7 Fakta Nenek 92 Tahun yang DivonisPenjara Akibat Tebang Pohon Untuk Bangun Makam Leluhur

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 31 Jan 2018

7 Fakta Nenek 92 Tahun yang DivonisPenjara Akibat Tebang Pohon Untuk Bangun Makam Leluhur
Foto via tribunsumsel.com

Pintu penjara menanti nenek tua renta ini

Bermaksud ingin membangun makam leluhurnya, nenek ini menebang pohon durian digunakannya untuk membuat tugu makam leluhurnya, tapi tak disangka sebelumnya pemilih pohon durian memperkarakan kepengadilan, dan nenek divonis penjara

Sudah tua renta, Saulina Boru Sitorus kini harus menanggung beban yang amat berat di hari tuanya.

Hukuman penjara di depan matanya setelah hakim Pengadilan Negeri Balige, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara memvonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari kepadanya.

Padahal, perkara yang dikasuskan pun sederhana, yakni karena hanya menebang pohon.

Baca juga : Jangan Marahi Anak Karena Nilai Jelek, Karena itu Bukan Penentu Kesuksesannya Kelak

Tapi, apakah pantas nenek berusia 92 tahun itu harus menerima hukuman penjara ?

Berikut fakta soal kasus Nenek Saulina yang divonis ukuman 1 bulan karena perkara menebang pohon yang dirangkum TribunnewsBogor.com dari Tribun Medan.

1. Membangun Tugu Makam Leluhur

Kasus ini bermula ketika pihak keluarga Nenek Saulina atau Ompu (baca: Oppu) Linda berniat ingin membangun tugu leluhur dari suami dan leluhur, Naiborhu.

Untuk membangun tugu tersebut, mereka harus menebang pohon durian yang berada di lahan tempat rencana tugu itu dibuat.

Tugu bagi orang Tapanuli dijadikan tempat pemidahan tulang-belulang atau kerangka nenek-moyang atau keluarga yang telah lama meninggal.

Tulang-belulang biasanya digali dari kubur di tanah, lalu dipindahkan ke dalam tugu yang terbuat dari beton.

Rupanya, penebangan pohon tersebut diperkarakan Japaya Sitorus (70) yang mengklaim sebagai pemilik pohon durian.

"Pohon durian itu milikku, telah berumur 10 tahun. Pohon durian tersebut ditebang oleh Marbun Naiborhu, kemudian diangkat ke pinggir tambak (tugu) agar tidak mengenai semen bangunan Boigodang Naiborhu yang sedang dibangun," kata Japaya dikutip dari Tribun Medan, Senin (29/1/2018) malam.

Ukuran pohon durian itu diperkirakan berdiameter sekitar 5 inci.

2. Keluarga Ompu Linda Digugat

Karena tak terima pohon duriannya ditebang, Japaya Sitorus akhirnya menggugat Ompu Linda bersama keenam orang keluarganya.

Keenam orang itu adalah, yakni Marbun Naiborhu (46 tahun), putra kandung Saulina. Kemudian lima lagi adalah ponakan, yakni anak dari abang dan adik suaminya.

Mereka adalah Maston Naiborhu (46), Jesman Naiborhu (45), Luster Niborhu (62), Bilson Naiborhu (59), Hotler Naiborhu 52).

Dalam adat Tapanuli, ponakan semarga, disamakan dan disapa dengan sebuatan anak.

Padahal, Japaya dan Ompa Linda masih bertetangga, yakni sesama warga Dusun Panamean, Desa Sampuara Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.

Mereka pun masih terbilang saudara, sesama keturunan bermarga Sitorus.

Putra kandung Ompu Linda bersama 5 keponakannya itu telah dijatuhi hukuman lebih dahulu yakni penjara 4 bulan 10 hari masa tahanan dan sedang menjalaninya.

Baca juga : Suami Berhati-hatilah, Jika 4 Tipe Sabarnya Seorang Istri ini Anda Rusak, Jangan Harap Tidur Didalam

3. Merasa Rugi Ratusan Juta

Japaya merasa dirinya merugi ratusan juta rupiah.

Akhirnya ia pun melaporkan kejadian itu ke pihak kepolisian.

Dalam laporan Japaya, mereka disebut-sebut merusak pohon durian di dekat areal pemakaman.

Sesuai laporan Japaya, durian tersebut adalah miliknya, meski kuburan yang sedang dibangun menjadi tugu atau tambak itu juga tidak lain adalah leluhur Saulina Sitorus.

Saulina dan kawan-kawan disangkakan tentang perusakan yang dijerat pasal 170 ayat 1 KUHP subsider 406 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1e KUHPidana.

4. Ompu Linda Sudah Dapat Izin Pemilik Lahan

Kardi Sitorus, sebagai saksi dalam kasus ini, mengatakan tanah pekuburan tersebut sudah mereka berikan digunakan untuk tanah wakaf sesuai mandat ayahnya.

Sehingga, ketika para terdakwa datang hendak membersihkan kuburan untuk membangun tugu/tambak sebelumnya sudah meminta izin kepadanya.

