Di Desa Ini Ciptakan Gerakan Matikan TV untuk Belajar dan Ngaji Ba`da Maghrib

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 02 Nov 2016

Di Desa Ini Ciptakan Gerakan Matikan TV untuk Belajar dan Ngaji Ba`da Maghrib

Tayangan televisi di jaman sekarang banyak yang kurang mendidik bagi para generasi muda Indonesia, hal tersebut membuat Pemerintah Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Jepara, Jawa Tengah, menciptakan Peraturan Desa yang mewajibkan pelajar mematikan televisi selepas Magrib dan mengisi waktu dengan belajar serta mengaji.

Dilansir dari Dream, salah satu tokoh pemuda Desa Pancur, Ari Wachid mengungkapkan “ Mulanya, kami merasa ini adalah kemunduran”.

BACA JUGA : Subhanallah, Kalimat-kalimat Ini Dipandang Mulia Disisi Allah dan Malaikat-Nya. Baca Yuk!

“ Akhirnya, semua elemen masyarakat mulai dari tokoh masyarakat dan agama, tokoh pemuda, pengurus 56 RT dan RW hingga pemerintah desa berembug bareng. Akhirnya tercetuslah perdes tersebut,” imbuhnya.

Untuk menunjang terlaksananya Perdes matikan TV dan ayo mengaji tersebut, aparatur desa beserta masyarakat menggelar sejumlah kegiatan. Di antaranya pemasangan spanduk, penempelan stiker, sosialisasi melalui pertemuan RT, serta menggelar lomba di masjid setempat.

Menurut Ari, lomba digelar dengan tujuan Perdes ini dijalankan oleh semua kalangan. Meski sasaran Perdes ini adalah anak-anak usia sekolah, para orangtua, khususnya ibu-ibu, diminta terlibat aktif mendampingi buah hati mereka.

“ Peran ibu-ibu sangat penting agar gerakan ini maksimal. Kalau dari pihak keluarga sudah ada kesadaran, maka lebih mudah dan pasti berhasil,” jelas Ari.

Ari mengatakan, Perdes ini merupakan aturan pertama kali yang diterapkan pemerintah desa di Jepara. Dia mengaku belum mengetahui apakah ada desa lain di seluruh Jepara yang menerapkan aturan serupa.

“ Setahu saya memang baru Desa Pancur, berarti bisa dianggap ini program pelopor di Jepara,” ungkapnya.

Perangkat Desa Pancur, Ali Ridho, mengatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya penerapan aturan yang diinisiasi warga tersebut. Sementara terkait sanksi, Ali mengatakan tidak dirumuskan dalam perdes tersebut.

Meski demikian, Ali yakin aturan ini berjalan dengan sukses. Ini mengingat perdes tersebut lahir atas keresahan bersama yang dialami para warga.

“ Sebab perumusan hingga pembuatan Perdes ini melibatkan pelbagai elemen masyarakat. Jadi, mereka dengan sendirinya tahu sejak awal. Maka tak perlu ada sanksi agar ketentuan perdes ini benar-benar dipahami dan dijalankan atas dasar kesadaran bersama,” tutup Ali.
SHARE ARTIKEL