Penting, Tanamkan 5 Sifat Ini Apabila Anak Sudah Berusia 5 Tahun

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 03 May 2017

Penting, Tanamkan 5 Sifat Ini Apabila Anak Sudah Berusia 5 Tahun


Sahabat, setiap anak terlahir bukan tanpa potensi apapun. Di dalam dirinya sudah tertanam fitrah: benih potensi yang harus disiram, dirawat, dipupuk agar tumbuh optimal. Tidak ada anak yang tidak cinta kepada Tuhan. Di dalam dirinya sudah terinstal fitrah keimanan, kecuali pola asuh dan model pendidikan telah mengabaikannya.

Lebih jauh lagi, Allah Swt punya maksud atas kelahiran anak di dunia. Kelahirannya membawa visi hidup, misi hidup, dan tujuan hidup yang di-blueprint langsung oleh Sang Pencipta.

Lantas apa peran dan tugas orangtua? Ialah menyediakan tanah subur bagi bibit potensi fitrah agar tumbuh sesuai DNA-nya. Berikut ini lima karakter yang perlu ditumbuhkan ketika anak berusia lima tahun sesuai fitrah yang tertanam di dalam dirinya.

1. Membangkitkan kesadaran Allah Swt sebagai Rabb

Saat berusia lima tahun anak gemar bertanya yang “aneh-aneh”. Misalnya, “Dimana rumah Allah? Kenapa Allah tidak bisa dilihat? Aku mau berjumpa dengan Allah,” dan berbagai pernyataan dan pertanyaan lainnya. Usia lima tahun merupakan masa perkembangan, yang daya imajinasi dan abstraksi anak berada di puncak.

Imaji tentang Allah, Rasulullah, malaikat kerap melahirkan pertanyaan yang merepotkan orangtua. Kita memuaskan daya imajinasi dan abstraksinya dengan beragam kisah dan dongeng terutama untuk memperkuat keesaan dan sifat-sifat Allah (Asmaul Husna) di dalam kesadarannya. Bukankah Luqman Al Hakim berpesan kepada anaknya: "Jangan pernah menyekutukan Allah"?

2. Menanamkan kejujuran

Cara terbaik melatih sikap jujur adalah berbuat jujur kepada diri sendiri. Berkata tidak sebenarnya kepada anak meskipun untuk urusan yang sepele sebaiknya dihindari. Tidak kalah penting adalah memberi peluang dan kepercayaan anak berkata jujur. Yakinkan bahwa kita sangat menghargai kejujurannya. Reaksi berlebihan saat kita tahu anak tidak jujur justru menjadikannya takut berkata jujur.

Perlu kita sadari tidak ada anak berbohong. Yang ada adalah anak takut berkata apa adanya atau merasa aman dengan kebohongannya. Mengapa demikian? Sebabnya banyak dan beragam. Salah satunya atmosfer di lingkungan keluarga memberinya keleluasaan berkata bohong. Anak merasa aman dengan ketidakjujurannya. Atmosfer ini ditimbulkan oleh kebiasaan orangtua berkata tidak jujur.

3. Bersikap adil

Sikap mendasar dari bersikap adil adalah anak mengerti apa yang harus dilakukan saat berbuat salah. Saat merebut mainan, menyembunyikan sepatu, atau mengejek teman merupakan perilaku anak yang dapat “dimanfaatkan” untuk melatih bersikap adil.

BACA JUGA : Ingin Tetap Maksiat? Penuhi dulu 3 Syarat Ini!

Bagaimana caranya? Di tengah terjadinya konflik dengan teman, saat anak dalam posisi salah, kita mengajarkan bagaimana meminta maaf yang baik. Membantu anak menemukan cara meminta maaf merupakan cara menanamkan sikap adil pada orang lain. Bila perlu bukan sekedar berkata maaf, ajaklah dia berbagi sesuatu kepada teman yang dicuranginya.

Cara ini sungguh efektif karena setiap perbuatan selalu diikuti oleh konsekwensi. Daripada hanya menghukum anak atas perbuatan salahnya, mengapa tidak kita ajarkan sikap konsekwen? Bersikap adil bukan sekedar kewajiban – ia adalah sebuah konsekwensi yang perlu disadari dalam setiap perbuatan.

4. Berani mengambil keputusan

Tentu tantangan yang disediakan harus sesuai dengan tugas perkembangan anak. Ada banyak permainan outdoor yang menantang untuk anak usia lima tahun. Awalnya dia akan takut mencoba sebuah permainan. Dibutuhkan dorongan alami dari orangtua bukan sekedar untuk mengusir rasa takutnya, melainkan menanamkan keberanian untuk mencoba hal baru. Inilah saat anak belajar mengambil keputusan dengan diiringi dukungan positif.

Soal anak berani mencoba atau tidak itu bukan hal paling penting. Yang utama adalah membuka sikap berpikirnya agar tidak gamang saat harus menentukan keputusan.

5. Belajar mencintai

Ya, belajar mencintai. Sahabat, anak-anak belajar mencintai dengan melihat langsung bagaimana kita menunjukkan cinta dan kasih sayang pada orang lain. Biarkan anak-anak mengetahui bahwa kita mencintai kakek-neneknya atau kerabat dekat lainnya. Sedangkan kepada anak-anak kita menunjukkan cinta dan kasih sayang dengan dekapan dan pelukan.

Menurut Melly Puspita Sari, psikolog dan pengarang buku The Miracle of Hug berujar, anak perempuan yang dekat dengan ayahnya akan tumbuh sebagai pribadi yang tangguh. Sedangkan, pelukan dari ibu akan mentransfer sifat penuh kasih atau empati ke anak.

Kunci dari kelima cara di atas adalah orangtua menjadi fasilitator dan teladan bagi anak. Sebagai fasilitator orangtua menyediakan suasana yang aman dan nyaman bagi daya imajinasi anak. Sebagai teladan orangtua adalah role model yang menjadi uswatun hasanah.

SHARE ARTIKEL