Meninggal dan Hutang Puasa Belum Lunas, Cara Menebus Dosanya Seperti ini

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 27 Apr 2018
Meninggal dan Hutang Puasa Belum Lunas, Cara Menebus Dosanya Seperti ini
Foto via islamidia.com

Hutang Puasa itu Dihisab, ini Cara Melunasinya Agar Tak  Menjadi Tanggungan di Akhirat

Jangan disangka bisa lepas begitu saja, hutang puasa juga sama dengan hutang uang nanti akan dihisab juga.

Lalu apa bisa sudah meninggal membayar hutang puasa? bila dipikirkan tidak mungkin kan? Maka dari itu begini cara yang harus dilakukan, penting untuk keluarga...

Siapapun yang tidak bisa melakukan puasa wajib karena suatu halangan, maka ia wajib untuk menggantinya di bulan berikutnya.

Namun bagaimana jika seorang Muslim yang masih punya utang puasa wajib keburu meninggal dunia, bagaimana caranya mengganti utang puasanya tersebut?

Baca juga : Ragu Menikah Karena Tak Subur? Bisa Diatasi Kok, Begini Caranya!

Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من مات وعليه صيام صام عنه وليُّه

“Siapa yang meninggal dan dia masih memiliki tanggungan puasa maka walinya wajib mempuasakannya,” (HR. Bukhari 1952 dan Muslim 1147).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

أنّ امرأة ركبَت البحر فنذَرت، إِنِ الله -تبارك وتعالى- أَنْجاها أنْ تصوم شهراً، فأنجاها الله عز وجل، فلم تصم حتى ماتت. فجاءت قرابة لها إِلى النّبيّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، فذكرت ذلك له، فقال: أرأيتك لو كان عليها دَيْن كُنتِ تقضينه؟ قالت: نعم، قال: فَدَيْن الله أحق أن يُقضى، فاقضِ عن أمّك

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

Ada wanita yang naik perahu di tengah laut, kemudian dia bernazar, jika Allah menyelamatkan dirinya maka dia akan puasa sebulan.

Dan Allah menyelamatkan dirinya, namun dia belum sempat puasa sampai mati.

Hingga datang putri wanita itu menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dia menyebutkan kejadian yang dialami ibunya.

Lantas beliau bertanya: ‘Apa pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah engkau akan melunasinya?’ ‘Ya.’ Jawab wanita itu. Kemudian beliau bersabda, ‘Utang kepada Allah lebih layak untuk dilunasi. Lakukan qadha untuk membayar utang puasa ibumu,’ (HR. Ahmad 1861, Abu Daud 3308, Ibnu Khuzaimah 2054, dan sanadnya dishahihkan Al-A’dzami).

Baca juga : Akibat Fatal Orangtua yang Tak Adil Terhadap Anak-anaknya

Hadits terkait perkara ini selanjutnya datang dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أنّ سعد بن عبادة -رضي الله عنه- استفتى رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فقال: إِنّ أمّي ماتت وعليها نذر فقال: اقضه عنها

Bahwa Sa’d bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya ibuku mati dan beliau memiliki utang puasa nadzar.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lunasi utang puasa ibumu,’ (HR. Bukhari 2761, An-Nasai 3657 dan lainnya).

Ketiga hadits di atas menunjukkan bahwa ketika ada seorang Muslim yang memiliki utang puasa dan belum dia qadha hingga meninggal maka pihak keluarga (wali) si fulan berkewajiban mengganti utang puasanya.

Kemudian, dari ketiga hadits di atas, hadits pertama bersifat umum. Dimana qadha puasa atas nama mayit, berlaku untuk semua utang puasa wajib.

Baik utang puasa ramadhan maupun utang puasa nadzar.

Sedangkan dua hadits berikutnya menegaskan bahwa wali berkewajiban mengqadha utang puasa nadzar yang menjadi tanggungan mayit.

Berangkat dari sini, ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban mengqadha utang puasa mayit, berlaku untuk semua puasa wajib ataukah hanya puasa nadzar saja.

Pendapat pertama menyatakan bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit berlaku untuk semua puasa wajib. Baik puasa ramadhan, puasa nadzar, maupun puasa kaffarah.

Ini adalah pendapat syafiiyah dan pendapat yang dipilih Ibnu Hazm.

Dalil pendapat ini adalah hadis A’isyah di atas, yang maknanya umum untuk semua utang puasa.

Baca juga : Lama Waktu Nifas Wanita yang Oprasi Caesar, Sampai Kapan Baru Bisa Shalat?

Pendapat kedua, bahwa kewajiban mengqadha utang puasa mayit, hanya berlaku untuk puasa nadzar, sedangkan utang puasa ramadan ditutupi dengan bentuk membayar fidyah.

Ini adalah pendapat madzhab hambali, sebagaimana keterangan Imam Ahmad yang diriwayatkan Abu Daud dalam Masailnya. Abu Daud mengatakan,

سمعت أحمد بن حنبل قال: لا يُصامُ عن الميِّت إلاَّ في النَّذر

“Saya mendengar Ahmad bin Hambal mengatakan: ‘Tidak diqadha utang puasa mayit, kecuali puasa nadzar,” (Ahkam Al-Janaiz, hlm. 170).

Diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari ummul mukminin, A’isyah radhiyallahu ‘anha.

Dari Amrah – murid A’isyah – beliau bertanya kepada gurunya A’isyah, bahwa ibunya meninggal dan dia masih punya utang puasa ramadhan. Apakah aku harus mengqadha’nya? A’isyah menjawab,

لا بل تصدَّقي عنها مكان كل يوم نصف صاعٍ على كل مسكين

“Tidak perlu qadha, namun bayarlah fidyah dengan bersedekah atas nama ibumu dalam bentuk setengah sha’ makanan, diberikan kepada orang miskin,” (HR. At-Thahawi dalam Musykil Al-Atsar 1989, dan dishahihkan Al-Albani).

Dalil lainnya adalah fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Dari Said bin Jubair – murid Ibnu Abbas – bahwa gurunya pernah mengatakan,

إِذا مرض الرجل في رمضان، ثمّ مات ولم يصم؛ أطعم عنه ولم يكن عليه قضاء، وإن كان عليه نَذْر قضى عنه وليُّه

“Apabila ada orang sakit ketika ramadhan (kemudian dia tidak puasa), sampai dia mati, belum melunasi utang puasanya, maka dia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin dan tidak perlu membayar qadha. Namun jika mayit memiliki utang puasa nadzar, maka walinya harus mengqadhanya,” (HR. Abu Daud 2401 dan di shahihkan Al-Albani).

Berdasarkan dari beberapa hadits dan keterangan para ulama di atas, pendapat yang kuat untuk melakukan pelunasan utang puasa mayit dirinci menjadi dua cara:

Pertama, jika utang puasa mayit adalah utang puasa ramadan maka cara pelunasannya dengan membayar fidyah dan tidak diqadha.

Sementara yang kedua, jika utang puasa mayit adalah puasa nadzar maka pelunasannya dengan diqadha puasa oleh keluarganya.

Allahu a’lam.
SHARE ARTIKEL