Mari Berbelanja ke Warung Tetangga Kita

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 13 Dec 2016

Mari Berbelanja ke Warung Tetangga Kita
Ilustrasi belanja diwarung

Gerakan "Mari berbelanja di warung tetangga!"

Berbelanja kebutuhan harian, mingguan atau bulanan keluarga, biasanya kita lakukan di hari libur. Tetapi, bijakkah kita bila membeli jauh-jauh ke pusat belanja "modern"?

Ditempat itu memang semua barang terpampang. Tapi, hampir tak ada interaksi kemanusiaan. Apalagi pertemanan dan persaudaraan. Bertahun-tahun kita menjadi pelanggan, yang bahkan dibuktikan dengan "kartu pelanggan", tapi sungguh penjualnya tetap tidak kita kenal. Bahkan pelayanpun kita tak tahu siapa, apa dan bagaimana kehidupan mereka. Komunikasi hanya dengan "pelayan", ingat bukan "penjual". Dan hanya seputar transaksi saja. Itupun sekarang diwakili dengan tulisan.

Sementara ketika kita membeli di warung tetangga, selain dekat, juga ada interaksi sosial kemasyarakatan yang akrab. Ada "obrolan", bukan sekedar transaksi barang yang menghilangkan nilai sosial kemanusiaan kita. Kita jadi tahu, kenal dan dekat dapat silaturahmi dengan masyarakat dan lingkungan. Komunikasi beginilah yang manusiawi. Yang menghubungkan antar orang, komunitas dan masyarakat. Bukan sekedar barang, angka penjualan dan plastik kemasan.

Membeli di warung tetangga akan menumbuhkan kekuatan ekonomi keluarga itu. Kita jadi berperan bagi tegaknya ekonomi dan ketahanan sebuah keluarga. Suami, istri dan anak - anaknya. Dan mereka, berperan sebagai penjual. Berwirausaha. Bukan sekedar menjadi pelayan dari para pemilik modal.

Baca Juga: Menggunung Seperti Tumpukan Sampah, Ternyata ini Pasar Baju

Bayangkan, sampai umur berapa toko-toko modern "mau" mempekerjakan para pelayan ini? Cuma saat usia muda. Sedang dengan menjadi "penjual", sebenarnya mereka akan "terhidupi" Bahkan sampai anak-anak mereka dewasa.

Belum lagi soal efektifitas budget kita. Bayangkan, saya pernah uji coba, membawa uang 100 ribu dan pergi ke toko swalayan modern. Ternyata kurang! Dan lihat belanjaannya. Saya banyak membeli barang yang tak perlu. Karena godaan iklan dan penataan, saya melakukan pemborosan!

Sedang ketika saya ke warung tetangga, uang 100 ribu masih sisa. Barangnya pun sangat fungsional, benar-benar kebutuhan pokok. Dan saya mendapatkan bonus ungkapan penjual yang membahagiakan, "Alahamdulillah syukur ya, pagi-pagi sudah ada yang belanja 75 ribu.... makasih ya bu", sambil tersenyum tulus.

Sungguh itu bonus yang lebih mahal daripada sekedar "obral dan diskon ngakali" yang penuh strategi bisnis.

Jadi berpikirlah sebelum berbelanja! Shopping lah di warung tetangga atau pasar tradisional. Nikmatilah sisi kemanusiaan anda. Disitulah "rekreasi sebenarnya". Jangan buang waktu anda di swalayan dan supermall modern hanya untuk membeli kebutuhan pokok rumah tangga anda. Warung tetangga jauh Lebih murah, manusiawi, menumbuhkan ekonomi, memberdayakan masyarakat, dan ada nilai silaturahmi antar tetangga.

Mau umur panjang dan banyak rejeki? Mari biasakan berbelanja di warung tetangga baik kita...

Sekali lagi " Ayo Selamatkan Warung/Toko dan Pasar Tradisional di sekeliling kita"!

Boleh dishare dikutip dari berbagai sumber.

"GERAKAN BELANJA DI WARUNG TETANGGA"

Marilah kembali ke warung-warung tetangga kita yang selama ini anak-anaknya selalu bersama anak kita pergi ke pengajian, yang mengundang atau diundang kalau ada syukuran, yang selalu bertegur sapa disela-sela kesibukan, ya tetangga kita yang… kalau kita mati mereka akan melayad kita, mendo’akan kita dan mengantarkan jasad kita ke liang lahat.

Memang mirisnya perbedaan harganya kadang terlalu signifikan. Namun mari ramaikan warung tetangga kita, semoga belanja kita tidak hanya memenuhi kebutuhan materi saja, akan tetapi bernilai ibadah.

SHARE ARTIKEL