Shalat Berjamaah 40 Hari Menghindarkan Diri dari Kemunafikan?

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 30 Nov 2016
Shalat Berjamaah 40 Hari Menghindarkan Diri dari Kemunafikan?
Shalat berjamaah

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu tergantung terhadap apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhori 1, Muslim 1907)

Orang munafik itu dikenal lebih berbahaya daripadara orang non Muslim. Munafik mendapat gelar berbahaya sebab mereka bermuka dua. Tidak diketahui bahwa dirinya itu tulus dalam mengimani Allah dan Rasul-Nya ataukah ingkar.

Meski kita tak mau disebut sebagai orang munafik, tak dapat terelakkan bahwa sifat munafik terkadang kita lakukan. Salah satunya berbohong. Hanya orang munafik yang Allah katakan sebagai orang yang suka berbohong. Maka dari itu, penting bagi kita intropeksi diri. Sebab, boleh jadi kita melakukan perbuatan seperti orang munafik.

Jika memang sifat buruk tersebut ada pada diri kita, maka segera bebaskanlah. Jangan biarkan sifat munafik terus bersarang pada diri kita. Nah, salah satu caranya, ada yang mengatakan bahwa dengan melakukan shalat berjamaah secara rutin selama 40 hari, maka kita akan terbebas dari kemunafikan. Benarkah demikian?

Baca Juga: Astagfirullah! Begini Keadaan Jenazah Orang yang Tak Mau Shalat Semasa Hidupnya

Dinyatakan dalam hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa yang shalat jamaah selama 40 hari dengan mendapatkan takbiratul ihram maka dia dijamin bebas dari dua hal, terbebas dari neraka dan terbebas dari kemunafikan.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 12583, Turmudzi 241, dan yang lainnya. Ulama berbeda pendapat tentang keabsahannya. Sebagian menhasankan dan sebagian menilainya dhaif.

Dalam Fatawa Islam dinyatakan, “Hadis ini dinilai dhaif oleh beberapa ulama masa silam dan mereka beralasan statusnya mursal. Dan dihasankan oleh sebagian ulama mutaakhirin. Simak Talkhis al-Habir, 2/27,” (Fatawa Islam, no. 34605).

Kemudian, terdapat dalam riwayat lain dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila kalian melihat ada orang yang terbiasa pulang pergi ke masjid, saksikanlah bahwa dia orang mukmin. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah,’ (QS. At-Taubah: 18),” (HR. Ahmad 11725, Turmudzi 2617, Ibn Majah 802 dan dinilai dhaif oleh al-Albani).

Hadis yang berbicara masalah ini, statusnya memang bermasalah. Hanya saja, tingkatan dhaifnya ringan. Dan sebagian ulama membolehkan berdalil dengan hadis dhaif dalam masalah fadhilah amal, yang di sana tidak ada unsur hukum.

Dalam Fatawa Islam dinyatakan, “Tidak diragukan bahwa semangat untuk mendapatkan takbiratul ihram, selama rentang masa ini merupakan tanda betapa dia adalah orang yang kuat agama. Selama hadis tersebut ada kemungkinan shahih, maka diharapkan bagi orang yang semangat mengamalkannya, dia akan dicatat mendapatkan keutamaan yang besar itu. Minimal yang diperoleh seseorang dengan melakukan hal itu, dia bisa mendidik dirinya untuk menjaga syiar islam yang besar ini,” (Fatawa Islam, no. 34605). Wallahu a’lam.
SHARE ARTIKEL