Mengungkap HOAX Konspirasi Imunisasi dan Vaksinasi Setelah Kasus Difteri Mewabah

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 14 Dec 2017

Mengungkap HOAX Konspirasi Imunisasi dan Vaksinasi Setelah Kasus Difteri Mewabah
Foto: @Raehanul Bahraen

Kasus difteri muncul, HOAX seperti ini muncul lagi

Seorang dokter bernama Raehanul Bahraen mencoba untuk mengungkap anti vaksinasi dan imunisai, setelah terjadinya kasus difteri yang mewabah saat ini, Ternyata dapat terungkap bagaimana sebenarnya konspirasi imunisasi dan vaknisasi

Dokter Raehanul mencoba mengukap konspirasi Imunisasi dan vaksinasi yang banyak beredar di dunia maya. Kasus difteri yang mewabah ini yang menyebabkan dokter Raehanul ingin menelusurinya.

"Jujur saja, saya tergelitik untuk menulis lagi gara-gara kejadian kemarin saat jaga Pameran Pembangunan & Potensi Daerah Kabupaten Sleman, dimana saya diminta menjadi Sales Promotion Boy (SPB, oh yes, I’m still a boy!) pada stand Dinas Kesehatan.Saat itu ada mbak-mbak PNS dari stand sebelah yang bertanya-tanya tentang imunisasi dan betapa gerakan anti imunisasi sudah merebak di internet, bahkan ada pula seminar-seminarnya di institusi perguruan tinggi, dan ngga tanggung-tanggung, pembicaranya bahkan ada yang dokter pula." ujarnya

Baca juga : Terlambat Atasi Difteri Sebabkan Kematian, Manfaatkan 4 Bahan Alami Ampuh Menyembuhkannya

Dokter Raehanul ini pun langsung mengecek di Google mencari situs-situs anti imunisasi dan vaksinasi, ia pun tercengang dengan banyaknya situs anti imunisasi dan vaksinasi, hampir semua artikel berisi sama tentang anti imunisasi

"Lalu, penasaran, sore tadi saya membuka Google dan mencoba mencari situs-situs anti imunisasi dan vaksinasi tersebut, dan hasilnya.. hampir rahang bawah saya copot karena mangap terlalu lebar: betapa banyaknya! jauh lebih banyak daripada situs yang mempromosikan imunisasi. Saya baca dan baca, rata-rata isinya sama, artikel yang sama, dicopy paste berulang-ulang dari satu situs ke situs yang lain dari satu blog ke blog yang lain. Yang membuat saya tambah mangap dan tergeleng-geleng, artikel tersebut seolah-olah benar-benar evidence based, mencatut nama ahli-ahli, penelitian-penelitian, data dan angka, meyakinkan nian." kata beliau sebagaimana dikutip dari akun Facebook beliau sendiri @Raehanul Bahraen.

Disini beliau mengutip dari artikel anti vaksin yang cukup merebak di google, seperti ini isi dan judul artikel yang dokter Raehanul katakan:

Mengungkap Konspirasi Imunisasi dan Bahaya Vaksin

Imunisasi dan Konspirasi di dalamnya.

Jika kita merunut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner Brothers, kita dapat menemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang vaksinasi pada manusia didanai oleh Keluarga Rockefeller. Rockefeller sendiri adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia, dan mereka adalah bagian dari Zionisme Internasional.

Kenyataannya, mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategis lainnya :

The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 – the year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two years later the Rockefeller Foundation established the U.S. Government’s National Science Foundation, the National Institute of Health (NIH), and earlier, the nation’s Public Health Service (PHS).

~ Dr. Leonard Horowitz dalam “WHO Issues H1N1 Swine Flu Propaganda”
Wah hebat sekali ya penguasaan mereka pada lembaga-lembaga strategis.
Dilihat dari latar belakang WHO, jelas bahwa vaksinasi modern (atau kita menyebutnya imunisasi) adalah salah satu campur tangan (Baca : konspirasi) Zionisme dengan tujuan untuk menguasai dan memperbudak seluruh dunia dalam “New World Order” mereka.

Apa Kata Para Ilmuwan Tentang Vaksinasi?

“Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan.”

~ Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika

“Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang. Sehingga vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun.”

~ Dr. Richard Moskowitz, Harvard University

“Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.”

~ Dr. W.B. Clarke, peneliti kanker Inggris

“Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang tidak dapat diartikan secara umum”.

~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin internasional

“Kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun 1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi 80%.”

