya pada awal 2018 lalu, harga per lensa mata sekitar Rp 20 juta. Harga lensa mata itu untuk kategori standar atau biasa.

Kalau yang bagus ya lumayan harganya. Itu belum termasuk operasi. Obat bius khusus harus kita beli. Kalau untuk jantung kan ndak kayak bius umum,” imbuhnya.

Kendati demikian, ia coba tabah dan berupaya melakukan hal terbaik agar anaknya bisa sehat lantas beraktivitas seperti anak-anak normal lainnya.

Ia masih bersyukur anak laki-lakinya tidak terkena kerusakan syaraf otak karena virus Rubella.

Otak tidak kena. Alhamdulillah masih bagus. Fayas ini kena gangguan penglihatan, pendengaran dan jantung bocor. Ini tinggal penanaman lensa mata. Semoga operasinya nanti berhasil,” katanya.

Hal sama juga dialami oleh Heni Puspitayanti,  ibu dari anak laki-laki penderita CRS yakni Qutbi (2,5).

Sebelumnya, ia tidak mengetahui bahwa dirinya terinfeksi Rubella saat masa kehamilan.

Kenanya saat saya hamil kandungan usia dua minggu. Waktu itu, saya tidak juga tahu apakah ada interaksi anak-anak yang terkena Rubella atau tidak. Kayak batuk demam biasa saja,” ungkapnya.

Ketika Qutbi lahir, ia juga sempat tidak mengetahui buah hatinya menderita CRS.

Ia tahu Qutbi menderita CRS ketika usia satu bulan. Saat itu, ia melihat ada bintik putih seperti katarak di lensa mata Qutbi.

Lihat kondisi itu, saya langsung konsultasi ke dokter. Dokter langsung memvonis kalau itu Rubella setelah disuruh cek jantung, pendengaran, mata dan darah,” katanya.

Saat ini, Qutbi mengalami gangguan pendengaran, mata dan bocor jantung. Ia mesti berupaya mengobati Qutbi dengan rutin memeriksakan kesehatan.

Tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk rangkaian pemeriksaan dan penanganan kesehatan Qutbi. 

Syukurnya virus Rubella tidak menyerang otak anak saya. Rencana nanti akan operasi pengangkatan katarak di Yogyakarta. Untuk tanam lensa belum bisa karena minimal ukurannya 10. Usia anak lima tahun baru bisa. Saya berharap orangtua tidak ragu vaksin anak. Ini untuk kesehatan dan kebaikan bersama dari virus Rubella. Bahaya kalau infeksi ke janin,” pungkasnya, seperti dilansir dari tribunnews.com.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dr Andy Jap mengingatkan hal yang sama.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dr Andy Jap mengingatkan bahwa imunisasi MR sangat penting untuk berikan perlindungan kepada anak cucu pada masa mendatang.

Ketika anak-anak terlindungi, otomatis para ibu-ibu hamil juga ikut terlindungi. Pasalnya, ibu-ibu hamil menjadi kelompok sangat berisiko jika terinfeksi virus Rubella.

Rubella berbahaya kalau menginfeksi ibu hamil, terutama di masa kehamilan trimester pertama. Bisa mengakibatkan kecacatan dan gangguan kesehatan lainnya ketika lahir,” ujarnya.

Baca Juga: UAS Tanggapi Ramainya Perdebatan Vaksin MR "Pilih babi, tak boleh pilih mati"!

Sebenarnya, Rubella kalau kena anak-anak itu tidak apa-apa karena lebih ringan daripada campak. Untuk imunisasi MR, kita tidak imunisasi ke ibu hamil. Target sasaran MR adalah anak-anak usia 9 bulan sampai 15 tahun.

Itu agar nantinya tidak menginfeksi ibu hamil. Jadi anak-anaknya yang divaksin. Kalau ibu hamil kan tidka boleh vaksin dari sisi kesehatan. Yang boleh itu sebelum kehamilan,” imbuhnya.

Ia juga menyampaikan alasan kenapa cakupan imunisasi MR harus mencapai target 95 persen.

Menurut dia, jika capaian di bawah 95 persen maka manfaat vaksin MR hanya untuk individu-individu saja.

Yang kita harapkan adalah perlindungan bukan hanya kepada individu, tapi seluruh masyarakat. Jika seandainya hanya 5 persen yang tidak imunisasi, maka mereka bisa dapat kekebalan terhadap virus MR dari 95 persen yang sudah imunisasi MR. Kalau cakupan imunisasi hanya 50-60 persen saja, itu tidak ada gunanya,” tukasnya.

SHARE ARTIKEL