3 Alasan Pemerintah Melarang HTI dan 4 Hal yang Masih Digugat HTI

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 07 May 2018
3 Alasan Pemerintah Melarang HTI dan 4 Hal yang Masih Digugat HTI
Twitter Ustad Khalid Basalamah

Ini yang menjadikan masa pendukung HTI, hari ini menunggu putusan sidang gugatan yang diajukan oleh mereka

Sebelumnya kita kupas kembali kejadian Mei 2017 lalu, dimana Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto Pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI).

Kenapa? Berikut 3 alasan pemerintah menolak HTI ada di Indonesia

1. Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

2. Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

3. Aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Nah, pada hari ini digelarlah sidang PTUN yang mewadai gugatan HTI atas 4 hal berikut ini.

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum Mengikat dengan segala akibat hukumnya;

3. Memerintahkan Tergugat Mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017;

4. Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo.

Nah itulah, berdasarkan informasi perkara di website PTUN Jakarta, gugatan bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT tersebut didaftarkan pada 13 Oktober 2017 lalu. Dalam perkara ini, HTI menggugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum.

Dalam gugatannya, HTI meminta agar SK Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan ormas tersebut dicabut. Selain itu, HTI meminta SK Menkum HAM itu tidak berlaku meski belum ada putusan berkekuatan hukum tetap.

Berikut adalah foto dari akun twitter Ustadz Felix Siauw, dengan caption para pendukung HTI di PTUN.


Nah, jika HTI didaulat anti pancasila, mereka tidak terima. Kenapa? Karena mereka tidak pernah menyeru anti pancasila. Namun jika anti demokrasi, benar. Berikut penjelasan mereka.

Menurut Shiddiq, alasan pertama, sistem demokrasi merupakan sistem yang tidak sesuai dengan Islam, sehingga tidak mungkin Hizbut Tahrir sebagai gerakan Islam masuk dalam sistem yang bertentangan dengan Islam. Pertentangan demokrasi dengan Islam terletak pada keyakinan siapa yang berhak membuat atau melegalisasi hukum. Dalam sistem demokrasi, salah satu tugas parlemen adalah legislasi hukum yang sebagian besar tidak berdasarkan syariah Islam. Dan dalam pandangan Hizbut Tahrir, melegislasi hukum tidak berdasarkan syariah Islam adalah keharaman. “Landasan keharamannya sangat jelas.
Dalam Alquran ada ayat-ayat yang menegaskan wajibnya berhukum dengan hukum Islam, misal dalam surat Al Maidah ayat 44 yang menyebutkan bahwa barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka bisa dihukumi sebagai orang kafir, dalam ayat 45 disebut sebagai orang fasik dan dalam ayat 47 disebut sebagai orang dzalim,” tegas KH Shiddiq di hadapan sekitar 350 peserta yang hadir dari wilayah Gunungkidul, Bantul dan sekitarnya.
Alasan kedua, lanjut Shiddiq, berdasarkan pengalaman yang ada menunjukkan bahwa perjuangan Islam melalui demokrasi bukanlah jalan yang tepat. Shiddiq mencontohkan beberapa negeri-negeri Muslim yang pernah mengalami fakta tersebut. “Misal di Palestina, gerakan Islam Hamas menang dalam pemilu tetapi kemudian diboikot.
Di Aljazair ada partai FIS yang memenangkan pemilu juga kemudian dibatalkan hasil pemilunya. Di Turki ada partai Refah pimpinan Erbakan memenangkan pemilu tapi kemudian hasil pemilu dibatalkan dan partai Refah dibubarkan. Dan kejadian di Mesir ketika terpilih presiden Mursi yang kemudian dikudeta oleh militer yang dipimpin As Sisi. Ini menunjukkan fakta-fakta sejarah yang bisa kita ambil pelajaran bahwa jalan demokrasi bukan jalan yang tepat dan memang sifat dasar demokrasi itu tidak cocok dengan Islam,” jelas KH Shiddiq selaku pembicara yang memaparkan materi Islam Rahmatan Lil ‘Alamin Hanya Akan Terwujud Dalam Khilafah. (https://hizbut-tahrir.or.id/2016/07/27/inilah-dua-alasan-hizbut-tahrir-tidak-menggunakan-jalan-demokrasi/)

Memang di beberapa Negara sendiri HTI telarang di larang seperti di Arab Saudi, Yordania, Irak dan lain-lain.

Intinya suatu badan ataupun organisasi yang menjunjung tinggi persatuan atas keberagaman di Indonesia pasti bisa diterima. Namun bila hanya mementingkan suatu golongan maka hal ini mungkin bisa dikatakan bertetangan dengan pancasila sila ketiga "Persatuan Indonesia".
SHARE ARTIKEL