Baca juga : Mengungkap Endometriosis dan Fibroid yang Menyerang Zaskia Sungkar

~ Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962

“Sebelum vaksinasi besar besaran 50 tahun yang lalu, di negara itu (Amerika) tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun, dan kasus autisme.”

~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional

“Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.”

~ Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika

“Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.”

~ Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”

Dan masih banyak lagi pendapat ilmuwan yang lainnya.

Dan ternyata faktanya di Jerman para praktisi medis, mulai dokter hingga perawat, menolak adanya imunisasi campak.

Penolakan itu diterbitkan dalam “Journal of the American Medical Association” (20 Februari 1981) yang berisi sebuah artikel dengan judul “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”.

Dalam artikel itu disebutkan bahwa jumlah partisipan terendah dalam imunisasi campak terjadi di kalangan praktisi medis di Jerman.

Hal ini terjadi pada para pakar obstetrik, dan kadar terendah lain terjadi pada para pakar pediatrik. Kurang lebih 90% pakar obstetrik dan 66% parak pediatrik menolak suntikan vaksin rubella.

Stop. Ini baru separuh artikel pembuka. Cukup meyakinkan bukan? sudah pernah baca?

Ya, saya juga bukan ahli vaksin, bukan ahli imunisasi, yang juga sahih untuk menganalisis artikel di atas.

Saya hanya dokter PNS muda di Puskesmas yang tidak begitu terpencil dari kota Yogyakarta untuk disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Tapi setidaknya saya pernah belajar 6 tahun dan terus berlanjut hingga sekarang mengenai metode kedokteran.

Dan selama masa belajar itu saya pernah (kalau tidak lupa) diajarkan tahap pertama dalam pembelajaran: mencari referensi yang sahih, tidak bias/tendens, valid dan reliable.

"Dan tahap pertama pembelajaran saya itulah yang akan sedikit saya bagikan pada anda, siapa tahu saya nanti beneran bisa dapat tanda jasa dari anda " ujar dokter Raehanul

1. Leonard Horowitz

Tentang Dr. Leonard Horowitz yang penulis sebutkan di atas: entah darimana ia dapat gelar DR. di depan namanya. Karakter ini dalam search google dapat anda temukan ratusan dalam situs anti imunisasi yang artikelnya dicopy paste itu.

Lihat di situs asing, ia terlibat dalam situs-situs yang menolak pengetahuan & teknologi modern. Yang paling jelas kalau di follow up, ternyata si Horowitz ini sangat berperan dalam situs FluScam.com, situs yang benar-benar membolak-balikkan fakta pengobatan modern, menolak imunisasi, yang ujung-ujungnya menawarkan pengobatan alternatif.

Silakan buka situsnya, dan link situs lainnya, Leonard Horowitz ini ternyata populer juga sebagai semacam penyembuh spiritual di Amrik sana.

Dia bahkan menyebut dirinya seorang sakti, semacam mengaku nabi, bahkan mengklaim ada ‘malaikat’ menuntunnya, secara tertulis pada bukunya Walking on Water di tahun 2006. Tuntunannya semacam ini:

5-steps you can take to prompt miraculous healings.The LOVE frequency to radiate affection and resolve troubled relationships.

Key changes you can make to overcome self-defeating patterns to prosper in all ways.How to sustain and celebrate LOVE as a core creative force.

Master the mystery of sex, love and your true male/female identity.Easily and inexpensively produce “holy water” critical for natural healing.The use of music, foods, language, prayer and faith to heal your life.The true meaning of your life.How to prosper, more than ever, by understanding the laws of nature, attraction, giving and receiving.

Kaya judul-judul buku kacangan yang dijual 10ribuan. Pesan di dalamnya gampang, sudah bisa ditebak, lupakan teknologi, ciptakan penyembuhan dari diri sendiri (wow!).

Dia akan menunjukkan gimana caranya, cukup bayar sekian dolar, via transfer di rekening bla-bla-bla. Buka saja FluScam.com dan ikutilah seluruh anjuran Kiai Dr. Leonard Horowitz, pasti manjur..

Baca juga : Sedang Mewabah di Masyarakat, ini 15 Gejala Difteri, Penyebab dan Cara Pengobatannya

2. Dr. James Shannon

Setelah dilacak-lacak tentang quote dan Dr. James R. Shannon mantan direktur National Health Institute (NIH), ternyata koneksi keduanya cuma ditemukan di situs-situs anti vaksinasi saja.

