Makna Filosofi Tembang Gundul-Gundul Pacul

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 29 Jan 2017
Makna Filosofi Tembang Gundul-Gundul Pacul
Ilustrasi pesantren pada masa Wali Songo

Lagu Gundul gundul Pacul adalah sebuah tembang atau lagu dolanan anak-anak yang sangat populer di masyarakat jawa dan sekitarnya. Lagu Gundul gundul Pacul ini adalah karya para wali atau ulama pada zaman era wali songo.

Dan penciptanya adalah ada yang berpendapat ada pengarang lain selain Sunan Kalijaga, lebih afdholnya penulis menuliskan bahwa yang menciptakan tembang Gundul gundul Pacul ini pastinya adalah seorang ulama pada era wali songo atau sesudahnya.

Yang tentunya Lagu Gundul gundul Pacul ini di tulis atau dikarang dengan suatu tujuan yang berkaiatan dengan dakwah islamiyah pada waktu itu. Yaitu dengan menyisipkan sebuah pesan Filosofi yang terkandung dalam Tembang Gundul-gundul Pacul ini.

Mungkin ada sebuah pertanyaan, kenapa tembang-tembang yang mempunyai makna filosofi yang agung itu oleh mereka (para wali) pada masa itu dijadikan sebagai tembang dolanan anak-anak?

Baca Juga: Makna Filosofi Tembang Jawa Sluku Sluku Bathok

Dan kenapa tidak di jadikan sebuah tembang orang dewasa?, seperti Dandang Gulo, Sinom, Pangkur, Maskumambang atau Syi'ir yang kebanyakan bercerita tentang pesan hati orang dewasa, yang tentu akan lebih mudah di mengerti maksudnya?.

Disinilah keunikannya, ternyata itu merupakan sebuah strategi yang cerdas yang dipakai oleh pengarangnya.

Karena dengan menjadikanya tembang-tembang seperti tembang Gundul gundul Pacul ini menjadi sebuah lagu dolanan anak-anak itu mempunyai suatu maksud dan tujuan, bahwa nantinya tembang-tembang anak-anak seperti tembang Gundul-gundul Pacul ini diharapkan akan lebih terjaga dan lestari.

Dan ternyata tembang Gundul-gundul Pacul ini bisa melegenda dan lebih kontemporer dan takkan habis dimakan zaman, karena kita tahu lagu-lagu yang ditujukan pada orang dewasa tak akan bertahan sebagaimana bertahanya lagu dolanan anak-anak.

Bahkan sampai saat ini pun tembang Gundul gundul Pacul dan lainya masih sering kita dengar lantunanya baik dikalangan dewasa maupun anak-anak.

Adapun lirik lagu Gundul-gundul Pacul ini adalah sebagai berikut,

Gundul-gundul Pacul cul, gembelengan.....

Nyunggi-nyunggi wakul kul, petentengan......

Wakul gelimpang segane dadi sak latar

Wakul gelimpang segane dadi sak latar

Syair yang sangat singkat, namun sebenarnya mempunyai nilai pesan yang sangat dalam, yang berkaitan dengan filsafat keagamaan.

Lirik lagu Gundul Gundul Pacul ini oleh pengarangnya sengaja ditujukan sebagai suatu pengeleng-eleng atau tetenger dalam bahasa jawa, dan lebih tepatnya adalah sebagai SINDIRAN khususnya kepada orang-orang yang berilmu Syariat.

Mengapa demikian? Karena orang-orang Syari'at ini, apalagi mereka yang sedang dalam taraf belajar (masih sedikit ilmu), kebiasaan dari mereka adalah mempunyai kecenderungan suka bicara.

Dikarena mereka kagum dengan apa yang barusan mereka terima atau pelajari, sehingga kebanyakan dari mereka dihinggapi rasa ingin segera memamerkan atau memperlihatkan kepada orang lain tentang apa yang barusan mereka terima, tanpa mereka sadari bahwa yang mereka sampaikan itu sesungguhnya merupakan hal yang sangat biasa bagi kalangan orang yang berilmu.

Bahkan mereka terkadang terlihat sedikit menyombongkan diri, dan banyak dari mereka gemar menyalahkan orang lain dalam segi ilmu ibadah karena mereka merasa bahwa dirinyalah yang paling tahu dan paling benar.

Baca Juga: 25 Doa Mustajab Beserta Asbabun Nuzulnya

Dan mereka merasa ilmunya itu sudah ilmu yang tertinggi, seolah tak ada lagi ilmu lain lagi yang mesti dipelajari, karena mereka menganggap bahwa itu sudah berdasarkan alqur'an dan sunah, dan pasti tak terbantahkan dan tak ada yang mengunggulinya.

