Bupati Bireuen Ingin Tegakkan Syariat Islam, Anggota DPRD Aceh: "Bireuen jumut dan kolot"

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 06 Sep 2018
Bupati Bireuen Ingin Tegakkan Syariat Islam, Anggota DPRD Aceh:
Pemkab Bireuen, Aceh, mengeluarkan surat edaran standardisasi kedai kopi sesuai syariat Islam. Salah satunya larangan duduk duduk semeja bagi non-muhrim. (AFP PHOTO / AMANDA JUFRIAN)

Subhanallah, Bukannya bangga syariat islam di tegakkan, anggota DPRD Aceh malah mengkritik kebijakan tersebut.

Selain mengatakan Bireuen jumut dan kolot, anggota DPR Aceh, Kautsar M Yus, juga mengatakan seperti ini!

Aturan syariah bagi warung kopi,cafe dan restoran yang dibuat Bupati Bireuen Saifannur menuai pro dan kontra.

Anggota DPR Aceh, Kautsar M Yus mengaku aturan tersebut dapat membatasi ruang gerak perempuan di ranah publik.

"Saya sebagai wakil rakyat di DPR Aceh dari Dapil Bireuen turut merasa malu dengan kebijakan ini," kata Kautsar dalam akun twitter pribadinya, seperti dikutip dari detik.com, Kamis (6/9/2018).

"Sebagai wakil rakyat dari Bireuen saya malu kok Kabupaten Bireuen yang kosmopolit itu kini menjadi jumut dan kolot karena peraturan yang tak masuk akal ini," ujar Kautsar yang duduk di Fraksi Partai Aceh itu.

Menurut Kautsar, banyak cara dilakukan pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan kinerjanya kepada masyarakat. Selain itu, banyak cara juga dilakukan untuk menutupi kegagalannya.

"Biasanya qanun-qanun agama dieksploitasi untuk tujuan ini karena qanun keagamaan paling mudah mengundang simpati apalagi hal-hal yang membatasi ruang gerak perempuan," tulisnya di akun Facebooknya.

"Ada baiknya Pemerintah Bireuen mempertimbangkan kembali aturan tersebut," ungkapnya.

Baca Juga:

Untuk diketahui, Bupati Bireuen Saifannur mengeluarkan surat himbauan terkait standardisasi pelaksanaan syariat Islam untuk warung kopi, kafe, dan restoran tertanggal 30 Agustus 2018.

Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Bireuen Jufliwan menegaskan bahwa imbauan yang dikeluarkan tersebut adalah berupa tata laksana yang harus dilakukan oleh warga sesuai dengan aturan syariat Islam.

Hal ini bertujuan untuk terus meminimalkan praktik-praktik nonsyariat Islam, seperti dilansir dari kompas.com.

Jufliwan juga mengatakan, hal itu bertujuan tidak lain untuk menjaga kemaslahatan kaum perempuan itu sendiri.
SHARE ARTIKEL