Di situs anti vaksinasi asing kopiannya sebagai berikut “Dr. James R. Shannon, former director of the National Institute of Health reported in December, 2003 that “the only safe vaccine is one that is never used”.

Memang ada mantan direktur NIH yang bernama Dr. James Augustine Shannon, lahir tahun 1904, tapi beliau telah meninggal tahun 1994 lalu di usia 89 tahun.

Sejauh ini belum ada berita yang mengabarkan Dr. James Augustine Shannon bangkit dari kubur, lalu mengganti nama tengahnya, dan kemudian di tahun 2003 berpidato “the only safe vaccine is one that is never used, dude!”.

Ya, koneksinya cuma ketemu di situs-situs anti vaksinasi saja, yang semuanya menulis mantan direktur NIH Dr. James R. Shannon

Dengan kata lain, quote James Shannon yang dicopy paste berjuta kali itu cuma tipuan belaka

3. Richard Moskowitz

Richard Moskowitz lahir pada tahun 1938, dan kuliah di Harvard (BA) dan New York University (MD).

Setelah selesai sekolah kedokteran dia kemudian mengikuti 3 tahun studi pascasarjana di bidang Filsafat di University of Colorado.

Dia mengambil magang di Rumah Sakit St. Anthony, Denver, dan telah mempelajari kedokteran keluarga sejak tahun 1967, serta (katanya) membantu 800 kali kasus kelahiran di rumah.

Dengan latar belakang kedokteran oriental dan bentuk-bentuk penyembuhan alami, Dr Moskowitz belajar homeopati dengan George Vithoulkas di Yunani dan Rajan Sankaran (dan lain-lain, entahlah saya ngga kenal) di India.

Dia telah mempraktekkan metode klasik tersebut secara eksklusif sejak 1974, dan telah mengajar secara luas pada mata pelajaran homeopati dan yang berkaitan dengannya (pengobatan alternatif).

Silakan searching, di internet banyak nama dokter Richard Moskowitz, tapi yang dicuplik pendapatnya di situs-situs anti vaksinasi adalah dokter Moskowitz yang ahli homeopati ini.

Jadi, sudah jelaslah ia adalah praktisi homeopati, sudah jelas bukan ahli vaksin atau imunisasi, dan tidak mewakili institusi Harvard University. Sudah jelas pula titik bias pendapatnya pada kasus imunisasi.

4. dr W. B. Clarke

Aktor fiktif lain, siapa itu dr W. B. Clarke? yang katanya seorang dokter di Indiana di tahun 1900an (iya, tahun 1900, belum ada laptop dan FB saat itu; yang dikutip di atas sana sebagai ahli kanker dari Inggris? keliru mengutip kayaknya si mas).

Orangnya saja sudah ngga jelas. Silahkan coba untuk menemukan biografinya dan artikel aslinya yang menyatakan "Cancer is essentially unknown prior to the obligation of smallpox vaccination was introduced. I had faced 200 cases of cancer, and none of those affected by cancer do not get vaccinated before”, anda hanya akan menemukan website-website komunitas anti-vaksin lain yang mengulang-ulang kutipan itu, lagi dan lagi, tanpa menunjukkan sumber dan artikel yang asli.

5. Harris L. Coulter, PhD

Ya, Anda dapat menemukan ini di wiki: Harris L. Coulter, PhD (8 Oktober 1932 -) adalah seorang sejarawan medis dan dosen yang telah menerbitkan tulisan di berbagai bidang termasuk obat homeopati, kanker, dan apa yang dianggapnya sebagai bahaya vaksinasi.

Coulter meraih gelar PhD pada 1969 dari Columbia University, NY, dalam disertasi berjudul “Political and Social Aspects of Nineteenth-Century Medicine in the United States: The Formation of the American Medical Association and its Struggle with the Homeopathic and Eclectic Physicians” dari disertasinya saja sudah terlihat menentang sisi medis. Coulter telah dianggap "sejarawan homeopati terkemuka akhir abad 20." Nah!

Karya Coulter yang paling signifikan adalah empat jilid risalah tentang sejarah kedokteran Barat, Divided Legacy: A History of the Schism in Medical Thought, yang memerinci dua jalur yang berbeda pada pemikiran dan praktek medis sejak zaman Hippocrates hingga saat ini : pendekatan rasional dan pendekatan empiris seperti yang diamati dalam sejarah filosofi.

Coulter telah bertugas di berbagai panel penasihat medis, dan telah memberikan masukan tentang konflik antara American Medical Association (AMA) dan homeopati.