Sementara sebenarnya ilmu dalam islam itu terbagi menjadi:

Ilmu Syariat
Ilmu Thoriqot
Ilmu Hakikat
Ilmu Ma'rifat

Semuanya adalah satu kesatuan yang tak dapat terpisahkan, dalam arti seorang muslim tak mungkin bisa menjadi muslim yang kamil jika dia hanya ber syariat saja, karena syariat tanpa hakikat, thoriqot dan makrifat adalah sia-sia.

Dan apa hubunganya dengan Makna Filosufi Tembang Gundul-gundul Pacul?

Gundul: Kepala (otak)
Pacul: Cangkul (menggambarkan kaum petani / kaum awam /'amm / bukan cendikia)
Gembelengan: berjalan dengan menarikan kepala dengan menggelengkan kepala dengan angkuh
Nyunggi: menaruh barang diatas kepala /sunggi
Wakul: Tempat nasi /Wadah barang
Petentengan: Bertolak pinggang / sombong
Gelimpang: Tumpah / jatuh
Segane: sego (nasi)
Dadi: Jadi / menjadi
Sak: Satu
Latar: Halaman Rumah

Gundul-gundul Pacul Cul Gembelengan

Yaitu orang yang meletakkan sesuatu hal di kepala (Gundul).
Atau berarti mempunyai ilmu hanya berdasarkan otak saja biasanya orangnya angkuh dan sombong (gembelengan) karena ilmu syariat yang tidak didasari dengan ilmu hati/akhlaq itu adalah tidaklah pas, bersifat keras hati, dan tingkatan orang - orang ini masuk dalam golongan orang awam (pacul).

Karena biasanya sifat tanpa kelembutan hati (tanpa ilmu hakikat) akan mudah menjudgement orang lain, dan cenderung merasa benar seperti yang di uraikan diatas.

Nyunggi - Nyunggi Wakul Kul Petentengan

Dan orang-orang seperti itu/Gundul-gundul Pacul, bila mendapatkan (nyunggi) suatu ilmu atau anugerah (wakul) maka dia akan sombong (petentengan).

Wakul Gelimpang Segane Dadi Sak Latar

Dan mereka para kaum Gundul-gundul Pacul itu, jika membeberkan ilmu atau sesuatu hal (wakul gelimpang) maka ilmu itu (segane) mereka cenderung untuk membesar-besarkanya (sak latar).

Atau dengan kata lain mereka para Gundul-gundul Pacul ini jika tentang ilmu agama, mereka suka membahas hal-hal yang tidak begitu penting akan ia jabarkan sehingga sampai dalam saling menyalahkan orang lain mengatakan itu bid'ah, syirik, dan sebagainya.

Padahal mereka sendiri belum mengerti betul hukum tentang apa yang mereka katakan, karena mereka masih terbatas pengetahuanya dan hanya menilai segala sesuatu itu hanya dari satu sudut pandang syariat saja.

Sehingga terkesan mereka sering dianggap sebagai kaum yang kaku, ortodok, atau bahkan dianggap sebagai aliran keras.

Dan akibat dari cara pandang kaum Gundul-gundul Pacul ini sehingga banyak fenomena yang muncul seperti tentang terorisme, Syiah, Wahabi dan sebagainya.

Fenomena seperti ini sebetulnya telah muncul sejak zaman ke kholifahan Khulafaurrosyidin dan di tanah Jawa pun muncul sejak awal-awal penyebaran Islam, sehingga para ulama pada saat itu (para wali) dengan cara mereka mengambil langkah toleransi untuk meminimalisir keresahan yang ditimbulkan oleh para kaum Gundul-gundul Pacul ini.

Salah satunya dengan jalan Tarbiyah atau pembelajaran kepada umat melalui metode-metode tradisional, sebagai contoh mereka menciptakan kesenian-kesenian yang mengandung makna pendidikan, seperti Gending, Tari, dan tembang-tembang Jawa yang mengandung filsafat dan ajakan, seperti Tembang Gundul-gundul Pacul, Ilir -Ilir, Sluku-Sluku Bathok, Jamuran, E Dayohe Teko dan sebagainya.

Pada kajian ringkas makna Filosofi tembang Gundul-gundul Pacul ini, kita bisa mengambil suatu hikmah yaitu, dalam menyikapi sebuah persoalan hidup hendaknya kita lebih mempertimbangkan secara ruhani atau batin dan aspek-aspek sosial lainya.

Dalam arti tidak hanya berdasar aspek logis saja, karena kita sebagai makhluk yang ber-Ketuhanan dan makhluk Zon Politicon, agar nanti kita bisa hidup selaras dan harmonis dengan masyarakat lainya.
SHARE ARTIKEL