MasyaAllah, Polisi Ini Buktikan Sedekah Tak Harus Kaya dan Melulu Barang Berharga

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 26 Sep 2018
MasyaAllah, Polisi Ini Buktikan Sedekah Tak Harus Kaya dan Melulu Barang Berharga
Polisi ini mengumpulkan sampah untuk membantu orang miskin, (KOMPAS.com/FIRMANSYAH)

Seboga kisah inspiratif ini bisa menjadi contoh bagi kita semua...

Sedekah tak harus menunggu kaya, memiliki uang banyak dan barang berharga. Bapak Polisi ini buktikan sampah pun bisa bernilai ibadah.

Berikut kisah perjuangan beliau dalam membantu sesama yang sungguh menguras air mata, MasyaAllah...

Keringat di dahi Aipda Mulyadi (40) bercucuran. Ia bersama Lubis (36) seorang tauke pengepul barang bekas sibuk menimbang kardus, plastik, koran bekas, dan sejumlah besi.

Hari itu, Senin (24/9/2016) pukul 13.20 WIB, Mulyadi mengumpulkan 179 kilogram barang bekas. Barang bekas dan sampah itu didapat dari sejumlah sekolah, warung, dan tempat umum lainnya.

Dengan cukup cekatan, Lubis menghitung uang yang diberikan pada Mulyadi. "Rp 486.000 jumlah semuanya," kata Lubis.

Uang itu langsung dipegang Yuki Rosdiana, istri Aipda Mulyadi. Dalam sebulan, Mulyadi mampu mengumpulkan Rp 1,7 juta dari mengumpul dan menjual sampah. Uang itu diberikan pada warga miskin.

"Uangnya diberikan untuk biaya pengobatan, pendidikan, kursi roda untuk orang miskin. Ini sudah dilakukan sekitar 2 tahun," ungkap Mulyadi seperti dilansir dari kompas.com.

Mulyadi merupakan anggota Polsek Kota Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

Ia bertugas sebagai Bhabinkamtibmas yang membawahi beberapa desa.

Di tengah kesibukannya bersama masyarakat, ia melakukan kerja sosial yang dinamakannya "Sedekah Sampah".

Ia mengisahkan, ide sedekah sampah didapatnya dari buku yang ia baca. Rupanya, sedekah sampah mampu ikut membangun desa.

"Saya terinspirasi dari buku itu," jelasnya.

Perlahan, ia bekerja mengumpulkan sampah. Awalnya sulit, namun lama-kelamaan warga ikut mengumpulkan sampah untuk dijual.

Selain terinspirasi dari buku Sedekah Sampah, ia merasa terpanggil saat anak sulungnya Adinda Ramadani Mulia Putri (14) memiliki anak berkebutuhan khusus.

"Anak saya sempat terkena sakit keras. Kami berjuang menyembuhkannya. Rumah kami jual untuk dia sembuh. Alhamdulillah sekarang dia sehat. Dari sana juga saya berpikir saya juga harus bantu orang lain," kenangnya.

Selain getol dengan program sedekah sampah, Mulyadi juga menggeluti perpustakaan keliling.

Ia mendorong sekolah tempatnya bertugas, membangun budaya membaca sejak 2 tahun lalu.

"Saya ajak sekolah-sekolah untuk membaca buku minimal 15 menit setiap pagi sebelum belajar," sebutnya.

Awal bergerak dengan program membaca, ia mengaku miris saat anak sekolah saat ini lebih menyukai gawai dan menonton film tidak mendidik dibanding membaca.

"Maka saya datangi guru untuk memulai gerakan membaca 15 menit setiap pagi," ujarnya.

Komitmennya pada gerakan membaca membuat ia dianugerahi pin emas oleh Kapolri Jendral Tito Karnavian pada 2017. Ia berharap, program yang ia lakukan dapat disempurnakan oleh pemerintah daerah agar cakupannya menjadi luas.

Meski Rajin Sedekah, Ternyata Mulyadi Tak Miliki Rumah

Meski Aipda Mulyadi peduli pada kondisi sosial, namun ia tidak memiliki rumah pribadi. 8 tahun terakhir, ia dan keluarganya tinggal di pos polisi.

"Dulu punya rumah namun kami jual untuk mengobati anak saya tertua," ungkapnya.

Isteri Mulyadi, Yuli Rosdiana mengaku, meski tak memiliki rumah, ia dan anaknya bahagia dan bersyukur dengan kondisi yang mereka jalani saat ini.

"Gaji bapak kadang udah habis, maka saya bantu dengan jualan kue," ujarnya tersipu.

Baca Juga:


MasyaAllah...

Semoga kisah inspiratif dari Aibda Mulyadi menular kepada kita semua.

Perintah berzakat, infaq dan sedekah yang banyak  tertulis dalam Al Quran adalah suatu perintah yang mengandung begitu banyak kebaikan.

Tidak ada ceritanya orang yang terus menerus bersedekah akhirnya jatuh miskin.  Yang ada justru sebaliknya.

Mereka yang bersedekah, terus menerus bertambah kaya, meski belum kaya harta namun kaya akan hati kaya akan keberkahan dalam hidup.

Puncak keikhlasan manusia ketika ia mampu mengulurkan tangan untuk memberi, meskipun dirinya sendiri dalam keterbatasan.

Semoga dengan kisah ini, hati kita semakin tergugah untuk rajin bersedekah.
SHARE ARTIKEL