Ustadz Saya Khilaf Berhubungan Saat Haid, Bagaimana Menebus Dosanya?

Penulis Penulis | Ditayangkan 05 Mar 2018
Ustadz Saya Khilaf Berhubungan Saat Haid, Bagaimana Menebus Dosanya?
Sumber gambar jabar.tribunnews,com

Berhubungan suami istri yang dilakukan saat istri sedang haid adalah suatu dosa besar. Jika hal itu terlanjur dilakukan, apa yang bisa diperbuat pasangan suami istri untuk menebus dosanya?

Dalam hadis  disebutkan, “Seorang laki-laki menjima’ istrinya yang sedang haid, apabila itu dilakukan saat darah haid istrinya berwarna merah maka dikenai denda 1 dinar, sedangkan jika dilakukan saat darahnya sudah berwarna kekuningan, maka dendanya 1/5 dinar.” (HR. Tirmidzi)

Selain denda yang harus dibayarkan, mereka juga harus melakukan taubat. Hal ini meliputi 3 hal, yaitu:

  1. Meminta ampun pada Allah.
  2. Menyesali perbuatan dengan sebenar-benarnya.
  3. Tidak akan mengulangi kesalahan tersebut. 

Perlu di fahami hukum menyetubuhi wanita yang haid atau nifas.

BACA JUGA Bahaya Ghoib dan Spiritual Menyimpan Tali Pusar dan Menjadikannya Obat

Ustadz Saya Khilaf Berhubungan Saat Haid, Bagaimana Menebus Dosanya?

Para ulama sepakat bahwa menyetubuhi isteri ketika haid atau nifas adalah haram, berdasarkan firman Allah:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, Maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

Ayat di atas menjelaskan perintah untuk menjauhi wanita yang sedang haid, maksudnya adalah larangan menyetubuhi wanita yang sedang haid, dan tidak ada salahnya bagi seorang suami berkumpul dengan isterinya yang sedang haid atau nifas dan boleh baginya melakukan apa saja selain bersetubuh, sebagaimana hadits berikut

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ فِيهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ فَسَأَلَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى}وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ {إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ فَبَلَغَ ذَلِكَ الْيَهُودَ فَقَالُوا مَا يُرِيدُ هَذَا الرَّجُلُ أَنْ يَدَعَ مِنْ أَمْرِنَا شَيْئًا إِلَّا خَالَفَنَا فِيهِ فَجَاءَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْيَهُودَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا فَلَا نُجَامِعُهُنَّ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ قَدْ وَجَدَ عَلَيْهِمَا فَخَرَجَا فَاسْتَقْبَلَهُمَا هَدِيَّةٌ مِنْ لَبَنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمَا فَسَقَاهُمَا فَعَرَفَا أَنْ لَمْ يَجِدْ عَلَيْهِمَا

Dari Anas bahwa apabila seorang wanita Yahudi haid, maka mereka tidak memberinya makan dan tidak mempergaulinya di rumah. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Allah menurunkan; “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh itu adalah kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222) Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah”. Ketika hal itu sampai kepada Yahudi, mereka berkata, “Laki-laki ini tidak ingin meninggalkan sesuatu dari perkara kita melainkan dia menyelisihi kita.” Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi berkata demikian dan demikian, maka kami tidak menyenggamai kaum wanita.” Raut wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berubah hingga kami mengira bahwa beliau telah marah pada keduanya, lalu keduanya keluar, keduanya pergi bertepatan ada hadiah susu yang diperuntukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Maka beliau kirim utusan untuk menyusul kepergian keduanya, dan beliau suguhkan minuman untuk keduanya. Keduanya pun sadar bahwa beliau tidak marah atas keduanya.”

Pada dasarnya bagi seseorang yang menggauli istrinya dalam keadaan haid, hanya diwajibkan kepada dirinya untuk bertaubat dan beristighfar kepada Allah, tanpa harus mengeluarkan sedekah sebagai kafaratnya. Namun demi kehati-hatian, bagi seseorang yang telah menyetubuhi isterinya ketika haid atau nifas, disamping bertaubat kepada Allah, hendaklah dirinya berusaha mengeluarkan sedekahnya dengan satu atau setengah dinar sebagai kafaratnya jika Allah memberikan kelapangan rizki padanya.
SHARE ARTIKEL