Atas restunya, para terdakwa pun mulai membersihkan lahan termasuk menebang pohon durian yang diklaim milik Japaya.

"Jadi mereka ini (terdakwa) datang ke saya. Dan saya izinkan. Buat saja, silakan. kau bisa buat tambak di sana. Lalu setelah selesai, saya didatangi lagi dan mereka lapor bahwa di sana ada tanaman durian. Lalu saya bilang, bersihkan saja kalau di sana ada durian," kata Kardi dikutip dari Tribunnews.com.

Penebangan pohon durian ini menjadi muasal perkara.

Namun, Kardi mengaku tidak tinggal diam.

Setelah mengetahui persoalan tersebut, dia berinisiatif memediasi agar kedua belah pihak berdamai.

Menurutnya, polisi turut mendamaikan, namun tak berhasil.

Upaya perdamaian yang dilakukan sudah dua kali.
Dan orangtua di desa pun pernah mendamaikan apalagi pihak terdakwa katanya menunjukkan itikad baik.

"Setelah persoalan ini saya ketahui, saya suruh anak saya mendatangi si Japaya. Lalu polisi pun mendamaikan, tapi si Japaya tidak mau," ucap Kardi menjawab pertanyaan hakim.

5. Pemilik Lahan Tak Izinkan Warga Tanam Pohon

Sesuai keterangan saksi, penasihat hukum para terdakwa, Boy Raja memastikan butuh pemeriksaan hukum yang objektif terkait kepemilikan pohon-pohon yang diklaim sebagi milik Japaya.

"Artinya harus ada pembuktian yang objektif atas kepemilikan itu. Karena untuk pembuktian itu dilakukan atas keterangan saksi yang tidak lain adalah anak dan istri Japaya saja. Sementara harus ada alat bukti yang menunjukkan bahwasanya itu adalah sah milik Japaya," kata Boy.

Menurut Boy, lahan tersebut bukan milik Japaya maupun milik gereja.

Sebab, bila memang benar itu adalah lahan pihak gereja, pasti keberatan ketika tugu/tambak dibangun di sana.

Tanah tersebut sudah dihibahkan menjadi tanah wakaf bagi warga Panamean oleh Kardi dan tidak diizinkan sebagai lahan berladang atau bercocok tanam di areal itu.

Baca juga : Apa Arti 3 Huruf di Surat Rujukan, Penyebab Biaya Pengobatan Ibu ini Tak Ditanggung BPJS

6. 'Saya Sudah Lelah Pak Hakim'

Ompu Linda mengaku lelah setiap kali menjalani persidangan.

Apalagi harus menyeberangi Danau Toba dengan kapal kayu yang dia tumpangi memakan waktu kurang lebih dua jam.

Belum lagi bila sidang dimulai sore hari dan bisa berakhir pukul 9, malam seperti hari-hari sebelumnya.

Artinya, Oppu Linda harus kedinginan malam harinya menahan hempasan angin danau tiap kali pulang ke rumahnya di Desa Panamean.

Saulina alias Ompu Linda tampak bingung, dan menatap hakim dengan air mukanya yang kuyu.

Ia merintih, dan menjawab dalam bahasa Batak Toba, "Unang be sai sidang be ahu bapak. Nungnga matua ahu, nungga loja ahu dihatuaon hu on ('Janganlah sidang lagi saya bapak. Saya sudah lelah di hari tuaku ini.)"

Ia sembari mengangguk kenarah hakim.

Selanjutnya, menggunakan tongkat kayu bambu, Ompu Linda dipapah cucunya Helfina Rumapea ke luar Ruang Sidang.

Hakim Pengadilan Negeri Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumater Utara pun membacakan vonis hukuman penjara 1 bulan 14 hari kepadanya, Senin (29/1/2018).

"Menurut kami, terdakwa harus menjalani hukuman satu bulan empat belas hari," ujar Marsahal lalu mengetuk palu sidang.

Kemudian hakim menanyakan Saulina terkait putusan yang baru saja dibacakan.

"Apakah ada yang ditanyakan terkait putusan tersebut," tanya Hakim kepada Saulina.

7. Pengacara Ajukan Banding

Penasihat hukum terdakwa, Boy Raja Marpaung mengatakan akan pikir-pikir.

Namun, usai persidangan mereka sepakat menyatakan banding.

"Kami akan menyatakan banding, karena sebelumnya Oppu Linda telah mendapatkan izin dari ahli waris lahan tersebut, yakni Kardi Sitorus," ujar Boy.

Kata Boy, dalam waktu dekat akan mengajukan memori banding di Pengadilan Tinggi Medan.

Namun, keputusan tersebut kembali ke keluaraga Saulina, sebagaimana yang dilakukan anak-anaknya.

Cucu Ompu Linda, Helfina Rumapea mengaku tidak terima atas putusan hakim.

Menurutnya, mereka berani membersihkan lahan tersebut dikarenakan memang telah mendapat restu dari Kardi Sitorus.

Sehingga mereka berniat membangun Tambak/Tugu di tanah leluhur mereka.

SHARE ARTIKEL