Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?

Penulis Penulis | Ditayangkan 27 Sep 2017
Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?

PERLUKAH SEKUFU DALAM PERNIKAHAN

Saat dita’arufkan dengan seorang gadis, pemuda yang merasa dirinya tampan itu menolak. “Dia tidak sekufu denganku.”

apa makna sekufu dalam pernikahan?

Saat dita’arufkan dengan seorang gadis, pemuda yang merasa dirinya tampan itu menolak. “Dia tidak sekufu denganku.”

“Dia itu cuma lulusan SMA Mbak, keluarganya juga buruh tani. Kami nggak sekufu,” seorang muslimah menjelaskan alasannya mengapa ia tak mau menikah dengan seorang aktifis dakwah yang melamarnya.

Perlukah ‘sekufu’ dalam pernikahan? Dan benarkah pemahaman kufu atau kafa’ah pada cerita di atas?

Arti Kufu

Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?
Kufu atau kafa’ah, artinya adalah kesepadanan. Yakni kesepadanan calon suami dan calon istri yang akan menikah dan membina rumah tangga. Istilah kufu muncul dalam beberapa hadits, berupa nasehat Rasulullah untuk segera menikah atau menikahkan muslimah yang telah menemukan calon suami yang sekufu. Diantara hadits-hadits tersebut, yang paling baik sanadnya adalah riwayat Tirmidzi, yang telah dihasankan oleh Al Albani.

يَا عَلِيُّ ثَلَاثٌ لَا تُؤَخِّرْهَا الصَّلَاةُ إِذَا أَتَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالْأَيِّمُ إِذَا وَجَدَتْ لَهَا كُفْؤًا

“Wahai Ali, ada tiga perkara yang jangan kau tunda pelaksanannya; shalat apabila telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan wanita apabila telah menemukan jodohnya yang sekufu/sepadan” (HR. Tirmidzi; hasan)

Berdasarkan hadits di atas, sekufu itu perlu. Ia bukan syarat dan rukun pernikahan tetapi dapat menjadi syarat kelestarian pernikahan.

Kufu dalam Usia?

Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?
Dalam pemahaman sebagian orang, sekufu itu artinya usianya tidak terpaut jauh. Ini pula yang menjadi alasan bagi banyak ikhwan untuk ‘menolak’ akhwat yang secara usia lebih tua beberapa tahun di atasnya.

Benarkah demikian? Mari kita lihat pernikahan Rasulullah. Beliau menikah pertama kali pada usia 25 tahun, sedangkan istri beliau Khadijah usianya 40 tahun. Terpaut 15 tahun. Faktanya, keluarga beliau adalah keluarga yang paling berbahagia. Khadijah bahkan menjadi wanita yang paling dicintai Nabi dan tidak tergantikan oleh siapapun sesudah beliau wafat.

Pun misalnya pernikahan Rasulullah dengan Aisyah, setelah wafatnya Khadijah. Aisyah saat itu masih sangat muda, terpaut puluhan tahun dengan Rasulullah. Namun, keluarga mereka justru menjadi keluarga paling romantis dan penuh cinta. Tidak jarang Rasulullah bercanda dan bermain bersama Aisyah. Pernah beberapa kali lomba lari berdua. Pernah juga mandi berdua.

Kufu dalam Harta?

Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?
Sebagian orang juga memahami bahwa sekufu itu artinya harta dan jabatan calon suami dan calon istri sepadan. Benarkah demikian?

Praktik pernikahan di zaman Rasulullah, sebagian sahabat yang miskin menikah dengan shahabiyah yang kaya raya. Pun sebaliknya, ada sahabat yang kaya raya menikah dengan shahabiyah yang tak memiliki banyak harta. Misalnya antara Asma’ binti Abu Bakar dengan Zubair bin Awwam.

