Kerudung Halal Penting, Tapi Kerudung yang Sesuai Syariat Jauh Lebih Penting

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 25 Apr 2017
Kerudung Halal Penting, Tapi Kerudung yang Sesuai Syariat Jauh Lebih Penting

Perkembangan bisnis busana muslim di Indonesia sedang mengalami geliat yang cukup menjanjikan. Berbagai macam produk dan model busana muslim yang ditawarkan mendapat sambutan yang sangat positif. Hal ini menjadi peluang bagi para produsen untuk saling bersaing ‘menarik’ minat konsumen umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri  ini.

Belakangan ini, hangat menjadi perbincangan di berbagai media terkait kerudung dengan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Salah satu brand busana muslim ternama mengklaim bahwa produk mereka menjadi “kerudung bersertifikat halal pertama di Indonesia.” Mereka memberikan lebel iklan produknya dengan stempel  halal yang diterbitkan MUI.

Produsen produk tersebut menjelaskan tidak semua produk kain halal. Yang membedakan antara kain yang halal dan haram adalah penggunaan emulsifier-nya pada saat pencucian kain tersebut, untuk produk halal bahan pembuatan emulsifier-nya menggunakan tumbuhan sedangkan untuk yang tidak halal emulsifier-nya menggunakan gelatin babi.

Terkait hal ini, MUI melalui Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetik (LPPOM), Lukmanul Hakim, mengklarifikasi bahwa sertifikasi halal yang diterbitkan adalah untuk produsen kain tekstil yang berada di Jawa Barat. “Jadi ada produsen kain yang datang ke Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini adalah Majelis Ulama Jawa Barat untuk mendapatkan sertifikat halal, nah memang produsen itu dipakai oleh produsen jilbab. Artinya yang memiliki sertifikat halal adalah produsen kain, jadi belum pada bentuk jilbab.”

Lukmanul Hakim menambahkan ada kategori kain yang berhak mendapatkan sertifikasi halal, “Untuk kain yang memang kita sertifikasi kebetulan termasuk pada kategori yang suci , tidak mengandung bahan yang najis dan juga tidak terkenai bahan yang najis. Jika masuk kedalam kategori tersebut maka kain tersebut mendapat sertifikasi halal.”

MUI memandang hal ini merupakan langkah antisipasi yang diambil pihak produsen atas Undang-undang Jaminan Produk Halal. Dalam undang-undang tersebut selain pangan, obat dan kosmetika juga mencakup barang gunaan dalam hal ini adalah kain. Sejauh ini MUI sifatnya masih sukarela dan menunggu inisiatif pengajuan sertifikasi halal datang dari pihak produsen.

Jaminan akan sertifkasi halal sesungguhnya memang sangat dibutuhkan bagi setiap muslim. Karena mengonsumsi  atau menggunakan produk yang halal dan baik merupakan sebuah kewajiban yang mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mengenai penggunaan busana muslim atau kerudung, selain perlu memerhatikan material atau bahan kain yang digunakan, hal yang tidak kalah penting yang harus menjadi perhatian para  muslimah adalah aturan yang telah ditetapkan mengenai cara berpakaian yang sesuai dengan  syari’at Islam.

Apalah artinya jika kain yang digunakan berasal dari produk yang halal, tetapi  hasil akhir atau produk busana muslim yang dihasilkan lebih mementingkan trend, model busana yang modis namun tidak sesuai atau bertentangan dengan syari’at Islam. Jika hal demikian terjadi justru akan menimbulkan dosa bagi muslimah yang mengenakannya. Mengenai jilbab, Allah Swt sudah jelas mengatur di dalam Alquran,

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab : 59)

Jika demikian, sudah selayaknya bagi para muslimah untuk memahami dan menjalankan perintah Allah Swt tersebut jika ingin mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Berkerudung tidak semata ingin terlihat cantik, trendi  dan modis. Namun merupakan wujud ketaatan dan rasa syukur atas seluruh nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.
SHARE ARTIKEL