Dari tahun 1965 sampai 1975, Coulter adalah direktur publikasi untuk American Foundation for Homeopathy, dan 1983-1989 ia menjabat di dewan editorial Journal of the American Institute of Homeopathy.

Coulter juga anggota dewan penasehat dari Campaign Against Fraudulent Medical Research. Coulter fasih berbahasa Jerman, Perancis, Spanyol, Latin, Rusia, Hongaria, dan Serbo-Kroasia.

Pandangan Coulter telah dikritik, misalnya tentang ide-idenya tentang bahaya vaksinasi. Yah, pendapat apa sih yang anda harapkan dari ahli homeopati mengenai imunisasi?

Baca juga : Hati-Hati, Penyakit Baru "Difteri" Mewabah di Indonesia dan Sudah Banyak Korban Jiwa

6. Bernard G. Greenberg, PhD

Bagi anda yang tertarik, inilah referensi yang lengkap bagi seluruh dunia (hehe) untuk melihat (dan untuk menunjukkan bagaimana komunitas anti vaksin mendistorsi kebenaran) suatu bagian dari diskusi telah dipublikasikan dengan menutup keseluruhan isi diskusi, dengan tujuan pembohongan publik.

Quote di atas dikutip dari diskusi panel yang berjudul "The Present Status of Polio Vaccines" dengan moderator: Herbert Ratner, MD, panelis: Herald R. Cox, ScD, Bernard G. Greenberg, PhD, Herman Kleinman, MD, dan Paul Meier, PhD. Telah dipublikasikan di Illinois Medical Journal. Agustus, 1960. pp 84-93.

(Diskusi Panel diedit dari transkrip yang dipresentasikan sebelum Section on Preventative Medicine and Public Health pada 120th Annual Meeting of the ISMS di Chicago, 26 Mei 1960.). Dapat dicari review diskusinya pada jurnal tersebut.

Posisi Dr Greenberg tidak menyatakan bahwa vaksin polio tidak efektif, posisinya adalah bahwa itu belum ‘sangat’ efektif. Dia juga tidak membuat pernyataan bahwa vaksin tersebut berbahaya.

Berikut adalah beberapa kutipan dari beliau tentang tren polio: "Without a doubt, the increasing trend has been reduced to some extent by the Salk vaccine."

"However, any future substantial reduction in this trend will require a more potent vaccine, not simply vaccinating more people. If there were no other vaccine, complete vaccination of all susceptible persons in the population with the Salk vaccine would be justifiable."

Potensitas (kekuatan) vaksin di sini yang dimaksudkan adalah fungsi untuk meningkatan jumlah antigen virus yang dilemahkan dalam vaksin Salk, atau menggunakan virus hidup seperti vaksin Sabin.

"Today it may be a serious mistake to be ultraconservative in accepting the new live virus vaccines under the impression that there is no hurry because an almost equivalent immunizer exists in the Salk vaccine. A delay in accepting and promoting better vaccines will be a costly one." Greenberg mengatakan ini pada tahun 1960 (pada tahun 1961 vaksin monovalen Sabin mendapat lisensi).

Dalam pernyataanya Dr Greenberg percaya vaksin Sabin adalah jawabannya, dan lebih baik dari vaksin Salk yang karena kendala teknis (virus propagasi dalam kultur sel) menghambat vaksin Salk untuk menjadi cukup kuat. Lihatlah, Greenberg tidak melarang vaksinasi kan?

Di kemudian hari, virus tersebut diadaptasikan dengan kultur sel microsphere terus menerus dalam sel Vero hingga dapat menghasilkan 10^9 virus per ml - dan itulah yang digunakan dalam vaksin polio (IPV) hingga hari ini.

Dengan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar virus dalam kultur sejak awal tahun 1970an, dan dengan diberantasnya polio liar di Amerika Serikat, IPV mengantikan OPV pada tahun 2000 untuk meniadakan kasus langka dari perubahan patogenik kembali dari vaksin Sabin. Thanks to dr. Greenberg.

7. Neil Z. Miller & Barbara Loe Fisher

Neil Z. Miller & Barbara Loe Fisher adalah promotor gerakan anti vaksin sejati, mereka meneliti (hingga mempublikasikan riset yang menunjukkan keburukan vaksin di jurnal ilmiah, meskipun penuh rekayasa) untuk komunitas anti vaksin, apakah anda berharap mereka akan berkomentar netral dan obyektif?.