Asma berasal dari keluarga yang sangat kaya, keluarga Abu Bakar. Seperti kita tahu, dengan kekayannya yang melimpah sebagai saudagar jujur, Abu Bakar pernah menginfakkan seluruh hartanya saat menjelang perang Tabuk. Abu Bakar juga tak terhitung dermanya kepada dakwah Islam dan orang-orang yang membutuhkan. Sedangkan Zubair, ia termasuk sahabat yang miskin. Saat akan menikah dengan Asma, Zubair hanya memiliki harta berupa seekor kuda. Namun demikian, keluarga mereka tumbuh menjadi keluarga yang barakah. Pada mulanya, Asma mengikuti keprihatinan Zubair hidup dalam keterbatasan. Namun kelak, Zubair berubah menjadi orang yang kaya raya.

Demikian pula dengan Umar bin Khatab. Beliau menjodohkan putranya, Ashim, dengan anak penjual susu. Ashim yang anaknya khalifah menikah dengan rakyat jelata. Dan itu tidak masalah. Bahkan, kelak, dari pernikahan mereka lahirlah Ummu Ashim, dan dari Ummu Ashim lahirlah Umar bin Abdul Aziz, khulafaur rasyidin ke 5.

Kufu dalam Kecantikan dan Ketampanan?

Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?
Ada pula yang mengira bahwa sekufu itu artinya perempuan cantik haruslah dapat laki-laki tampan, laki-laki tampan hanya sekufu dengan wanita cantik. Benarkah demikian?

Rasulullah adalah orang yang paling tampan. Namun, istri beliau tidak semuanya cantik. Mayoritas yang beliau nikahi adalah janda-janda tua. Demikian pula pernikahan sahabat. Tidak semuanya yang tampan ketemu dengan yang cantik. Dan tidak semua yang cantik kemudian beroleh yang tampan. Misalnya Fathimah binti Qais dengan Usamah bin Zaid. Fathimah adalah seorang wanita yang cantik, dari keluarga terhormat dan kaya raya. Sedangkan Usamah adalah mantan budak.

Lalu Kufu dalam Apa?

Menikah itu Harus Cari yang Sama Kaya, Sama-Sama Berpendidikan? Apa Harus Seperti itu?
Menurut Imam Malik, ungkapan kafa’ah ini khusus untuk agama. Bahwa orang yang bagus agamanya, ia sekufu dengan pasangan yang bagus pula agamanya. Imam Syafi’i juga mendukung pendapat ini. Bahwa kafa’ah adalah dalam bidang agama, sedangkan harta tidak dimasukkan dalam kategori kafa’ah.

Seperti yang dikutip dari webmuslimah.com, dalam buku Di Ambang Pernikahan, Mohammad Fauzil Adhim menjelaskan bahwa yang dimaksud agama pada pembahasan kufu di sini bukanlah pengetahuan/kognitif saja. Tetapi lebih dari itu, yang dimaksud kafa’ah adalah keberagamaan; iman taqwa dan akhlaknya.

Jadi, kafa’ah dalam bidang agama yang dimaksud bukanlah tingkat pengetahuan terhadap agama, melainkan pengamalan terhadap agama, terhadap syariat Islam.

Meski demikian, bukan berarti masalah usia, harta dan kedudukan serta kecantikan dan ketampanan diabaikan begitu saja. Sebab kita hidup bersama keluarga besar dan masyarakat. Kita hidup dengan lingkungan dan situasi yang tidak sama dibandingkan dengan lingkungan dan situasi yang dialami oleh para sahabat. Bahkan, ada pula sahabat yang akhirnya bercerai karena ketidak cocokan istri dengan ‘ketampanan suami.’ “Ya Rasulullah,” kata istri Tsabit bin Qais, “aku ingin meminta cerai dari Tsabit bukan karaea aku mencela agamanya dan akhlaknya, akan tetapi aku khawatir diriku menjadi kufur”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya; “Sanggupkah kamu mengembalikan tanah kebun yang ia berikan kepadamu sebagai mas kawin ketika pernikahanmu dulu?”. Ia menjawab; “Ya, aku sanggup”. Ia pun mengembalikan tanah kebun itu. Rasulullah lalu berkata kepada Tsabit; “Ceraikanlah dia”.

Semoga, bagi yang belum menikah, Allah memudahkan untuk menikah dengan jodoh yang sekufu. Dan yang telah menikah, semoga Allah melanggengkan pernikahan dan memberkahi keluarga Anda.
SHARE ARTIKEL