Banyak Orangtua yang Sering Ucapkan Kalimat Memojokkan ini, Padahal Pasti Menggetah di Hati Anak

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 23 Nov 2016
Banyak Orangtua yang Sering Ucapkan Kalimat Memojokkan ini, Padahal Pasti Menggetah di Hati Anak
Tanpa sadar alih-alih menasehati, orangtua menyakiti hati anak

Semua orangtua tahu bahwa anak akan menirukan banyak hal dari mereka. Orangtua menjadi panutan hingga hampir 60 persen karakter orangtua bisa dikatakan akan tercermin dalam diri anak.

Namun nyatanya, tidak semua orangtua menyadari bahwa kata atau kalimat yang kerap digunakan saat berkomunikasi dengan anak pengaruhnya sangat besar terhadap masa depan si buah hati. Pasalnya, mereka yang tidak tahu dampaknya pada anak cenderung lebih sering berkata, berkomunikasi atau memberikan perintah pada anak tanpa pikir panjang akan konsekuensinya.

Setiap orangtua wajib menyadari, anak cenderung mencontoh gerak-gerik, gaya berbicara, filosofi hidup dan perilaku orangtua mereka. Tidak hanya menjadikan orangtua sebagai panutan saja, anak-anak juga menilai setiap omongan orangtua mereka sebagai tolak ukur akan suatu hal.

Terlebih, anak juga sangat mungkin memasukkan kalimat apa pun yang keluar dari mulut orangtuanya ke dalam hati.

Ini semua membuktikan keistimewaan sosok orangtua di mata anak. Mengetahui fakta ini, para orangtua dianjurkan untuk selalu menunjukan perilaku baik agar anak mengadopsi karakter serupa.

Orangtua juga disarankan untuk selalu berhati-hati menggunakan kata dan kalimat saat berbicara dengan anak. Hati mereka masih rapuh dan apa pun yang ingin diutarakan orangtua pasti dianggap serius dan disimpan dalam memorinya seumur hidup.

Baca Juga: Kasian! Bayi Ini Ditinggal Ibunya di Masjid Bersama Sebuah Surat yang Isinya Menyedihkan

Jadi, alangkah baiknya jika orangtua berpikir dua kali sebelum melontarkan kalimat yang berpotensi menyakiti hati atau mengecewakan sang anak. Seperti apa kalimat-kalimat terlarang yang orangtua wajib hindari saat sedang asik mengobrol dengan si buah hati? Berikut contohnya seperti dikutip dari liputan dilansir dari Womansday, Selasa (22/11/2016):

1. "Nilai tes kamu bagus nak, tapi kenapa baru kali ini setelah mama dan papa desak kamu untuk belajar baru nilainya bagus?"

Hindari mengombinasikan kalimat positif dan negatif. Cukup memujinya soal nilai tes saja, tanpa harus menggunakan kata sambung 'tapi' atau 'tetapi'. Kata tersebut mampu mengubah pandangan positif menjadi negatif dalam waktu singkat. Jangan buat anak merasa ia tidak becus lantaran harus didesak terlebih dahulu untuk mencapai suatu hal di hidupnya. Jangan pula membuat dirinya merasa tidak mampu mendapatkan nilai bagus karena ia kemungkinan besar tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri dengan kemampuan otaknya.

2."Mama dan papa bangga kamu ranking dua, tapi bakal jauh lebih bangga lagi kalau ranking satu!"

Ketika anak sudah meraih posisi tergolong tinggi, jangan terus-menerus menaikkan ekspektasi. Ini akan menumbuhkan karakter terlalu perfeksionis padanya. Karakter ini umumnya dipuja atau diidolakan orang lain karena menjadi perfeksionis berarti segala sesuatu yang ada atau terjadi dalam hidupnya menghampiri sempurna dan kesuksesan dianggap suatu hal yang wajib. Meski terkesan menarik namun menjadi terlalu perfeksionis, khususnya soal kedudukan atau posisi akan membuatnya kesulitan merasa puas dan bersyukur soal apa pun. Anak cenderung akan tumbuh menjadi sosok yang sering ketar-ketir, merasa panik, terlalu kompetitif sampai tidak punya banyak teman dan kemungkinannya sangat besar diserang penyakit kejiwaan seperti depresi.

3. "Kamu tuh ya bikin mama dan papa emosi!"

Usahakan untuk tidak menunjukan amarah di depan anak karena hal tersebut sangat menular dan sang anak sangat mungkin mencontoh cara pelampiasan amarah yang diperlihatkan oleh orangtuanya.

4. "Ayo makannya jangan kebanyakan nanti kamu gendut loh!"

Tubuh anak tengah berkembang dan membutuhkan asupan nutrisi dari makanan dan minuman sehat sebanyak-banyaknya. Belum waktunya untuk mereka memikirkan berat badan sampai segitunya. Jika orangtua kerap mengatakan hal ini berulang kali, sang anak kemungkinan akan menjadi terbiasa tidak makan atau mengonsumsi makanan hanya dalam porsi kecil saja. Ia bisa menjadi sering sakit kedepannya dan secara psikis tidak akan puas dengan bentuk badannya.

5. "Kamu jangan lari ke yang tidak-tidak seperti narkoba, kalau sampai iya kamu tidak akan disayang oleh mama dan papa lagi!"

Ketika orangtua berupaya melindungi anaknya dari hal-hal negatif dan juga orang-orang jahat, mereka semestinya menjelaskan alasannya kenapa sang anak tidak diperbolehkan melakukan hal tersebut dan mengapa orang-orang dianggap berbahaya tertentu patut dijauhi. Ketika yang diberikan hanya sebuah instruksi dan ganjaran yang tidak jelas maksudnya apa, sang anak cenderung akan lebih memilih untuk membangkang dan mengikuti rasa penasarannya. Lebih parahnya lagi, sang anak kemungkinan besar menggunakan aksi ini sebagai senjatanya melawan orangtua yang tidak sepaham dengannya soal sesuatu.
SHARE ARTIKEL