Indahnya Bhinekka Tunggal Ika, Meski Beda Agama Mereka Saling Menyuapi

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 05 Nov 2016

Indahnya Bhinekka Tunggal Ika, Meski Beda Agama Mereka Saling Menyuapi
Aksi toleransi para pelajar di purwakarta via liputan6.com.

Identitas bangsa Indonesia saat ini kian terkikis. Orang-orang Indonesia yang dikenal ramah dan menghargai orang lain oleh para wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia sudah menjadi diragukan.

Terkikisnya keramah tamahan ini sebenarnya tidak pada semua orang, namun saat ini identitas bahwa masyarakat Indonesia punya sikap yang ramah, jujur, dan menghargai orang lain menjadi tertutupi beberapa orang lainya.

Baca Juga : Gara-Gara Aksi 4 November, Akhirnya Sulaiman Bisa Lihat Monas

Orang-orang yang tak mengindahkan kebaikan, kejujuran, perasaan menghargai sesamanya. Di semua lapisan dari bawah hingga atas pasti banyak kita temui sifat egoisme. Namun sekali lagi itu tak berlaku untuk semua orang Indonesia, karena masih sangat banyak sekali orang-orang yang baik, namun identitas bangsa ini tertutup oleh oknum-oknum yang mementingkan dirinya sendiri.

Kali ini sebuah aksi toleransi, dilakukan oleh ratusan pelajar di Purwakarta. Mungkin untuk menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia masih mempunyai kekayaan itu. Bhineka Tunggal Ika.

Dikutip dari liputan6.com, ratusan pelajar SD, SMP, hingga SMA berkumpul di Bale Pasepan, Pendopo Purwakarta, Kamis (3/11/2016). Kedatangan mereka dalam rangka ‘Botram’, acara yang digelar oleh Satgas Toleransi di kabupaten yang akan menerima penghargaan sebagai daerah paling toleran di Indonesia dari Dewan HAM PBB tersebut.

Para pelajar tersebut terlihat berbaur satu sama lain tanpa melihat perbedaan agama. Mereka terlihat mengenakan atribut keagamaan masing-masing. Kegiatan ini pun dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan doa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing pelajar.

Ketua Satgas Toleransi Purwakarta, Jhon Dien, menjelaskan bahwa betapa pentingnya menjaga toleransi dan kerukunan umat beragama. Dia menjelaskan nilai-nilai toleransi ini harus ditanamkan kepada para pelajar di Purwakarta maupun daerah lain di Indonesia.

“Kami kemas dengan Botram ini agar acaranya santai tetapi substansinya bisa kita tekankan untuk pendidikan toleransi berbangsa dan bernegara juga bermasyarakat,” kata Jhon Dien.

Ia menegaskan tujuan acara ini ke depan adalah pembentukan Satgas Toleransi Purwakarta di tingkat pelajar, agar ajaran tentang toleransi dapat membumi sejak dini.

“Justru ke depan harus ada Satgas Toleransi di tingkat pelajar Purwakarta,” kata Jhon Dien menambahkan.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyebut Satgas Toleransi di tingkat pelajar ini sebagai Relawan Toleransi. Relawan ini bertugas memelihara keanekaragaman di internal sekolahnya masing-masing.

“Mereka jadi Relawan Toleransi, merawat ruang ibadah mereka yang sudah tersedia di sekolah, makan bersama pelajar lintas agama, sehingga keberagaman dan keberagamaan bisa tercipta mulai dari lingkungan sekolah, mereka saling suap nasi disini, itu pelajaran toleransi,” kata Dedi.

Pegiat Toleransi Indonesia, Denny Siregar yang turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan toleransi tingkat tinggi yang diperlihatkan hari ini di Purwakarta sudah layak menjadi role model di tingkat nasional.

Di Nusa Tenggara Timur misalnya, kiai dan pastur disana mampu hidup berdampingan dan memberikan ajaran toleransi kepada masyarakat. Menurut penulis buku ‘Tuhan Dalam Secangkir Kopi’ ini, fenomena yang dia lihat di Purwakarta lebih dahsyat dari itu.

“Aura toleransi ini harus menyebar ke seluruh Indonesia, mungkin di NTT karena muslim di sana minoritas katakanlah mereka ikut mainstream, tetapi di Purwakarta yang muslim mayoritas ternyata suasana toleransi lebih dahsyat lagi,” kata Denny.

Salah seorang pelajar Purwakarta, Lagata Tri Dewi, mengaku merasakan kedamaian yang luar biasa dalam kegiatan ini. Pelajar beragama Budha ini pun mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam menciptakan suasana toleransi di Purwakarta.

“Saya bangga menjadi pelajar Purwakarta, suasana damai sudah terpelihara antar umat beragama. Kami minoritas diberikan ruang yang sama dengan mayoritas,”ujar pelajar kelas II SMA Negeri Campaka tersebut.

SHARE ARTIKEL