Coba anda memasukkan keyword vaksin di google, akan anda temukan situs di daftar teratas bernama "National Vaccine Information Center " (NVIC), seperti pusat informasi vaksin beneran ya, jangan salah, organisasi dan situs tersebut didirikan oleh Barbara Loe Fisher dan merupakan salah satu anti-vaksin kelompok tertua dan paling berpengaruh di AS, baru-baru ini bekerja sama dengan Joe Mercola untuk bekerjasama mempromosikan paham anti-vaksin.

Maka kalau baca di situ dijamin artikel-artikelnya yang anti vaksin jauh lebih profesional daripada artikel yang di atas. Tapi ingat siapa pembuatnya, memang tujuannya kan ke arah sana.

8. William Howard Hay, MD

Ada juga di wiki. Sang 'legendaris' William Howard Hay, MD (1866 - 1940)! adalah salah satu aktivis pengobatan alternatif ternama, terutama melalui diet. Awalnya dia memang seorang dokter, tertular penyakit Bright (atau jaman sekarang disebut sebagai nefritis – peradangan pada ginjal).

Dengan jantung bengkak dan hampir mati, putus asa karena tidak tertolong dengan metode medis saat itu, Dr Hay mulai mencoba makan hanya makanan alami, (entah kenapa, beruntungnya) kondisinya membaik, menciptakan program diet Hay kemudian hari dan menjadi seorang naturalis.

Dia tidak pernah menulisImmunisation: The Reality behind the Myth, tapi kutipan di atas adalah bagian pidatonya di hadapan The Medical Freedom Society (komunitas pengobatan alternatif lain) pada tanggal 25 Juni 1937 (3 tahun sebelum meninggal beneran, sudah tua bangeet, bayangkan baru sampai di mana teknologi kita tahun itu) di Pocono, Pennsylvania.

Anda dapat dengan mudah mencari pidato epiknya yang mencantumkan quote yang dikopi di atas, pidato yang menjadi semacam kitab suci bagi komunitas anti-vaksin dan pengobatan alternatif

9. “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”

OMG, itu adalah kebohongan lain oleh komunitas anti vaksin! publikasi JAMA berjudul “Rubella Vaccine in Susceptible Hospital Employees, Poor Physician Participation”, pada tahun 20 Februari 1981 diambil secara sangat parsial dan sangat didistorsi.

"Itu hanya separuh pembahasan dari lelucon komunitas anti-vaksin. Banyak yang kemudian mencampuradukkan dengan dalil agama, silakan." ujarnya

Tapi ingat juga, karya komunitas anti vaksin yang anda campur adukkan asalnya juga dari mana. Lucu kan, bilang anti Amerika anti Yahudi, anti barat, tapi artikel dan penelitiannya yang memperkuat dalil ngopi juga dari sana.

Harus terbuka juga, bagaimana bila ternyata para komunitas anti-vaksin tersebut justru yang berupaya melemahkan bangsa kita, justru berkebalikan dengan yang selama ini anda pikirkan.

Pertanyaannya kemudian mudah, referensi sebenarnya gampang di cari, kalau memang ada bukti mari berdebat secara ilmiah, jangan langsung percaya sama artikel yang darimana entah kemana tujuannya.

"Tunggu paruh kelanjutan artikel yang menguncang iman dan menggoyahkan nalar (halah) ini setelah muncul mood saya untuk menulis lagi" ujarnya

Jadi disini imunisasi dan vaksinasi sangat penting dan bermanfaat untuk kesehatan, banyak juga vaksin yang halal yang sudah disarankan MUI

Sesuai rencana, imunisasi ulang serentak alias ORI akan dimulai pada tanggal 11 Desember 2017.

Setelah tahap pertama selesai, tahap kedua akan dilaksanakan 11 Januari 2018 dan tahap ketiga pada 11 Juli 2018.

Sasaran umur pun diperluas dari usia 1 tahun sampai 19 tahun.

Imunisasi pertama akan dilakukan di 3 Provinsi yang memiliki kasus difteri paling banyak, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.

Selain karena kasusnya paling banyak, kepadatan penduduk di 3 provinsi tersebut juga tinggi.

Hartono berpesan, masyarakat harus mendukung kebijakan pemerintah ini agar dapat terselenggara dengan berhasil. sebagimana dikutip dari tribunnews.

Untuk mencegah perluasan wabah difteri Bunda dan keluarga sebaiknya ikut berpartisipasi agar wabah difteri bisa berhenti dan tidak menyebar lagi

SHARE ARTIKEL