Khawatir Pedihnya Siksa Riba, Pria ini Lepas Jabatan Kepala Cabang Bank Mandiri

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 18 Sep 2017

Khawatir Pedihnya Siksa Riba, Pria ini Lepas Jabatan Kepala Cabang Bank Mandiri


TAKUT DOSA RIBA, JABATAN KEPALA CABANG BANK MANDIRI PUN DILEPAS
Bekerja di sebuah bank bagi kebanyakan orang menjadi sebuah kebanggaan. Gaji tinggi dan tampilan keren menjadi beberapa alasan. Apalagi jika sudah mendapat jabatan di posisi yang strategis. Kepala Cabang, namun itu tak berlaku lagi bagi pria yang takut akan dosa riba ini..

Dikutip dari laman go hijrah, Adi Miyono sore itu menggunakan busana kasual. Terlihat santai, meski aktivitas bengkelnya terlihat cukup padat.

Bekerja dengan membuka usaha di bengkel variasi sebenarnya bukan cita-cita Adi. Usaha tersebut lahir dari hidayah dan ikhtiarnya meninggalkan riba. Setelah berbincang singkat mengenai bisnisnya, bapak dari dua orang anak ini kemudian menghisahkan awal mula ia berhijrah.

Berbekal gelar sarjana ekonomi, Adi pun memutuskan mencoba melamar kerja ke berbagai bank yang ada di Surabaya. “Sedikitpun tidak pernah terlintas di benak saya mau buka usaha sendiri,” ujarnya. Salah satu bank tujuan Adi saat itu adalah Bank BCA. “Itu sekitar tahun 2004,” kenangnya.
Meski pelamar kerja lumayan banyak, tapi dirinya berhasil masuk menjadi salah satu dari tiga kandidat terkuat karyawan bank tersebut. Beberapa kali seleksi tes masuk, diterimalah Adi menjadi karyawan Bank BCA. “Senengnya bukan main,” kata Adi sambil tersenyum.

Dengan gaji yang lebih dari cukup untuk ukuran saat itu, Adi merasa kehidupannya berjalan mulus. Apalagi saat menjadi karyawan BCA, ia banyak bertemu dan berkenalan dengan berbagai macam nasabah. Sebuah pengalaman baru dan berharga pikirnya.

Kinerja yang terus meningkat, membuat ia dilirik kompetitor BCA. “Tahun 2007 saya menerima tawaran kerja di Mega (bank, red),” katanya. Tergiur dengan tawaran gaji yang lebih besar, membuat Adi memutuskan berhenti dari BCA dan bergabung dengan Bank Mega.

BACA JUGA : Kejamnya Riba, Pinjam ke Bank 120 Juta, Kehilangan Rumah Seharga 800 Juta

Hanya bertahan selama 2 tahun di Bank Mega, tahun 2009 Adi bergabung dengan Bank Mandiri. Lagi-lagi alasan gaji dan posisi lebih tinggi membuatnya bergabung dengan Bank Mandiri.
Bekerja di Bank Mandiri dan suasana kerja yang kompetitif, tidak membuat Adi patah semangat.

Malah kinerja dan jabatannya pun meningkat. Hingga akhirnya ia mendapat amanah untuk menjadi kepala cabang di wilayah Madura. “Wah saya saat itu sangat bahagia Mas,” katanya sambil tertawa.
Ternyata Allah memiliki rencana lain untuk Adi Wiyono. Di Madura yang masyarakatnya religius, ia bersinggungan dengan berbagai komunitas pengajian. Salah satu forum kajian tersebut membahasa soal apa itu riba dan bagaimana ciri ciri riba, termasuk yang menyebutkan dosa riba itu seperti berzina dengan ibu kandung sendiri.

“Saya seperti menemukan titik terang. Ibaratnya seorang yang berjalan di gua yang samar-samar, kemudian nampak cahaya yang menerangi gua tersebut,” katanya. Mendapat pengetahuan seperti itu, Adi semakin giat mengikuti kajian, dan mendalami tentang riba dan segala macam pintu masuknya riba. “Terus terang saya aslinya terpukul. Apa yang saya lakukan selama ini (bekerja di bank, red) termasuk dalam kategori riba,” ujarnya lirih.

Setelah menimbang beberapa minggu, dengan mengucap basmalah, Adi pun mengajukan surat pengunduran dirinya. Atasan dan teman-temannya pun kaget. Mereka menyayangkan langkah yang diambil oleh Adi. Betapa tidak, gaji sudah tinggi dan jabatan kepala cabang pun sudah diraih. Tapi bagi Adi, tekadnya sudah bulat. “Saya yakin Allah akan memberikan jalan jika kita mendekat padanya,” imbunya.

Sempat bingung setelah keluar, takdir Allah  kemudian mempertemukannya  dengan salah satu nasabah di bank tempat ia bekerja dulu. “Gimana nggak bingung, saya sudah berkeluarga tapi tidak berkerja. Alhamdulillah Allah kemudian menunjukkan ada jalan,” kata Adi. Selang beberapa waktu kemudian, dia diajak oleh bekas nasabahnya itu berjualan spare part mobil. Keluar masuk bengkel ia jalani. Tidak hanya Surabaya, ia pun harus berjualan hingga keluar kota. “Kadang saya sendirian mas keluar masuk toko,” katanya.

Pernah suatu ketika, ia mengalami musibah. Mobil pinjaman yang ia gunakan untuk memasarkan spare part tersebut kecelakan. “Jadinya saya harus mengganti pakai uang pribadi,” kenangnya. Sekian lama bergelut menjadi sales spare part, Allah akhirnya mempertemukan ia dengan seseorang yang mengajaknya membuka toko variasi mobil sampai sekarang. “Yakin saja sama Allah. Yang penting kita ikhtiar. Masalah hasil kita serahkan kepada Allah dan yang terpenting jauhi riba,” ucapnya menutup pembicaran.

SHARE ARTIKEL